Narasi mengenai munculnya kembali Selat Muria baru-baru ini mengemuka setelah banjir melanda Kabupaten Demak dan sekitarnya. Selat Muria dulu pernah memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Muria.
Menurut Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Adrin Tohari, penting adanya penelitian terkait narasi munculnya kembali Selat Muria yang dihubungkan dengan ancaman bencana alam seperti banjir besar di wilayah pesisir Demak.
Adrin mengatakan perlu ada pemahaman komprehensif tentang karakteristik sumber bahaya geologi untuk mitigasi bencana yang efektif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Isu munculnya Selat Muria ini perlu dilihat dari kejadian bencana banjir besar yang terjadi di wilayah pesisir Demak akibat faktor cuaca ekstrim dan juga kontribusi penurunan tanah. Untuk itu riset terkait aspek cuaca ekstrim, dan penurunan tanah sangat penting dilakukan di wilayah pesisir Demak," jelas Adrin.
Pentingnya Riset Cuaca Ekstrem & Penurunan Tanah di Demak
Adrin menjelaskan riset mengenai cuaca ekstrem dan penurunan tanah di daerah pesisir Demak adalah langkah penting dalam memahami dan mengurangi risiko bencana. Sebelumnya tim dari LIPI telah melakukan riset pada 2017-2019.
Penelitian dari LIPI tersebut mengungkap laju penurunan tanah di Kota Demak capai 2,4-2,5 cm/tahun. Hal ini disebabkan proses pemadatan alami dan penurunan muka air tanah.
Pada sisi lainnya, Adrin mengatakan fokus penelitian di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN mengenai empat jenis bencana geologi yang utama yaitu gempa bumi, tsunami, gunung api, dan pergerakan tanah. Menurutnya, riset dan inovasi di bidang kebencanaan geologi adalah langkah krusial dalam melakukan mitigasi risiko bencana secara efektif.
Dengan pemahaman komprehensif soal karakteristik sumber bahaya geologi dan penerapan teknologi pemantauan yang tepat, maka masyarakat bisa lebih siap dalam menghadapi ancaman bencana alam, termasuk potensi risiko di sekitar Selat Muria.
"Mitigasi bencana itu memerlukan pengetahuan yang komprehensif mengenai karakteristik sumber bahaya geologi. Riset kebencanaan geologi yang dilakukan harus dapat menghasilkan informasi ilmiah terkait karakteristik sumber bahaya geologi dan kerentanan suatu wilayah terhadap risiko bencana dan juga teknologi pemantauan sumber bahaya yang murah untuk dapat mendukung upaya mitigasi bencana geologi secara efektif," ujar Adrin.
(nah/nwk)