Aurora, cahaya magis yang biasanya muncul di langit Kutub Utara dan Antartika ternyata terjadi juga di planet-planet lain. Salah satu yang diamati di Uranus. Bagaimana penampakan aurora di Uranus?
Aurora ternyata juga terjadi baik di planet dalam gugusan Galaksi Bima Sakti dan di luar gugusan galaksi. Di dalam sistem Tata Surya sendiri, para ilmuwan sedang mengamati aurora di Uranus secara detail baru-baru ini. Para peneliti di Universitas Leicester, Inggris, baru-baru ini mendeteksi aurora inframerah di planet es raksasa tersebut.
"Kami menganalisis planet ini selama enam jam untuk melihat apakah ada variasi dalam pancaran inframerahnya," kata Emma Thomas, peneliti utama studi ini, sekaligus mahasiswa PhD yang mempelajari aurora planet-planet di Universitas Leicester seperti dilansir dari BBC, ditulis Senin (15/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ilmuwan mendapati, ternyata aurora di Uranus tidak dapat ditangkap mata manusia. Hal ini lantaran aurora di Uranus menghasilkan cahaya berspektrum elektromagnetik yang tidak bisa ditangkap mata manusia seperti, ultraviolet, inframerah, hingga gelombang radio.
Aurora yang berbeda dengan di Bumi ini juga dikarenakan gas yang terkandung di atmosfer Uranus berbeda unsur dengan di Bumi. Atmosfer Uranus mengandung paling banyak gas hidrogen dan helium.
Adalah pesawat luar angkasa Voyager 2 milik NASA yang menemukan aurora ultraviolet dan gelombang radio di planet ini, saat terbang melintas pada 1986. Namun, belum terdeteksi aurora inframerah saat itu. Jadi, temuan terbarunya adalah aurora inframerah, yang bisa jadi sangat berharga secara ilmiah.
"Sekarang kami bisa melihat aurora inframerah, kami bisa mulai mencari tahu bagaimana prosesnya," kata Thomas.
Aurora inframerah ini bisa terjadi karena bagian atas Uranus jauh lebih panas daripada yang sudah diperkirakan sebelumnya oleh para peneliti. Padahal, Uranus adalah planet dingin dan jauh dari Matahari.
Wahana antariksa yang melintas di sana menunjukkan bahwa temperatur bagian atas Uranus berkisar antara 220-420 derajat Celsius, jauh lebih panas jika planet ini hanya bergantung pada panas Matahari dan jika dibandingkan dengan tetangganya, Saturnus, yang berukuran lebih besar. Suhu yang panas ini mungkin akibat panas yang dipancarkan ke planet ini oleh aurora.
Aurora di Bumi
Sedangkan di Bumi, proses terjadinya aurora muncul akibat interaksi medan magnet Bumi dengan partikel bermuatan listrik dari Matahari. Partikel yang menempuh perjalanan 149 juta kilometer menuju Bumi, terperangkap oleh medan magnet Bumi. Medan magnet Bumi ini kemudian mengarahkannya ke kutub, utara maupun selatan.
Berhubung atmosfer Bumi terdiri dari nitrogen dan oksigen, maka tumbukan medan magnet Bumi dengan partikel bermuatan listrik Matahari ini menghasilkan tirai cahaya dramatis yang masih dalam spektrum kasat mata manusia. Atom-atom atmosfer menyerap energi dari pertemuan ini dan melepasnya pada panjang gelombang cahaya tertentu.
Bila tumbukan ini terjadi di atmosfer dengan dominan gas nitrogen, maka akan menghasilkan cahaya dominan biru. Namun bila tumbukan terjadi di atmosfer dengan dominan oksigen, akan menghasilkan cahaya hijau.
Selain itu, ketinggian tumbukan medan magnet dan partikel bermuatan listrik Matahari itu juga berpengaruh. Contoh bila partikel berenergi tinggi bertabrakan dengan atom oksigen di ketinggian 200-500 kilometer di atas permukaan Bumi, cahayanya bukan hijau tapi merah. Cahaya hijau akan terjadi bila tumbukan berada pada ketinggian 100-250 kilometer. Warna merah muda dan ungu akan muncul pada ketinggian yang lebih rendah dari 100 kilometer di atas permukaan Bumi.
(nwk/erd)