Antisipasi Siklon Tropis 2045-2050, Apakah Waduk di Indonesia Siap?

ADVERTISEMENT

Antisipasi Siklon Tropis 2045-2050, Apakah Waduk di Indonesia Siap?

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 23 Jul 2024 20:00 WIB
Siklon Seroja tampak di citra Satelit Himawari 8 Japan Meteorological Agency (JMA), April 2021.
Siklon Seroja tampak di citra Satelit Himawari 8 Japan Meteorological Agency (JMA), April 2021. Foto: Japan Meteorological Agency (JMA)
Jakarta -

Sejumlah siklon tropis diperkirakan akan berimbas pada Indonesia dalam periode 2045-2050. Indonesia perlu memastikan waduk-waduk yang ada dapat menjamin ketersediaan pasokan air untuk masyarakat.

Hal tersebut disampaikan peneliti ahli utama Pusat Riset Iklim dan dan Atmosfer (PRIMA), Organisasi Riset (OR) Kebumian dan Maritim, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Dr Ir Eddy Hermawan MSc pada Professor Talk: Sumber Daya Air dan Perubahan Iklim, disiarkan di kanal YouTube BRIN Indonesia, Selasa (23/7/2024).

Eddy mengatakan, mengantisipasi bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim dan anomali cuaca, air yang berlebih ditampung di waduk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waduk inilah, apakah mampu di tahun 2045-2050 itu menerima serangan fajar akibat bersatunya berbagai macam tropical cyclone yang akan menyerang kawasan Indonesia di masa mendatang. Ini yang menjadi catatan kami karena dampak cyclone terutama akan menyerang kawasan di tepi pantai," ucapnya.

"Untuk waduk-waduk yang ada di tengah pulau, relatif aman, sehingga kalender tanamnya mungkin aman. Tetapi untuk daerah Madura, NTB, NTT, pulau-pulau kecil, harus dipikirkan the best solution-nya seperti apa. Dan datangnya kompakan, tidak hanya satu cyclone, tapi empat cyclone. Ini mengkhawatirkan," sambung Eddy.

ADVERTISEMENT

Kondisi Waduk di Indonesia

Prof Dr Ir Eko Winar Irianto MT, Widyaiswara Ahli Utama Sekretariat Badan Pengembangan SDM (BPSDM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan, studi Lestari dan Devita (2020) pada sembilan waduk menunjukkan tiga waduk mengalami korosivitas (kerusakan logam secara kimia atau fisika) ringan, tiga waduk lain mengalami korosivitas sedang, dan tiga waduk sisanya mengalami korosivitas kuat.

Ia menjelaskan, kriteria korosivitas penting untuk memantau dan mengelola waduk. Sebab, proses korosivitas berisiko mengurangi daya dukung kekuatan infrastruktur waduk.

"Beberapa waduk kita telah terindikasi adanya korosivitas. Jadi air di waduk yang telah diteliti tersebut cenderung mengalami kondisi korosif. Airnya sendiri bisa mengkorosi logam dan seterusnya sehingga infrastruktur yang ada di waduk jadi terganggu," ucap Eko.

"Dan kalau terganggu, maka mungkin kekuatan infrastruktur waduk harus menjadi perhatian yang serius," sambungnya.

Berdasarkan sejumlah studi, Eko menjelaskan bendungan beserta waduknya yang tidak dibangun dan dikelola dengan benar menjadi rentan dan berisiko gagal fungsi. Kondisi ini sudah ditemukan pada studi-studi pada waduk di Indonesia.

Selain mengalami korosivitas, ia mencontohkan waduk mengalami penurunan kapasitas tampungan air baku di Indonesia. Penurunan kapasitas tampungan air baku ini karena tumpukan sedimen dari daerah aliran sungai (DAS) yang rusak akibat aktivitas manusia tidak terkendali.

Sementara itu, air baku yang sudah tertampung dan seharusnya aman bagi makhluk hidup juga rentan tercemar. Eko menuturkan, di samping menggunakan teknologi pengendalian kualitas air, pengaturan internal waduk hingga penegakan hukum dan peraturan mengenai peraturan lingkungan dan tata ruang.

"Permasalahan di masyarakat tidak hanya di masalah air saja, tetapi ada sosial dan sebagainya, pencemarannya yang mana dikelola dinas lingkungan hidup dan sebagainya. Untuk PU sendiri memang badan airnya (di waduk), tetapi pengendalian pencemaran tidak bisa dilakukan PU saja," ucapnya.

"Sebelum masuk ke badan air (di waduk), (di daerah aliran sungai) sudah tercemar," imbuhnya.

Ia mencontohkan, suatu daerah aliran sungai memiliki kawasan pertanian dan peternakan, perumahan, dan industri. Dari kawasan tersebut, pencemaran yang tersebar butuh pengendalian komunal.

Eko mengatakan, pengelolaan waduk untuk mengurangi dampak perubahan iklim ke depannya meliputi penilaian dampak lingkungan secara komprehensif sebelum pembangunan waduk, desain waduk berkelanjutan, manajemen air yang efisien, pemantauan dan evaluasi terus-menerus.

Lebih lanjut, pengelolaan ekosistem waduk yang sehat, pengurangan emisi gas rumah kaca dari waduk, integrasi energi terbarukan pada waduk, dan partisipasi masyarakat dan komunitas lokal menurutnya penting untuk mematikan pembangunan waduk bermanfaat bagi mereka dan mengurangi potensi konflik.




(twu/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads