Kesetaraan gender kini semakin sering digaungkan. Meski begitu, menurut Forum Ekonomi Dunia, diperkirakan butuh sekitar satu abad lagi agar masalah permasalahan gender ini selesai, dalam artian kesetaraan gender benar-benar terwujud.
Menurut laman e-learning Kementerian LHK, kesetaraan gender sendiri merujuk pada kesetaraan penuh antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak politik, ekonomi, sosial hingga budaya. Konsep ini pun merujuk pada situasi di mana tak ada orang yang ditolak aksesnya atas hak-hak tersebut. Lantas, apa yang menjadi faktor penyebab permasalahan gender?
Faktor Penyebab Permasalahan Gender
Faktor-faktor penyebab dari permasalahan gender di antaranya adalah budaya patriarki, pendidikan dan perlindungan hukum yang tidak setara, hingga pola pikir masyarakat. Begini penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Budaya Patriarki
Mengutip laman Council of Europe, budaya patriarki dan seksisme telah lama dipegang oleh hampir seluruh warga di dunia. Perempuan-perempuan ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah.
Sehingga, banyak orang yang menganggap sosok perempuan adalah individu yang harus tunduk di bawah kontrol laki-laki. Jadi, untuk melegitimasi posisinya, pria diperkenankan melakukan kekerasan untuk perempuan yang dianggap tidak taat sebagai hukuman.
Hal ini juga dibarengi dengan pembatasan gerak agar posisi perempuan tak pernah sama dengan pria. Selain itu, perempuan juga menjadi korban tindak kriminal dan eksploitasi sosial yang tak bisa berbuat apa-apa.
2. Pendidikan
Akses perempuan terhadap pendidikan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki. Menurut Human Right Careers, karena perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki, hal ini berdampak besar pada pekerjaan yang akan diperoleh.
3. Perlindungan Hukum
Berdasarkan penelitian dari World Bank di 2024, perempuan hanya menikmati dua pertiga hukum yang dinikmati laki-laki, yang diperlukan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, pernikahan anak dan pembunuhan. Meski hanya 151 negara mempunyai undang-undang yang melarang pelecehan seksual di ruang publik. Hal ini menghalangi perempuan menggunakan transportasi umum untuk berangkat kerja.
Sebagian besar perempuan bahkan enggan melaporkan ketidakadilan karena takut tidak mendapat perlindungan yang layak. Satu contoh, misalnya dalam masalah pelecehan seksual, perempuan menganggap hal itu sebagai aib yang harus disembunyikan, sehingga tidak mau melaporkan pelaku.
4. Kesetaraan Kerja
Hanya sedikit negara yang memberi perempuan hak kerja legal yang sama dengan laki-laki. Padahal menurut studi, jika lapangan kerja menjadi seimbang, maka hal ini mempunyai efek domino yang positif terhadap bidang-bidang lain yang rentan terhadap ketidaksetaraan gender.
Di 62 negara pun usia pensiun laki-laki dan perempuan tidak sama dan hal ini berdampak pada uang pensiun yang diterima. Saat perempuan menerima gaji yang lebih rendah saat bekerja, mengambil cuti melahirkan, dan pensiun lebih awal, mereka akan mendapat manfaat uang pensiun yang lebih kecil dan ketidakamanan finansial yang lebih besar di hari tua.
5. Politik
Per tahun 2019, 11 kepala negara adalah perempuan. Meski ada kemajuan dalam bidang ini selama bertahun tahun, perempuan masih sangat kurang terwakili dalam pemerintahan dan proses politik. Hal ini berarti isu-isu seperti pensiun, undang-undang kesetaraan gender dan lainnya sering terabaikan.
6. Pola Pikir Masyarakat
Pola pikir masyarakat memiliki dampak yang signifikan terhadap ketidaksetaraan gender. Cara masyarakat menentukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan memainkan peran dalam setiap bidang, seperti dalam sistem hukum atau dalam bidang ketenagakerjaan.
Itulah sejumlah faktor permasalahan gender yang terjadi di masyarakat. Semoga informasi ini memperluas pengetahuanmu.
(elk/row)