Nama adalah identitas diri yang terselip doa dan harapan dari yang memberikannya. Nama bisa bersumber dari banyak inspirasi dengan banyak nilai positif, yang diharapkan ada pada penerimanya.
Seperti banyak hal lain di masyarakat, tren nama berlaku mulai dari masyarakat Jawa kuno hingga saat ini. Penggunaan kata untuk nama berubah mengikuti perkembangan masyarakat meski masih terselip doa dan harapan.
Nama dalam Bahasa Jawa Kuno yang Mulai Punah
Mengutip tulisan Saat Orang Jawa Memberi Nama: Studi Nama di Tahun 1950-2000 oleh Moordiati, beberapa nama dalam bahasa Jawa Kuno makin sulit ditemui di masyarakat. Hal ini mengindikasikan nama tersebut jarang digunakan atau malah tidak diketahui masyarakat zaman sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tulisan yang terbit di jurnal Patrawidya tersebut menjelaskan nama-nama yang mulai punah merujuk pada nama hari, bulan, wuku, windu, binatang, dan alat-alat perkakas. Berikut contohnya dikutip dari artikel berjudul Nama Diri Etnik Jawa dari Ridha Mashudi Wibowo dalam jurnal Humaniora
Nama bulan:
- Wadana (Januari)
- Wijangga (Februari)
- Wiyana (Maret)
- Widada (April)
- Widarpa (Mei)
- Wilapa (Juni)
- Wahana (Juli)
- Wanana (Agustus)
- Wurana (September)
- Wujana (Oktober)
- Wujala (Nopember)
- Warana (Desember).
Nama hari:
- Radite (Ahad)
- Soma (Senin)
- Hanggara (Selasa)
- Buda (Rabu)
- Respati (Kamis)
- Sukra (Jumat)
- Tumpak (Sabtu).
Nama weton:
- Jenar (Pon)
- Cemengan (Wage)
- Kasih (Kliwon)
- Manis (Legi)
- Abritan (Pahing).
Nama wuku:
- Wuku Shinta
- Wuku Landhep
- Wuku Wukir
- Wuku Kuranthil
- Wuku Tolu
- Wuku Gumbreng
- Wuku Warigalit
- Wuku Warigagung
- Wuku Julungwangi
- Wuku Sungsang
- Wuku Galungan
- Wuku Kuningan
- Wuku Langkir
- Wuku Arandhasiya
- Wuku Julungpujut
- Wuku Pahang
- Wuku Kuruwelut
- Wuku Marakeh
- Wuku Tambir
- Wuku Medhangkungan
- Wuku Maktal
- Wuku Wuye
- Wuku Manakil
- Wuku Prangbabat
- Wuku Bala
- Wuku Wungu
- Wuku Wayang
- Wuku Kulawu
- Wuku Dhukut
- Wuku Watugunung.
Nama hewan:
- Kampret (kelelawar)
- Gudel (anak kerbau)
- Genjik (anak babi)
- Bandot (kambing jantan)
- Cebong (berudu)
- Slindit (parkit)
- Precil (anak kodok)
- Bencoq (katak pohon).
Selain itu ada nama Kebo, Gajah, Gagak, Lembu, Macan, Menjangan, Minda, Banyak, Bandeng, Iwak, Jaran, Tikus, Hayam, Kadal, Kancil, Kura, Lele, dan Lutung. Nama yang terinspirasi dari budaya agrikultur ini diterjemahkan sesuai kebiasaan masyarakat setempat.
Nama perkakas:
- Gembel (gada)
- Trisula (trisula)
- Kunta (lembing)
- Tumbu (keranjang beras)
- Kendil (periuk).
Perkembangan Nama dalam Budaya Jawa dari Zaman ke Zaman
Pada era Hindu sekitar abad ke-5 hingga abad ke-11, nama-nama orang Jawa tentunya dipengaruhi oleh corak agama Hindu. Pemberian nama di masa ini begitu lekat dengan gejala budaya awatara (nitis atau inkarnasi). Beberapa nama yang diberikan di zaman Mataram Hindu kebanyakan adalah nama pribadi seperti Punawarman, Garung, Sanjaya, Warak, Pikatan, dan masih banyak lagi.
Seiring dengan peralihan ke masa Khuripan dan Kadiri, terjadilah proses budaya Jawanisasi dimana pemberian nama orang identik dengan lambang-lambang alam atau nama hewan. Nama-nama yang lazim ditemukan pada zaman ini diantaranya ada nama Candra Kirana, Lembu Amiluhur, Kebo Ijo, Kala Gemet, Kleting Kuning, Gagak Pranala, dan yang paling popular yaitu nama Gajah Mada.
Lanjut ke awal tahun 1950-an dan tahun 1960-an, nama-nama yang diberikan masih sederhana, kecuali nama untuk golongan priyayi yang terdidik. Berbeda dengan tren era sebelumnya, nama-nama anak di era 50-an dan 60-an diambil dari nama hari, bulan, tahun, wuku, atau nama alat perkakas dan binatang tertentu.
Contoh namanya seperti Soma (Senen), Ponimah, Poniti, Lasa (Selasa), Sengara (Windu), Gumbreg (Wuku), Djimakir (Tahun Jawa), Kanjtil, Tumbu (Bakul berukuran besar), dan Tompo (bakul dari bambu kecil). Selain itu, nama anak berawalan su-, sa-, se-, dan so- juga banyak digunakan.
Bergeser ke tahun 1970-an dan 1980-an, nama orang Jawa berubah menjadi semakin panjang. Umumnya, terdiri dari 2-3 suku kata. Meskipun demikian, nama dengan 1 suku kata seperti Munawaroh, Hartono, Sugiono masih tetap eksis. Lalu, pada tahun 1990-an dan 2000-an, tren nama Kembali bergulir.
Nama bulan masih diadopsi, namun sudah dimodifikasi agar terdengar lebih "keren". Orang tua mempunyai kecenderungan untuk memberi nama berdasarkan bulan kelahiran anak mereka. Misalnya, kelahiran November dinamakan Novi, kelahiran bulan Juli menjadi Juliana, dan kelahiran bulan Februari menjadi nama Febrian.
Itu dia sekilas penjelasan seputar pemberian nama orang dalam budaya Jawa. Semoga artikel ini dapat memperkaya wawasan detikers akan keberagaman budaya Indonesia.
(row/row)