Musim Kemarau Tetap Hujan, Kata BMKG Ini Sebabnya

ADVERTISEMENT

Musim Kemarau Tetap Hujan, Kata BMKG Ini Sebabnya

Novia Aisyah - detikEdu
Sabtu, 06 Jul 2024 13:00 WIB
Hujan deras mengguyur kawasan Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (11/6/2024). Hujan turun disertai angin kencang.
Ilustrasi hujan Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Walaupun begitu, hujan masih terjadi di berbagai wilayah.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto membenarkan sebagian besar wilayah di Indonesia sudah masuk musim kemarau. Kendati begitu menurutnya perlu diluruskan, meski berstatus musim kemarau, bukan berarti tidak akan turun hujan sama sekali.

Dia menyebut, hanya saja intensitas curah hujan di bawah 50 mm/dasarian. Guswanto menerangkan kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus, yakni 77,27%, dengan 63,95% durasinya diprediksi terjadi selama 3 sampai 15 dasarian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meski demikian bukan berarti dalam periode kemarau tidak ada hujan sama sekali, tetapi ada hujan meski kisaran di bawah 50 mm /dasariannya," jelasnya di Jakarta (4/7/2024), dikutip dari rilis resmi BMKG.

Guswanto mengatakan dalam sepekan ke depan masih ada potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Fenomena tersebut dikarenakan dinamika atmosfer skala regional-global yang signifikan. Di antaranya ada termonitor aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin serta Rossby Equatorial di sebagian besar Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Kepulauan Maluku, dan sebagian besar Papua.

Ditambah lagi, suhu muka laut yang hangat pada perairan di sekitar Indonesia berkontribusi dalam menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan yang signifikan di Indonesia.

"Fenomena atmosfer inilah yang memicu terjadinya dinamika cuaca yang berakibat masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," ujarnya.

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani menambahkan, kombinasi fenomena-fenomena cuaca ini diperkirakan mengakibatkan potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat disertai kilat atau angin kencang di sebagian besar wilayah di Indonesia pada 5-11 Juli 2024.

Wilayah yang dimaksud itu adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Andri pun mengimbau agar masyarakat waspada kemungkinan potensi hujan yang menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, atau banjir bandang. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang daerah aliran sungai.

Sementara, soal cuaca ekstrem hujan lebat dengan angin kencang dan hujan es di Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada 3 Juli kemarin, Andri menjelaskan kejadian itu dikarenakan awan cumulonimbus (CB). Awan tersebut terbentuk karena saya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah tersebut.

Dijelaskan, proses hujan diawali kondensasi uap air sangat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku. Es yang terbentuk itu umumnya berukuran besar.

Ketika kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat, maka terjadilah hujan. Namun, kadang tak semua es mencair sempurna dan menjadi hujan es, yang mana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat celsius.

"Selagi masih turun hujan, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk menabung air. Hemat dan menggunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan air saat Puncak Musim Kemarau melanda wilayah kita nantinya," pesan Andri.




(nah/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads