Sebuah penelitian ilmiah telah menunjukkan adanya hubungan antara kemarahan dengan peningkatan risiko serangan jantung. Namun, bagaimana kemarahan bisa terkait, masih terus dicari alasan pastinya.
Para ilmuwan terus berusaha mencari tahu alasan mengapa kemarahan ini dapat berdampak pada serangan jantung. Dalam sebuah penelitian baru, para peneliti merekrut 280 orang dewasa yang tampak sehat dan melaporkan bahwa mereka tidak memiliki penyakit kardiovaskular atau faktor risiko termasuk hipertensi atau diabetes.
Tim peneliti melakukan analisis kepada peserta studi untuk mengingat saat-saat mereka mengalami kemarahan dan apa yang diakibatkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak diketahui atau diterima secara luas bahwa kemarahan memicu serangan jantung," Holly Middlekauff, ahli jantung di Universitas California, Los Angeles, yang tidak berkontribusi pada temuan ini, dikutip dari Smithsonian Magazine.
"Studi ini menawarkan kemungkinan biologis terhadap teori tersebut, bahwa kemarahan berdampak buruk bagi Anda, meningkatkan tekanan darah, dan kita melihat adanya gangguan pada kesehatan pembuluh darah," imbuhnya.
Bagaimana Kemarahan Bisa Memperburuk Kesehatan Jantung?
Dalam sebuah studi baru yang terbit di Journal of American Heart Association, dijelaskan bagaimana kemarahan dapat berkontribusi terhadap buruknya kesehatan jantung.
Peneliti menemukan peserta yang mengingat memori yang menyebabkan rasa marah menyebabkan penurunan pelebaran pembuluh darah dibandingkan dengan peserta dalam kondisi kontrol.
Dalam studi ini, peserta secara acak dibagi menjadi empat kelompok: selama delapan menit, peserta berbicara tentang pengalaman yang menimbulkan kemarahan, berbicara tentang pengalaman yang menimbulkan kecemasan, membaca pernyataan sedih atau menghitung angka untuk kontrol netral secara emosional.
Kemudian para peneliti mengukur perubahan aliran darah peserta sebelum percobaan dan beberapa kali dalam 100 menit setelah tugas.
Hasilnya, ditemukan bahwa hingga 40 menit setelah percobaan, orang-orang dalam kelompok kemarahan mengalami penurunan kemampuan melebarkan pembuluh darah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Pelebaran pembuluh darah tidak terpengaruh secara signifikan pada kelompok kesedihan atau kelompok kecemasan.
"Sangat menarik bahwa kecemasan dan kesedihan tidak memiliki efek yang sama dengan kemarahan, hal ini menunjukkan bahwa emosi negatif berkontribusi terhadap penyakit jantung berbeda-beda," kata Daichi Shimbo, penulis utama studi tersebut dan ahli jantung di Universitas Columbia.
Gangguan pelebaran pembuluh darah merupakan awal dari penumpukan endapan di dalam dinding pembuluh darah, yang dapat menyebabkan serangan jantung.
Adapun penemuan ini menunjukkan bahwa emosi yang kuat, ternyata dapat berkontribusi terhadap serangan jantung pada orang dengan kesehatan yang buruk.
"Kami telah mengetahui bahwa stres akibat kemarahan dapat memicu serangan jantung. Namun, kami tidak memahami alasannya hingga penelitian ini, yang menjelaskan mekanisme yang mendasarinya," Brian Choi, ahli jantung di Universitas George Washington, yang tidak terlibat dalam penelitian.
Meski begitu, para peneliti belum mengetahui secara pasti bagaimana kemarahan berhubungan dengan fungsi pembuluh darah.
Sebab, dalam penelitian ini sengaja tidak melibatkan orang-orang dengan atau berisiko terkena penyakit kardiovaskular, karena mereka mungkin sudah mengalami gangguan pelebaran pembuluh darah sejak awal penelitian.
Namun hal ini berarti masih belum jelas apakah hasil ini akan berlaku pada orang dengan penyakit kardiovaskular atau yang memiliki faktor risiko.
"Di masa depan, para peneliti harus mempelajari populasi dengan penyakit kardiovaskular, diabetes, dan orang-orang yang tinggal di pedesaan serta etnis dan ras minoritas," kata Rebecca Campo, psikolog di National Heart, Lung and Blood Institute, kepada NBC News.
(faz/faz)