Pertama pada Hewan Liar, Orangutan Obati Luka dengan Tumbuhan Pereda Nyeri

ADVERTISEMENT

Pertama pada Hewan Liar, Orangutan Obati Luka dengan Tumbuhan Pereda Nyeri

Trisna Wulandari - detikEdu
Sabtu, 04 Mei 2024 14:00 WIB
Luka pada flange (bantalan pipi) sebelah kanan orangutan jantan dewasa bernama Rakus (foto diambil dua hari sebelum menempelkan jaring tanaman pada luka)
Luka pada flange (bantalan pipi) sebelah kanan orangutan jantan dewasa bernama Rakus (foto diambil dua hari sebelum menempelkan jaring tanaman pada luka) Foto: Β© Armas / Suaq Project
Jakarta -

Peneliti mendapati orangutan sebagai hewan liar pertama yang menyembuhkan luka dengan tumbuhan pereda nyeri. Hasil penelitian ini dilaporkan para ahli biologi dari Max Planck Institute of Animal Behavior Jerman dan Universitas Nasional, Indonesia.

Dikutip dari laman Max Planck Gesselschaft, sebelumnya tidak ada catatan terkait penggunaan tanaman penyembuh oleh hewan liar. Yang ada adalah catatan tentang perilaku hewan mengobati diri sendiri saja.

Pada penelitian terbaru ini, orangutan jantan bernama Rakus merobek daun liana, mengunyahnya, lalu berulang kali mengoleskan sari hasil kunyahan daun pada luka di wajah selama beberapa menit. Perilaku ini diakhiri dengan menutupi seluruh luka dengan daun yang sudah dikunyah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daun liana juga dikenal dengan nama akar kuning (Fibraurea tinctoria). Tanaman akar kuning diketahui punya khasiat antiradang dan pereda nyeri. Khasiat ini membuat tanaman rambat itu lazim dipakai dalam pengobatan tradisional.

Orangutan Obati Luka

Perilaku orangutan mengobati luka dengan daun liana itu berlangsung di lokasi penelitian Suaq Balimbing, hutan rawa gambut Kluet, Kawasan Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh. Lokasi ini merupakan kawasan hutan hujan lindung dan rumah bagi sekitar 150 orangutan sumatera yang terancam punah.

ADVERTISEMENT

Penulis pertama studi, Isabelle Laumer mengatakan para peneliti melihat orangutan jantan bernama Rakus mengalami luka di bagian wajah saat sedang melakukan pengamatan harian. Mereka memperkirakan luka ini muncul saat berkelahi dengan pejantan tetangga.

Laumer mengatakan, Rakus mengoles luka dengan sari daun liana dan menutupnya dengan daun bekas kunyahan setelah luka tersebut berumur tiga hari.

"Spesies liana ini dan spesies liana terkait lainnya yang dapat ditemukan di hutan tropis Asia Tenggara dikenal karena efek analgesik dan antipiretiknya dan digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, seperti malaria," katanya.

"Analisis senyawa kimia tanaman menunjukkan adanya furanoditerpenoid dan alkaloid protoberberine, yang diketahui memiliki aktivitas antibakteri, antiinflamasi, antijamur, antioksidan, dan aktivitas biologis lainnya yang relevan dengan penyembuhan luka," sambungnya.

Dalam 5 hari, luka Rakus menutup dan tidak menunjukkan tanda-tanda luka terinfeksi.

"Menariknya, Rakus juga istirahat lebih dari biasanya saat terluka. Tidur berdampak positif pada penyembuhan luka karena pelepasan hormon pertumbuhan, sintesis protein, dan pembelahan sel meningkat selama tidur," kata Laumer.

Dari Mana Asal Perilaku Ini?

Peneliti senior studi Caroline Schuppli menerangkan, ada sejumlah perkiraan soal asal-usul perilaku Rakus mengobati luka dengan daun liana. Pertama, perilaku itu merupakan inovasi per orangutan ketimbang kebiasaan semua orangutan setempat. Sebab, orangutan di Suaq Balimbing jarang memakan tanaman rambat itu.

"Seseorang mungkin secara tidak sengaja menyentuh lukanya saat memakan tanaman ini dan dengan demikian secara tidak sengaja mengoleskan sari tanaman tersebut ke lukanya. Karena Fibraurea tinctoria memiliki efek analgesik yang kuat, individu (Rakus) mungkin langsung merasakan nyeri, menyebabkan mereka mengulangi perilaku tersebut beberapa kali," katanya.

Kedua, peneliti memperkirakan bahwa perilaku orangutan mengobati luka dengan daun akar kuning berangkat dari populasi asal Rakus. Saat ini, peneliti memperkirakan belum ada catatan tentang perilaku pengobatan dengan daun liana oleh populasi orangutan Suaq. Ia menggarisbawahi, Rakus sendiri tidak lahir di Suaq dan asal usulnya tidak diketahui.

"Orangutan jantan berpencar jauh dari wilayah kelahirannya saat atau setelah masa pubertas untuk membangun wilayah jelajah baru di tempat lain, atau berpindah dari satu wilayah ke wilayah jelajah kelompok lain," jelas Schuppli.

"Bisa jadi, perilaku (mengobati dengan daun liana tersebut) dilakukan lebih banyak individu orangutan dalam populasi kelahirannya, yang di luar wilayah penelitian Suaq," sambungnya.

Lain Hewan, Lain Perilaku

Baru-baru ini, sekelompok simpanse di Gabon juga tercatat mengoleskan serangga pada luka. Namun, perawatan luka dengan bahan aktif biologisnya belum terdokumentasi.

Sementara itu, pengobatan sendiri dengan menelan bagian tumbuhan tertentu dilakukan banyak hewan, tetapi tidak sering. Kera besar, kerabat terdekat manusia, memakan tanaman tertentu untuk mengobati infeksi parasit. Kera besar juga menggosokkan bahan tanaman pada kulit untuk mengobati nyeri otot.

Kekerabatan Manusia dan Orangutan

Rakus menutup seluruh lukanya dengan hasil kunyahan daun liana tersebut. Berdasarkan pengamatan pada perilaku ini, peneliti memperkirakan pengobatan luka secara medis mungkin telah muncul pada leluhur manusia-orangutan.

Terlepas dari perkiraan-perkiraan tersebut, peneliti menjelaskan hasil studi mereka menguak adanya pengobatan mandiri pada kerabat terdekat manusia.

"Perawatan luka pada manusia kemungkinan besar pertama kali disebutkan dalam sebuah manuskrip medis yang berasal dari tahun 2200 SM, yang mencakup pembersihan, plesteran, dan pembalutan luka dengan bahan perawatan luka tertentu," kata Schuppli.

"Karena bentuk pengobatan luka aktif tidak hanya terjadi pada manusia, tapi juga dapat ditemukan pada kera besar Afrika dan Asia, kemungkinan ada mekanisme umum yang mendasari pengenalan dan penerapan zat medis atau fungsional pada luka. Di samping itu, kemungkinan nenek moyang kita yang terakhir juga berperilaku mengoles salep yang serupa," pungkasnya.




(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads