Kesehatan mental anak ditentukan oleh banyak hal. Gender, kesehatan fisik, status sosial ekonomi, hingga genetik. Namun menurut sebuah studi baru, gaya pendisiplinan yang keras tidak memberikan banyak manfaat bagi anak-anak.
Orang tua mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mendisiplinkan anaknya. Beberapa mencoba menawarkan insentif atau motivasi positif, yang lain mengandalkan hukuman atau campuran keduanya.
Dampak Pendisiplinan yang Keras
Pola asuh yang keras sering kali melibatkan disiplin keras yang bersifat fisik atau psikologis. Para orang tua ini sering membentak anak-anak mereka atau memberikan hukuman fisik, mengisolasi anak-anak jika mereka berperilaku buruk, bahkan ada yang menghukum anaknya berdasarkan suasana hati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendisiplinan seperti ini merusak harga diri anak-anak dan menurut penelitian baru, juga meningkatkan risiko masalah kesehatan mental.
Riset ini diketuai oleh Ioannis Katsantonis, peneliti doktoral di Fakultas Pendidikan, Universitas Cambridge, dan Jennifer Symonds, Associate Professor di School of Education, University College Dublin. Mereka mengamati 7.500 anak di Irlandia.
Semua anak mengisi kuesioner ketika mereka berusia 3, 5, dan 9 tahun. Kuesioner mengukur seberapa banyak anak mengeksternalisasi dan menginternalisasi gejala yang berhubungan dengan masalah kesehatan mental.
Orang tua juga diprofilkan berdasarkan seberapa besar kecenderungan mereka terhadap salah satu dari tiga gaya pengasuhan yakni pola asuh yang hangat (mendukung dan memperhatikan kebutuhan anak), konsisten (menawarkan dukungan tetapi juga harapan yang jelas), dan agresif.
Secara keseluruhan, 83,5% anak-anak mempunyai risiko rendah. Lainnya (6,43%) berisiko ringan, tetapi sejumlah besar anak (10,07%) ditemukan mempunyai risiko tinggi dalam kesehatan mentalnya.
Selain itu, pola asuh yang tidak hangat meningkatkan kemungkinan anak-anak berada dalam kelompok risiko tinggi sebesar 1,5 kali lipat. Perbedaan kedua gaya pengasuhan lainnya tidak memberikan pengaruh yang besar.
Sebabkan Masalah Kesehatan Mental yang Tak Perlu
Para peneliti mengatakan kesimpulan utamanya adalah pola asuh yang tidak bersahabat tampaknya menyebabkan masalah kesehatan mental yang tidak perlu pada anak-anak.
"Fakta bahwa satu dari 10 anak berada dalam kategori risiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental merupakan suatu kekhawatiran dan kita harus menyadari peran orang tua dalam hal tersebut," kata Katsantonis, dikutip dari ZME Science.
"Kami tidak menyarankan agar orang tua tidak menetapkan batasan tegas terhadap perilaku anak-anak mereka, tetapi sulit untuk membenarkan tindakan disiplin yang keras, mengingat implikasinya terhadap kesehatan mental," imbuhnya.
"Temuan kami menggarisbawahi pentingnya melakukan segala kemungkinan untuk memastikan bahwa orang tua didukung untuk memberikan pendidikan yang hangat dan positif kepada anak-anak mereka, terutama jika situasi yang lebih luas menempatkan anak-anak tersebut pada risiko kesehatan mental yang buruk," ujar Symonds.
"Menghindari iklim emosional yang tidak bersahabat di rumah tidak serta merta mencegah terjadinya dampak kesehatan mental yang buruk, tetapi membantu," lanjutnya.
Bagi anak-anak yang dianggap berisiko tinggi, dukungan dan bimbingan yang disesuaikan dengan kondisi sangatlah penting. Demikian pula, bimbingan dan pelatihan bagi orang tua baru dapat membantu dan mengurangi jumlah anak yang menghadapi kesulitan kesehatan mental.
"Dukungan yang tepat dapat berupa sesuatu yang sederhana seperti memberikan informasi yang jelas dan terkini kepada orang tua baru tentang cara terbaik mengelola perilaku anak kecil dalam berbagai situasi," Katsantonis menyimpulkan.
Katsantonis menegaskan jelas ada bahaya bahwa gaya pengasuhan yang keras dapat memperburuk risiko kesehatan mental.
(nah/pal)