Koala dikenal sebagai hewan ikonik dari negara tetangga yakni Australia. Mereka juga sering menarik perhatian manusia sebab tingkahnya yang menggemaskan.
Berkaitan dengan koala, sebuah penelitian yang diterbitkan baru-baru ini mengungkap bahwa hewan berkantung tersebut ternyata bisa memprediksi datangnya cuaca panas. Bagaimana bisa?
Hal itu dilaporkan oleh peneliti dari Fakultas Ilmu Kedokteran Hewan Universitas Sydney, Dr Valentina Mella. Ia mempublikasikan hasil risetnya pada jurnal Conservation Physiology pada 27 Mei 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mella dan tim melakukan penelitian selama dua minggu di barat laut New South Wales. Mereka memilih hari-hari terpanas pada tahun 2019.
Pada suatu hari yang sangat panas dengan suhu 40,8 derajat Celcius, para peneliti mendapati suhu tubuh tertinggi koala yang diamati 40,8 derajat juga. Sementara di pagi yang sejuk, suhu terendah koala terukur 32,4 derajat.
Dari hasil penelitiannya, Mella dan tim menyimpulkan bahwa koala dapat memprediksi suhu ekstrem di hari-hari tertentu. Selain itu, mereka bisa langsung menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan sekitarnya.
"Pengaturan mandiri ini mengharuskan setiap koala memprediksi suhu ekstrem pada hari-hari dari kondisi semalam dan dini hari, serta menyesuaikan pengaturan panas tubuh mereka," tuturnya dikutip dari situs The University of Sydney.
Koala Bisa Mengatur Suhu Tubuhnya
Koala dapat mengatur suhunya menjadi lebih tinggi. Mereka juga bisa menurunkan suhu jauh di bawah rata-rata pada pagi yang dingin.
"Ini sangat menunjukkan bahwa koala memprediksi hari-hari terpanas dari kondisi pagi hari dan menyesuaikan suhu inti mereka. Kami belum pernah melihat perilaku seperti ini sebelumnya pada koala," kata Mella.
Mella juga menemukan bahwa tujuan koala melakukan pengaturan suhu adalah untuk mengurangi pendinginan evaporatif. Sehingga koala bisa menghemat cadangan air sampai 18 persen.
"Hasil kami menunjukkan bahwa suhu udara dan suhu tubuh koala sangat selaras. Yang mengejutkan kami adalah hewan yang bisa mengatur dirinya sendiri 'membiarkan' suhu inti tubuh mereka berfluktuasi sesuai kondisi lingkungan," kata Mella.
Kemampuan tersebut merupakan bagian dari metode fisiologis koala. Sistem ekskresi koala menghasilkan urin pekat hingga metabolisme tubuhnya rendah, untuk menghemat air dan mengurangi produksi panas.
Biasanya koala juga terlihat terengah-engah dan menjilati bulunya. Untuk memaksimalkan penghematan air, koala sering memeluk pohon untuk melakukan pertukaran panas dengan pohon yang lebih sejuk.
"Meskipun kami mengamati aktivitas berpelukan di pohon pada hari-hari panas, hal ini tampaknya tidak menurunkan suhu inti tubuh secara signifikan. Meskipun hal ini mungkin disebabkan oleh jenis pohonnya, hal ini mungkin bukan merupakan strategi utama dalam modulasi suhu tubuh populasi koala ini," kata Mella.
Taktik Adaptif Ini Berisiko Jika Terjadi Pemanasan Global
Menurut Mella, kemampuan adaptif koala menghadapi suhu ini menjadi berisiko jika terjadi pemanasan global yang ekstrem. Suhu yang tinggi pada tubuh koala bisa menjadi ancaman bagi dirinya sendiri.
"Namun, seiring dengan meningkatnya suhu akibat perubahan iklim, teknik bertahan hidup ini bisa menjadi sangat berisiko. Suhu di atas 40 derajat bisa berakibat fatal bagi mamalia pemakan daun, seperti koala," katanya.
Namun, sejauh ini Mella dan tim melihat taktik yang dilakukan koala pada masa kini masih efektif membuat mereka bertahan. Dari waktu dilakukannya eksperimen, para koala yang diteliti masih hidup enam bulan kemudian.
"Model iklim global memperkirakan bahwa cuaca kering dan panas akan meningkat dan kejadian kekeringan akan meningkat dalam frekuensi, durasi dan tingkat keparahan. Hasil kami memperkuat pentingnya mitigasi iklim untuk memastikan kelangsungan hidup koala di masa depan," ujar Mella.
(cyu/nwy)