3 Roket Meluncur ke Gerhana Matahari Total Besok, Ini Misi NASA

ADVERTISEMENT

3 Roket Meluncur ke Gerhana Matahari Total Besok, Ini Misi NASA

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Minggu, 07 Apr 2024 18:00 WIB
A supplied image of a total solar eclipse, Exmouth, Western Australia, April 20, 2023. AAP Image/Centre for Radio Astronomy Research/Michael Goh via REUTERS  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVE. AUSTRALIA OUT. NEW ZEALAND OUT
Foto: AAP Image/Centre for Radio Astronomy Research/Michael Goh via REUTERS/Ilustrasi gerhana Matahari total
Jakarta -

Gerhana Matahari total akan terjadi pada 8 April 2024 di sebagian wilayah Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Tak hanya jutaan orang yang antusias menanti, melainkan juga insinyur NASA di Virginia yang berencana memanfaatkan waktu ini untuk meluncurkan roket langsung ke bayangan gerhana.

Melansir dari The Register, peluncuran roket ini merupakan bagian dari program Atmospheric Perturbations around Eclipse Path (APEP) dengan harapan dapat memprediksi dan mencegah gangguan pada teknologi komunikasi terestrial yang lebih baik.

Peluncuran roket ini memiliki tujuan ilmiah yang penting, yaitu membantu para ilmuwan memahami bagaimana penurunan tiba-tiba sinar Matahari dapat mempengaruhi selimut udara di Bumi.

Peralihan dari siang ke malam secara tiba-tiba diketahui menyebabkan penurunan suhu secara drastis dan bahkan mengelabui hewan agar berlaku seperti saat malam tiba, sebagaimana dikutip dari Live Science.

Momen Kegelapan saat Gerhana

Sejauh ini, para ilmuwan hanya memahami sedikit tentang bagaimana momen kegelapan yang singkat ini dapat mempengaruhi batas antara atmosfer atas dan bawah Bumi, yaitu ionosfer, yang membentang antara 90 sampai 500 kilometer di atas permukaan planet.

Radiasi ultraviolet dari Matahari secara teratur menyebabkan elektron menjauhi atom, menciptakan sejumlah besar partikel bermuatan listrik yang membesarkan lapisan atas atmosfer.

Ketika Matahari terbenam, partikel-partikel ion ini kembali bersatu menjadi atom-atom netral, namun akan terus terionisasi kembali saat fajar tiba.

"Jika ionosfer dianggap kolam dengan riak lembut di atasnya, gerhana adalah perahu motor yang tiba-tiba membelah air. Akan tercipta gelombang di bawah dan belakang, lalu permukaan air naik sesaat ketika air mengalir kembali," ucap Aroh Barjatya, Profesor Teknik dan Fisika Embry-Riddle Aeronautical University.

Peluncuran Tiga Roket untuk Menyelesaikan Gangguan

Para insinyur NASA berharap dapat mengumpulkan data yang cukup data untuk memproyeksikan gangguan sebelum, saat, dan setelah gerhana tersebut, yang diketahui dapat mengganggu komunikasi radio dan satelit.

Salah satu alasan siaran radio AM dapat terdengar sejauh ini dari sumbernya karena sinyalnya memantul dari ionosfer. Gelombang FM yang gelombangnya lebih pendek dari AM, cenderung keluar dari ionosfer.

Dengan memutus pasokan energi Matahari, gerhana dapat mengganggu komunikasi bahkan setelah kegelapan siang hari. Tak hanya mempengaruhi gelombang radio dan satelit, juga mempengaruhi sinyal GPS.

Maka dari itu, tujuan peluncuran roket ini untuk mengetahui tingkat gangguan dasar dan berapa lama waktu yang dibutuhkan agar ionisasi atmosfer kembali normal.

Rencana Peluncuran Roket

Nantinya, Barjatya dan rekannya mengirim tiga roket dari Fasilitas Penerbangan Wallops NASA di Virginia. Dengan menggunakan fasilitas ini, mereka berencana untuk memanfaatkan penumbra sementara saat Bulan menutupi 81,4% cahaya Matahari, dengan harapan untuk mempelajari efek lengkungan cahaya yang terjadi selama gerhana Matahari.

Rencananya, roket diluncurkan 45 menit sebelum gerhana, di tengah-tengah gerhana, dan 45 menit setelah gerhana. Setiap roket akan mencapai ketinggian maksimum 260 mil atau 420 km dan menempatkannya tepat di tengah-tengah ionosfer.

Tim insinyur yang sama melakukan eksperimen serupa selama gerhana Matahari sebagian 'cincin api' pada Oktober 2023. Saat itu maksimal 90% cahaya Matahari terhalang Bulan.

Hasil dari peluncuran tersebut mengungkapkan penurunan sinar matahari menyebabkan gangguan pada komunikasi radio dan satelit sehingga perlu meningkatkan kemampuan untuk memprediksi gangguan tersebut.

"Kami sangat antusias untuk meluncurkan kembali roket selama gerhana total untuk melihat apakah gangguan dimulai pada ketinggian yang sama dan apakah besaran dan skalanya juga tetap sama," tutur Barjatya kepada NASA.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads