1 Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa yang juga bertepatan dengan tanggal 1 Muharram atau Tahun Baru Islam. Apakah keduanya sama?
Tidak bisa dipungkiri bila masuknya agama Islam di pulau Jawa menghasilkan banyak pertemuan budaya baru. Termasuk masalah penanggalan atau kalender.
Masruhan dalam jurnalnya yang diterbitkan dalam Jurnal Pemikiran Hukum Islam Vol 13 No 1 Tahun 2027 berjudul Islamic Effect on Calendar of Javanese Community, sebelum kedatangan Islam, masyarakat Jawa memiliki beberapa kalender.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti kalender musim atau Pranotomongso yang jadi kalender masyarakat Jawa asli sebelum datangnya Hindu dan kalender Saka yang hadir setelah masyarakat Hindu hadir di Jawa. Namun, setelah Islam datang, Sri Sultan Muhammad berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa melalui kerajaan Mataram pada tahun 1625 M.
Karena Islam berdasarkan kalender Hijriah, misi Sri Sultan Muhammad atau Sultan Agung Anyokrokusumo melakukan perubahan dari kalender Saka ke kalender Hijriah. Begini sejarah lengkapnya dikutip Minggu, (7/7/2024).
Sejarah Penentuan Kalender Jawa
Sebelum hadirnya Islam, masyarakat Jawa sudah memiliki sistem penanggalan yang mapan, yakni kalender Saka. Namun, Islam datang membawa kalender Hijriah yang berdasarkan terkait revolusi bulan terhadap Bumi (qamariyah).
Sedangkan kalender Saka dihitung berdasarkan peredaran bumi dalam mengelilingi Matahari, sehingga jumlah harinya sama seperti kalender Masehi yakni 365/366. Namun, kalender Saka pada dasarnya dipergunakan untuk menandai momentum ritual keagamaan masyarakat Hindu.
Seperti yang terjadi pada kerajaan Majapahit di mana setiap mulan Caitra (Maret) Tahun Saka diperingati dengan upacara keagamaan. Hal ini akhirnya diubah oleh Sri Sultan Muhammad atau yang terkenal dengan Sultan Agung Anyokrokusumo.
Pada tahun 1625, ia berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Awalnya dimulai dari wilayah Kerajaaan Mataram dengan mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka hingga akhirnya kalender Hijriah digunakan secara umum.
Selanjutnya pada tahun 1633 yang bertepatan dengan tahun 155 saka atau 1043 Hijriah, Sultan Agung dari Mataram yang berkuasa dari tahun 1613-1645 kembali mengeluarkan sistem kalender baru. Sistem ini disebut penanggalan Jawa Islam yang merupakan akulturasi antara kalender Saka dan kalender Hijriah.
Dari kalender Saka diambil tahun penanggalan sebagai tahun Jawa. Sehingga tahun Jawa tidak dimulai dari 1 Jawa tetapi melanjutkan tahun 1555 Jawa.
Berdasarkan hal tersebut juga, tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah pada saat itu dituliskan menjadi 1 Muharram 1555 Jawa. Sedangkan secara masehi tanggal itu bertepatan dengan 8 Juli 1633 Masehi.
Keputusan ini akhirnya diikuti oleh Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir yang berkuasa dari tahun 1596-1651 dari Banten. Sejak saat itu, kalender Saka yang telah dipakai masyarakat Jawa diganti dengan sistem penanggalan Hijriah Jawa.
Sehingga penanggalannya kini bercorak Islam bukan Hindu atau budaya India hingga sampai saat ini.
1 Suro = 1 Muharram
Karena hadirnya penanggalan Jawa Islam, membuat Sultan Agung menetapkan perbedaan nama bulan. Sebelumnya, ia benar-benar mengikuti sistem yang ada di kalender Hijriah sehingga Muharram adalah bulan pertama dalam satu tahun penanggalan.
Namun, karena berbeda Muharram diubah menjadi Suro. Alasannya karena pada bulan Muharram terdapat hari Asyuro yakni pada tanggal 10 Muharram.
Nama-nama bulan dalam kalender Jawa sebenarnya mengadopsi nama-nama bulan Islam yang dibahasajawakan. Sehingga bisa disimpulkan tanggal 1 Suro sama saja dengan 1 Muharram.
Adapun nama bulan dalam kalender Jawa Islam yakni:
1. Sura (Muharam) 30 Hari
2. Sapar (Safar) 29 Hari
3. Mulud (Rabiul Awal) 30 Hari
4. Bakda mulud (Rabiul Tsani) 29 Hari
5. Jumadilawal (Jumadil awal) 30 Hari
6. Jumadilakir (Jumadil akhir) 29 Hari
7. Rejeb (Rajab) 30 Hari
8. Ruwah(Sya'ban) 29 Hari
9. Poso (Ramadhan) 30 Hari
10. Sawal (Syawal) 29 Hari
11. Selo (zulqa'dah) 30 Hari
12. Besar (Zulhijjah) 29 atau 30 Hari
Masa satu tahunnya 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik atau 354.3670694 hari. Apabila disederhanakan diketahui bahwa jumlah hari selama setahun adalah 354 11/30 hari. Karena tidak genap, Kalender Hijriah juga memiliki tahun-tahun panjang (tahun kabisat) dan tahun-tahun pendek (tahun basithah).
Sehingga dalam setiap 30 tahun terdapat 11 tahun panjang dan 19 tahun pendek. Tahun panjang umurnya 355 hari dan tahun pendek umurnya 354 hari.
Kelebihan waktu dalam satu tahun di kalender Jawa Islam dinilai terlalu rumit. Akhirnya dilakukan penyetaraan dari siklus 30 tahun dalam kalender Hijriah menjadi siklus 8 tahun dalam kalender Jawa Islam.
Akan tetapi hal ini malah mengakibatkan timbulnya perbedaan jumlah hari dalam kurun waktu 120 tahun. Sehingga sistem kalender Jawa Islam memiliki waktu lebih cepat satu hari dalam kurun waktu 120 tahun tersebut.
Dengan demikian kalender Hijriyah tertinggal 1 hari dari tahun Jawa. Untuk menyelesaikan hal ini, perhitungan harus disamakan kembali setiap 120 tahun dengan memindahkan satu tahun kabisat.
Berdasarkan perhitungan tersebut diterapkannya kaidah-kaidah, antara lain:
1. Tahun 1555-1627 (71 tahun) adalah Jumat Legi (Ajumgi)
2. Tahun 1627-1747 (120 tahun) adalah Kamis Kliwon (Amiswon)
3. Tahun 1747-1867 (120 tahun) adalah Rabu Wage (Aboge)
4. Tahun 1867-1987 (120 tahun) adalah Selasa Pon (Asapon).
(det/nwk)