Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) terbaik yang ada di Indonesia. Namun, dalam penamaan kampus tersebut, tahukah kamu siapa itu Gadjah Mada?
Biasanya, PTN yang ada di tiap provinsi menyematkan kata "negeri" dan nama wilayahnya. Alih-alih menyematkan "Jogja" atau "Yogyakarta" dalam nama universitasnya, UGM menggunakan "Gadjah Mada".
Gadjah Mada atau yang selanjutnya ditulis Gajah Mada, awalnya bukan nama dari kampus yang ada di wilayah Bulak Sumur, Sleman ini. Pada saat didirikan sebagai perguruan tinggi swasta, kampus ini memiliki nama Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada (BPTGM), demikian keterangan yang ada pada situs resmi UGM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPTGM didirikan tepat setengah tahun setelah Kemerdekaan Indonesia yaitu pada 17 Februari 1946. Setelah itu secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 2 tahun, antara tahun 1946 - 1948, pemerintah Indonesia yang mengungsi ke Yogyakarta dan mendirikan beberapa perguruan tinggi, sejumlah delapan lembaga.
Delapan lembaga tersebut tersebar di wilayah Yogyakarta, Klaten, hingga Solo. Kemudian kedelapan lembaga tersebut digabung menjadi sebuah universitas dengan nama "Universiteit Negeri Gadjah Mada". Penggabungan tersebut disahkan melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 16 Desember 1949.
Lantas siapa sebenarnya Gajah Mada yang disematkan dalam nama UGM?
Baca juga: 85 Nama Khas Jawa Kuno yang Mulai Punah |
Gajah Mada, Tokoh Penting Era Majapahit
Dikutip dari buku "Gajah Mada, kisah cinta & kisah penakluk-penaklukannya" oleh Sri Wintala Achmad, Gajah Mada adalah seorang Mahapatih Amangkubhumi kerajaan Majapahit. Jabatan ini adalah yang tertinggi kedua setelah raja.
Berdasarkan sengkala dalam "Babad Gajah Mada", ia lahir pada tahun 1229. Kemudian dalam kitab kuno Majapahit yakni Pararaton, tercatat bahwa Gajah Mada hidup pada 1290-1368.
Pararaton juga mencatat bahwa nama Gajah Mada sudah dipakai sebelum ia menjadi Patih pada tahun 1319 Masehi di Daha Pura.
Gajah Mada sendiri diketahui mulai mengabdi pada Kerajaan Majapahit saat berusia 23 tahun pada 1313 M. Ia memulai pengabdian sebagai prajurit rendah di pemerintahan Raja Jayanegara.
Gajah Mada kemudian menjadi Patih di Kahuripan setelah menaklukkan pemberontakan Ra Kuti pada 1319 M. Dua tahun kemudian, Gajah Mada diangkat sebagai Patih di Daha Pura.
Gajah Mada dan Sumpah Palapa
Gajah Mada juga dikenal dengan Sumpah Palapa yang ia ikrarkan di hadapan Tribhuwana Tunggadewi, Raja Majapahit ketiga yang memerintah dari 1328-1350 Masehi.
Ketika pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara.
Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton, yang dikutip dari situs Museum Kemdikbud, teks Jawa Pertengahan dalam Sumpah Palapa berbunyi sebagai berikut:
"Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, TaΓ±jungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa"
JIka dialih-bahasakan mempunyai arti:
"Beliau, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa."
Adapun Sumpah Palapa yang diikrarkan oleh Gajah Mada mengandung berbagai nilai,yaitu nilai kesatuan dan persatuan wilayah Nusantara, nilai historis, nilai keberanian, nilai percaya diri, nilai rasa memiliki kerajaan Majapahit, nilai geopolitik, nilai sosial budaya, dan nilai filsafat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Palapa kemudian menjadi pelekat hubungan dan pengikat komunikasi internal antarwilayah Nusantara, sebagaimana dikutip dari buku "Gajah Mada Sistem Politik dan Kepemimpinan" karya Enung Nurhayati MA, PhD
Meski Gajah Mada merupakan tokoh penting era Majapahit, tetapi hanya ada sedikit catatan yang ditemukan mengenai dirinya.
Meski begitu, saat ini, Gajah Mada tercatat sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme dan persatuan Nusantara.
(faz/pal)