Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Dr Ir Amarulla Octavian MSc DESD Asean Eng mengatakan, inovasi teknologi untuk daur ulang air bekas wudhu di masjid-masjid se-Indonesia merupakan bentuk penghematan air yang luar biasa.
Amarulla berharap, dari riset peneliti yang tengah berlangsung, nantinya muncul inovasi teknologi waste water management yang sekaligus mengubah budaya masyarakat Indonesia untuk benar-benar menghemat air. Khususnya yakni dari peneliti Organisasi Riset (OR) Kebumian dan Maritim BRIN sendiri.
"Saya berharap dari Organisasi Riset Kebumian dan Maritim ada beberapa inovasi teknologi untuk daur ulang air bekas wudhu di masjid-masjid seluruh Indonesia. Ini adalah bentuk penghematan air yang luar biasa," ucapnya membuka Professor Talk: Sumber Daya Air dan Perubahan Iklim, yang disiarkan di kanal YouTube BRIN Indonesia, Selasa (23/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Atau daur ulang air sisa mandi, atau masak, yang dapat digunakan kembali untuk flushing WC atau pembersihan pada gedung-gedung perkotaan. Intinya, saya berharap ada teknologi untuk waste water management sekaligus mengubah budaya masyarakat Indonesia untuk betul-betul menghemat air," imbuhnya.
Amarulla menjelaskan, perubahan iklim berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Salah satunya akibat pengaruh perubahan iklim pada sumber daya air secara langsung maupun tidak langsung.
"Akibat dampak perubahan iklim tersebut yakni krisis air bersih di perkotaan, kerawanan pangan, meningkatnya progresi penyakit, perubahan pola curah hujan, dan kerawanan bencana," terangnya.
Ia merinci, dalam periode 2010-2017, terjadi peningkatan 887 kejadian bencana hidrometeorologi dengan bencana iklim hidrologi. Di antaranya yakni banjir, longsor, kekeringan, angin puting beliung, kebakaran hutan, gelombang pasang, dan abrasi.
Merespons Masalah Sumber Daya Air dalam Perubahan Iklim
World Water Forum ke-10 di Bali pada Mei 2024 lalu salah satunya membahas cara mengatasi perubahan iklim yang berdampak pada air di bidang pertanian dengan berbagai karakteristik demografi dan sosial ekonomi di seluruh daerah.
Hasil World Water Forum 2024 antara lain perlunya pengelolaan sumber daya air yang mempertimbangkan perubahan iklim. Kemudian, mengurangi tekanan pada ketersediaan air, konservasi, dan diversifikasi sumber air.
Lebih lanjut, perlu pengembangan pencegahan bencana dan pengurangan risiko bencana kekeringan dan banjir. Di samping itu, perlu untuk mendorong penetapan dan penguatan kebijakan, rencana, dan tindakan pengelolaan sumber daya air terpadu nasional secara sistemik.
Amarulla mengatakan, selaras dengan hasil World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali pada Mei 2024 lalu, saat ini sedang berjalan kajian riset yang berfokus pada dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air. Berbagai fokus riset terkait dengan waste water management.
Ia menambahkan, beberapa fokus riset dari Organisasi Riset Kebumian dan Maritim yang sedang berjalan juga meneliti pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sebagai solusi berbasis alam untuk penyelesaian permasalahan sumber daya air dalam perubahan iklim. Hasilnya diharapkan dapat berdampak pada Indonesia maupun secara global.
"Riset-riset tersebut telah in line dengan hasil World Water Forum," ucapnya.
Ketua Majelis Profesor Riset (MPR) BRIN Prof Dr Ir Gadis Sri Haryani mengatakan, salah satu hasil World Water Forum 2023 di Kyoto, Jepang juga merekomendasikan kontribusi air untuk ekosistem harus ada minimal 30 persen. Dengan demikian, urgensi sumber daya air tidak hanya penting untuk kelangsungan manusia, tetapi ekosistemnya.
Ia menambahkan, World Water Forum 2024 menggarisbawahi urgensi kolaborasi lintas sektor dan lintas negara dalam menghadapi masalah air dan perubahan iklim.
"Untuk mengatasinya, butuh langkah konkret dari kerja sama lintas disiplin ilmu," ucapnya.
(twu/nwy)