Memasuki musim pancaroba, berbagai wilayah di Indonesia mengalami banjir. Beberapa kota pesisir di Jawa Tengah merasakan dampak cuaca ekstrem ini, seperti Demak, Pati, dan Kudus. Banjir di daerah itu disebut mengungkit Selat Muria.
Selat Muria semula merupakan lautan sempit pemisah Pulau Jawa dan Gunung Muria. Selat ini telah hilang dan menjadi daratan sekitar 300 tahun lalu.
Beberapa waktu terakhir, viral narasi di media sosial X yang menyebut Selat Muria muncul lagi karena penurunan tanah di pesisir Demak, Jawa Tengah. Banjir juga disebut-sebut menjadi salah satu penyebab kemunculan selat yang hilang itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heri Andreas, pakar geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan selat Muria hilang 300 tahun yang lalu karena proses sedimentasi. Akibatnya, permukaan tanah semakin tinggi, sedangkan permukaan tanah saat ini mengalami penurunan.
"Artinya yang tanahnya jadi tinggi akibat sedimentasi perlahan mulai rendah. Kalau lebih rendah dari laut teorinya bisa tergenang lagi," ujarnya dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (22/3/2024).
Bukan Karena Banjir
Kemunculan selat Muria yang viral dikaitkan dengan banjir di Kota Demak dan sekitarnya. Meski begitu, pakar geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eko Soebowo mengatakan banjir bukan penyebab utama mengapa selat Muria bisa muncul kembali.
Ia menjelaskan, banjir bisa membuat daratan kembali lebih tinggi, tetapi tidak serta-merta memicu munculnya selat. Banjir bisa mengisi sedimentasi di daerah selat Muria dengan material-material yang berasal dari semua sungai di daerah tersebut.
"Banjir bisa mengisi sedimentasi di daerah selat dari Muria, selatan Demak, selatan Semarang, semua sungai-sungainya bermuara di daerah pantura dan membawa material, membuat pendangkalan. Tetapi banjir bukan menyebabkan selat terjadi lagi," ungkapnya.
Terkait banjir yang terjadi dalam jangka waktu lama di daerah Demak dan sekitarnya, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhammad Wafid menjelaskan banjir yang terjadi di 'kota wali' ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
"Yakni curah hujan yang tinggi, kerusakan infrastruktur tanggul, dan kondisi lapisan tanah di bawah permukaan yang didominasi lapisan lempung lunak yang cenderung bersifat impermeable, sehingga lama meloloskan air," jelasnya dikutip dari detiknews.
Selain itu, Wafid mengatakan kemungkinan hadirnya banjir rob dapat menyebabkan banjir cukup tinggi di daerah pesisir. Banjir ini berisiko berlangsung relatif lama.
Faktor Penyebab Selat Muria Muncul Lagi
Dengan terjadinya penurunan tanah, berbagai pakar setuju bila ada kemungkinan selat Muria kembali muncul di permukaan. Terlebih beberapa wilayah terus mengalami penurunan muka tanah.
Penurunan muka tanah tersebut dinilai bisa terjadi karena dua faktor, yakni alami dan antropogenik atau dampak aktivitas manusia.
Faktor alami mencakup karakteristik tanah sedimen muda yang membuatnya pasti mengalami penurunan sekitar 1 sentimeter per tahun.Sedangkan faktor antropogenik atau ulang manusia menjadi penyebab utama dalam penurunan muka tanah.
Heri menyebut hal ini berkaitan dengan beban infrastruktur di tanah lunak dan eksploitasi air tanah. Dampaknya, penurunan muka tanah bisa terjadi hingga 7-8 sentimeter per tahun.
Meskipun terus mengalami penurunan, Wafid menjelaskan selat Muria tidak akan terbentuk kembali dalam waktu dekat. Menurutnya, selat Muria baru akan muncul kembali jika terjadi proses geologi dahsyat seperti gempa Bumi tektonik dengan kekuatan sangat besar. Sebab, proses tersebut berpotensi memicu terjadinya amblesan tiba-tiba (graben) dan luas.
Ia menyimpulkan penurunan muka tanah tidak cukup sebagai faktor penyebab hadirnya Selat Muria yang telah lama hilang.
"Kalaupun terjadi, akan memerlukan waktu yang sangat lama (skala waktu geologi; ratusan sampai ribuan tahun) dan kecepatan penurunannya harus seragam, mulai dari Demak hingga Pati," tuturnya.
(det/twu)