Pegunungan Himalaya adalah tempat yang membentang sepanjang sekitar 2.400 km dan memiliki puncak-puncak bagi gunung tertinggi di dunia. Puncak tertingginya berada di Gunung Everest dengan ketinggian mencapai 8.850 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Pegunungan Himalaya memisahkan anak benua India dan Eurasia. Wilayah ini masuk dalam lima negara yakni India, Bhutan, China, Pakistan, dan Nepal.
Di balik bentangan pegunungan Himalaya ini, ternyata terdapat misteri yang mendalam tentang pergerakan lempeng benua yang membentuk lanskap pegunungan tersebut.
Tabrakan Lempeng Memengaruhi Struktur Pegunungan Himalaya
Dikutip dari NBC News, pegunungan Himalaya diketahui terbentuk karena dua lempeng tektonik raksasa saling bertabrakan. Namun, baru-baru ini, penelitian baru mengungkapkan bahwa tabrakan lempeng benua yang berlanjut, bisa menimbulkan adanya potensi pembelahan Tibet.
Tim ilmuwan dari China dan Amerika Serikat melakukan studi yang mendalam tentang fenomena ini. Mereka menganalisis gelombang seismik yang dihasilkan oleh gempa Bumi di sekitar wilayah Tibet serta mengamati komposisi gas di mata air panas di permukaan Bumi.
Temuan mereka mengindikasikan bahwa lempeng India, yang sedang menunjam di bawah lempeng Eurasia, mungkin sedang terbelah di bawah Tibet. Hal ini berpotensi membawa dampak signifikan bagi wilayah tersebut.
Meskipun temuan ini masih memerlukan peninjauan lebih lanjut oleh sesama ilmuwan, para peneliti berspekulasi bahwa pembelahan lempeng ini dapat memengaruhi struktur pegunungan Himalaya, membaginya menjadi dua bagian yaitu, bagian timur dan bagian barat.
Para ilmuwan telah mengetahui bahwa tumbukan dua lempeng tektonik, yang dimulai sekitar 60 juta tahun yang lalu, menyebabkan tepi lempeng Eurasia melengkung, menggembung, dan terpelintir hingga membentuk wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Pegunungan Himalaya.
Namun apa yang sebenarnya terjadi di bawah tanah ketika lempeng India terus bergerak masih menjadi misteri.
Potensi Gempa Bumi dari Tabrakan Lempeng Tektonik
Peneliti mengatakan bahwa pembelahan lempeng yang diusulkan dapat menjadi zona kelemahan yang berpotensi meningkatkan risiko gempa Bumi besar.
Lempeng tektonik terdiri dari kerak bumi dan lapisan atas mantel yang kaku yaitu mantel litosfer. Planet Bumi memiliki sekitar selusin lempeng tektonik besar dan tidak beraturan, sehingga secara konstan dapat menabrak, mendorong, meluncur ke bawah, atau merenggang satu sama lain.
"Kerak dan bagian mantel yang kaku seharusnya bergerak bersama, tapi penelitian ini menunjukkan bahwa mantel litosfer mengelupas, meninggalkan kerak," kata Zach Eilon, profesor geofisika di University of California, Santa Barbara.
"Hal ini menarik dan, dalam beberapa hal, sebenarnya sedikit kontroversial," tambahnya.
Dalam hal ini, peneliti berspekulasi bahwa robekan lempengan yang terjadi akan membagi rangkaian pegunungan sepanjang panjangnya.
"Ketika lempeng tersebut terbelah menjadi dua bagian di bawah tanah, hal ini dapat membuka wilayah tersebut terhadap gempa Bumi dan bahaya lainnya," kata para ilmuwan.
Sementara itu, wilayah Himalaya dan Tibet kini dikenal sebagai satu-satunya tempat bagi tabrakan lempeng benua yang terjadi secara real time. Sebelumnya, tumbukan yang besar juga terjadi berkali-kali dalam sejarah Bumi, sejak 350 hingga 400 tahun yang lalu dalam proses menciptakan pegunungan Appalachia.
Wilayah tersebut, bukan hanya tempat wisata yang menakjubkan, tetapi juga laboratorium alami yang memungkinkan untuk memahami sejarah dan proses alamiah Bumi secara lebih baik.
Simak Video "Video: Momen Tim SAR Evakuasi Korban Banjir-Longsor di Pegunungan Arfak"
(faz/faz)