Satelit Cuaca Tangkap Fenomena Badai Luar Angkasa, Apa Bahayanya bagi Bumi?

ADVERTISEMENT

Satelit Cuaca Tangkap Fenomena Badai Luar Angkasa, Apa Bahayanya bagi Bumi?

Devita Savitri - detikEdu
Minggu, 24 Mar 2024 19:00 WIB
badai luar angkasa
Satelit cuaca tangkap fenomena badai luar angkasa, para ilmuwan jelaskan dampaknya untuk Bumi. Foto: Science.howstuffworks
Jakarta -

Sebuah fenomena langka pernah terjadi pada tahun 2014 jauh di atas Kutub Utara. Kala itu angin matahari bertiup melalui ionosfer dalam badai raksasa yang menghasilkan hujan listrik.

Ketika fenomena itu terjadi, satelit yang melewati wilayah tersebut terganggu dan mengalami perubahan tak terduga dalam medan geomagnetik. Karena baru pertama kali terjadi, para ilmuwan mengamati dan mendokumentasikan fenomena yang mereka juluki sebagai "badai luar angkasa".

Apa Itu Badai Luar Angkasa?

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada bulan Februari 2021, badai luar angkasa ini pertama kali terdokumentasi pada 20 Agustus 2014. Fenomena ini terjadi jauh di bagian atas atmosfer Bumi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti tornado, badai berbentuk spiral plasma ini berputar di atas lapisan magnet Kutub Utara selama hampir delapan jam. Memang, kejadiannya tidak terlihat oleh mata manusia, namun satelit cuaca menangkap secara jelas fenomena ini.

Ahli Meteorologi Accuweather, Brian Lada menjelaskan badai ini berisi berbagai partikel dari matahari yang berinteraksi dengan medan magnet Bumi. Alasan mengapa nama 'badai' dipilih karena kejadiannya berputar mirip dengan siklon tropis.

ADVERTISEMENT

Bedanya bila badai di Bumi memiliki presipitasi (kandungan kelembapan) air, badai luar angkasa memiliki kandungan listrik yang dapat menciptakan aurora indah. Namun, aurora ini menurut Lada luput dari pantauan manusia karena saat terjadi musim panas sedang berlangsung di belahan Bumi Utara.

"Itu waktu terburuk dalam setahun untuk mencari aurora karena siang hari jauh lebih lama daripada malam hari," jelas Lada dikutip dari Science How Stuff Works.

Perbedaan lain antara badai Bumi dan luar angkasa adalah ukurannya yang jauh lebih besar. Badai luar angkasa terjadi di bagian ionosfer yang membentang antara 50-600 kilometer di atas permukaan Bumi.

Alasan Terjadinya Badai Luar Angkasa

Terkait alasan, para ilmuwan belum yakin mengapa fenomena ini bisa terjadi. Tetapi ada beberapa teori yang mungkin bisa menjawabnya.

Ahli meteorologi senior AccuWeather, David Samuhel menjelaskan fenomena ini berkaitan dengan kondisi elektromagnetik pada tahun 2014. Pada saat itu, Matahari berada pada siklus maksimumnya.

Ketika badai terjadi, aktivitas geomagnetik sedang berada di titik rendah. Keadaan ini dinilai kemungkinan besar mirip dengan kondisi yang mendukung terjadinya badai di Bumi.

"Sepertinya hal itu terjadi saat kondisi sepi, aktivitas geomagnetik sangat sedikit dan angin matahari rendah. Ini mengingatkan saya pada badai," jelasnya.

Badai terbentuk karena angin yang bertiup kencang dan berputar di sebuah titik pusat hingga menciptakan petir. Setelah pusatnya terbentuk, badai petir ini bisa menjadi semakin kuat dan berputar lebih cepat hingga angin lebih kencang menyudahinya.

"Jadi, kemungkinan besar kombinasi yang tepat dari terbentuknya badai luar angkasa berkaitan dengan kondisi atmosfer dan menghilang ketika kondisi tersebut berubah," kata Samuhel.

Dampak untuk Bumi

Lalu, apa yang akan terjadi kepada Bumi dengan hadirnya badai luar angkasa? Lada menjelaskan bila sebagian besar badai luar angkasa tidak berbahaya.

Jika cukup kuat badai ini berpotensi menyebabkan beberapa gangguan di Bumi, seperti gangguan sinyal GPS, gelombang radio dan dalam kasus ekstrim masalah pada jaringan listrik. Namun, wilayah yang paling kena dampak gegara fenomena ini hanya di wilayah kutub.

Setelah menemukan badai luar angkasa pertama ini, para ilmuwan mulai coba menentukan di mana dan seberapa sering kemungkinan badai terjadi.

Diketahui matahari akan kembali mencapai batas maksimumnya pada bulan Juli 2025 sehingga badai luar angkasa mungkin akan terjadi lagi. Namun, siklus matahari dinilai lebih fleksibel dibandingkan proses Bumi mengelilingi Matahari.

Sehingga untuk saat ini kita tidak perlu khawatir karena para ilmuwan mungkin baru akan menyadari terjadinya badai luar angkasa ketika fenomena itu benar-benar berlangsung.




(det/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads