Dokter Lo dalam Kenangan, Alumnus Unair Pelayan Kaum Papa

ADVERTISEMENT

Dokter Lo dalam Kenangan, Alumnus Unair Pelayan Kaum Papa

detikJateng - detikEdu
Rabu, 10 Jan 2024 11:30 WIB
Suasana rumah duka tempat Dokter Lo Siauw Ging disemayamkan, Selasa (9/1/2024).
Semasa hidup, dokter Lo tak segan menebus obat bagi pasien yang dianggap kesulitan keuangan. Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikjateng
Jakarta -

Kabar duka datang dari Solo, Jawa Tengah. Dokter Lo Siauw Ging atau yang dikenal dengan panggilan dokter Lo wafat di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, Selasa (9/1/2024) pada usia 89 tahun.

Di kota Solo, Lo dikenal sebagai dokter yang dermawan. Ia tak pernah meminta bayaran atau memilih-milih pasien. Bahkan ia tak segan menebus obat-obatan bagi pasien yang dianggapnya kesulitan dalam hal keuangan.

Dokter Lo lahir di Magelang pada 16 Agustus 1934 dari keluarga pengusaha tembakau. Ia kemudian memilih kuliah di pendidikan kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya selepas sekolah menengah dan lulus pada 1962.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lulus dari Unair, Dokter Lo menjadi pegawai negeri sipil. Tugasnya berpindah-pindah dari desa satu ke desa yang lain di Jawa Tengah. Ia pernah bertugas di Gunungkidul, Sleman, Boyolali, Wonogiri, dan berbagai daerah lainnya. Pengabdiannya itu membuatnya selalu bersentuhan dengan masyarakat desa yang hidup sederhana.

Setelah berpindah dari satu daerah ke daerah lain, ia menuju Solo. Dokter Lo membuka praktik sendiri di rumah kontrakannya, Kampung Sorogenen, Solo. Saat itu, Sorogenen merupakan salah satu kampung padat penduduk berpenghasilan rendah.

ADVERTISEMENT

Buka Praktik di Kampung Jagalan

Di kampung itulah ia menikahi Gan May Kwee, gadis yang 13 tahun lebih muda darinya. Pasangan ini lantas pindah ke Kampung Jagalan, tempat yang saat ini dijadikan lokasi praktik sekaligus kediaman.

"Rumah ini kami bangun sedikit demi sedikit. Keluarga istri, terutama paman istri saya, memberikan banyak bantuan untuk membangun rumah ini," kenang Dokter Lo pada detik Jateng beberapa waktu lalu.

Dalam usia mendekati 80, Dokter Lo masih melayani puluhan pasien. Memang tak semua pasien berasal dari kalangan miskin, ada juga yang berduit. Kepada yang kaya ini pun, ia tidak memasang tarif. Sebagian di antaranya membayar dengan cara meletakkan amplop berisi uang di meja konsultasi.

Kepada pasien yang tak mampu, Dokter Lo memberi resep bertanda khusus untuk dibawa apotek yang telah ditunjuknya. Pihak apotek akan memberikan obat itu kepada si pasien secara gratis. Tagihannya akan dibebankan kepada Dokter Lo di akhir bulan.

Kedermawanan itu diterapkan Dokter Lo ketika dipercaya mengelola RS Kasih Ibu, Solo sebagai direktur antara tahun 1981 hingga 2004. Dia meminta jajarannya tidak memungut uang muka bagi pasien rawat inap.

Ketika itu, RS Kasih Ibu banyak menerima pasien yang telah ditolak oleh banyak rumah sakit karena tidak mampu membayar uang muka perawatan atau hanya karena sekadar tidak mampu menunjukkan KTP.

"Orang yang tidak bisa mengurus KTP pastilah orang yang hidupnya susah. Belum lagi pasien korban kecelakaan. Bagaimana mungkin orang yang terkena musibah mendadak di jalanan dan pasti tidak membawa uang cukup ini harus membayar uang muka. Padahal dia harus mendapatkan perawatan intensif karena musibah itu.," ujarnya.

Ia menambahkan,"Nilai kemanusiaan inilah yang harus dikedepankan. Puji syukur kebijakan itu masih dipertahankan RS Kasih Ibu sampai sekarang."

Kisah Dokter Lo selengkapnya bisa dibaca di sini.




(pal/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads