Bukti Perubahan Iklim Kian Mengancam: Wabah Kolera Semakin Parah di Afrika

ADVERTISEMENT

Bukti Perubahan Iklim Kian Mengancam: Wabah Kolera Semakin Parah di Afrika

Luthfi Zian Nasifah - detikEdu
Jumat, 01 Mar 2024 13:30 WIB
Medical personnel attend patients with cholera symptoms at a clinic run by Doctors Without Borders in Port-au-Prince, Haiti, Thursday, Oct. 27, 2022. For the first time in three years, people in Haiti have been dying of cholera, raising concerns about a potentially fast-spreading scenario and reviving memories of an epidemic that killed nearly 10,000 people a decade ago. (AP Photo/Ramon Espinosa)
Foto: AP Photo/Ramon Espinosa/Ilustrasi penyakit kolera saat menjangkit wilayah Haiti
Jakarta -

Cuaca ekstrem yang berkaitan dengan perubahan iklim dan kerusakan yang ditimbulkannya berdampak signifikan terhadap kesehatan. Dampak terburuk yang teridentifikasi akibat perubahan iklim ini adalah wabah kolera.

Kolera adalah penyakit diare yang menyebar di tempat-tempat dengan akses air bersih yang terbatas dan air konsumsi yang terkontaminasi. Praktik sanitasi dan buruknya kebersihan mempercepat penyebaran penyakit ini.

Wabah kolera semakin memburuk dari tahun ke tahun. Dilansir dari laman Al Jazeera, setiap kasus dan kematian akibat kolera masih dapat dicegah pada abad ke-21.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, masih banyak anak di seluruh dunia yang menderita hingga meninggal akibat wabah ini hingga hari ini.

Perubahan Iklim Memperburuk Penyakit Kolera

Penyebab penyakit kolera dikombinasikan dengan perubahan iklim. Pada beberapa tahun terakhir krisis iklim semakin parah dan jumlah wabah kolera turut meningkat.

ADVERTISEMENT

UNICEF mengungkapkan ada 30 negara yang mengalami peningkatan wabah kolera pada tahun 2022 hingga 145% dari rata-rata lima tahun sebelumnya.

Pemicu wabah kolera disebabkan oleh perubahan iklim, seperti terjadi badai tropis hebat, hujan lebar, dan banjir yang mampu merusak infrastruktur air dan sanitasi, serta limbah yang tidak diolah sehingga bisa mengontaminasi sumber air bersih.

Dampak nyata akan perubahan iklim terhadap kesehatan kini tengah terjadi di Afrika.

"Penyebab utama kolera di Afrika adalah perubahan iklim," ujar Direktur Jenderal CDC Afrika Jean Kaseya, dikutip dari Time.

Kurangnya Dosis Vaksin Sementara Wabah Menyebar ke Negara Tetangga

Zambia, menjadi salah satu negara di Afrika yang mengalami wabah kolera terburuk. Saat ini, terdapat lebih dari 18.000 kasus wabah kolera terkonfirmasi. Penyakit ini menewaskan lebih dari 600 orang, sepertiganya adalah anak-anak.

Lembaga bantuan memberi peringatan 'krisis kesehatan yang tidak terkendali' di Zambia karena kasus tersebut.

Sebagian besar orang yang tertular penyakit melalui air berhasil diobati. Seperti mereka yang mengalami dehidrasi parah akibat muntah dan diare.

Pemberian larutan rehidrasi oral yang cepat menjadi lebih sulit ketika masyarakat memiliki kekebalan tubuh yang rendah karena kesehatan umum yang buruk dan rendahnya tingkat vaksinasi.

Vaksin kolera saat ini menjadi salah satu penghambat penanganan wabah kolera. "Terdapat 15 hingga 18 juta dosis vaksin secara global, namun Afrika membutuhkan hingga 80 juta dosis," ungkap Kaseya.

Diketahui, dari 3,2 juta dosis, Zambia baru memperoleh 1,7 juta dosis. Dengan total dosis yang seharusnya 3,2 juta juga, Zimbabwe baru memperoleh 800.000 dosis.

Sementara Kongo menjadi salah satu negara yang cukup parah membutuhkan 5 juta dosis, tetapi tidak memiliki satupun vaksin.

Negara-negara yang diklasifikasikan PBB sebagai negara terbelakang, salah satunya Zambia, menunjukkan kesenjangan yang signifikan terhadap masyarakat global, akses terhadap air yang tidak memadai, sanitasi dan kebersihan berkelanjutan di antara masyarakat miskin.

Sebanyak 28% rumah tangga di Zambia tidak memiliki akses terhadap air bersih dan di daerah pedesaan meningkat menjadi 42%. Maka tak heran Zambia dilanda wabah kolera begitu mengerikan.

Negara-negara tetangga Zambia mulai terserang penyakit kolera ini. Jutaan orang telah mengalami kesulitan mendapat akses air bersih dan sanitasi, serta menghadapi dampak dari cuaca ekstrim. Hal ini dapat mengancam krisis kesehatan regional yang sangat parah.

Malawi, salah satu negara tetangga Zambia dan terbelakang di dunia, berada dalam proses pemulihan dari wabah kolera besar pada 2023. Wabah tahun lalu menjadi yang terburuk dalam sejarah Malawi sekaligus menjadi kondisi terburuk di Afrika.

Sekitar 59.000 kasus dan 1.750 kematian tercatat dalam wabah ini, namun dengan banyaknya kasus yang tidak dilaporkan, jumlah ini tentu di luar perkiraan.

Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Wabah Kolera

PBB memiliki tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu air bersih dan sanitasi untuk semua pada tahun 2030 mendatang. Tujuan ini masih jauh dari harapan.

Dibutuhkan upaya global dan investasi berkelanjutan pada air bersih agar seluruh masyarakat terbebas dari penyakit kolera.

WaterAid menyerukan kepada para pemimpin dunia, pemerintah, sektor swasta, agar perwujudan air bersih, kelayakan toilet dan kebersihan bagi siapapun dan dimanapun, terutama di wilayah yang rentan perubahan iklim, menjadi prioritas saat ini.

Ancaman perubahan iklim yang kian tak terbendung, harus segera disudahi agar kasus kematian akibat wabah kolera dapat dihindari di Afrika dan seluruh dunia.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads