Studi: Macet di Jalan Sebabkan Depresi, Terparah pada Pekerja Berpenghasilan Rendah

ADVERTISEMENT

Studi: Macet di Jalan Sebabkan Depresi, Terparah pada Pekerja Berpenghasilan Rendah

Nimas Ayu Rosari - detikEdu
Kamis, 28 Des 2023 13:30 WIB
Atasi Kemacetan Jakarta, Pemprov DKI Anggarkan Rp 6,9 T
Foto: Chelsea Olivia Daffa
Jakarta -

Terjebak macet sudah pasti merupakan hal yang paling menyebalkan dan melelahkan. Orang yang terbiasa menempuh perjalanan jauh, memiliki waktu luang yang sedikit untuk melakukan aktivitas lain, seperti berolahraga dan hobi lainnya.

Terlalu lama di tengah kemacetan, membuat orang stres dan mendorong untuk mengkonsumsi alkohol, kurang tidur, hingga meningkatkan tekanan darah. Bahkan bukan karena macet saja, stres tersebut juga disebabkan oleh polusi udara.

Tingkat Depresi di Korea Selatan

Seperti Korea Selatan yang merupakan negara dengan waktu perjalanan rata-rata terpanjang dan tingkat depresi tertinggi di antara negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Para penduduknya dirasa mengalami efek kesehatan yang paling parah daripada penduduk negara lainnya, sebagaimana dilansir dari Science Alert.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah studi dalam Journal of Transport & Health, meneliti lebih dari 23.000 orang dan menemukan bahwa orang Korea Selatan yang bepergian lebih dari satu jam, terdapat lebih dari 16 persen mengalami gejala depresi daripada mereka yang menempuh perjalanan kurang dari 30 menit.

Survei lainnya melibatkan peserta dengan usia kerja mereka untuk menilai kesehatan mental mereka. Survei ini dilakukan oleh Dong Wook Lee dari Universitas Inha dan rekannya, menggunakan data dari Survei Kondisi Kerja Korea Kelima tahun 2017.

ADVERTISEMENT

Untuk menilai mereka, para peserta diminta untuk menjawab lima poin pertanyaan dari indeks kesejahteraan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Diketahui bahwa waktu perjalanan mereka rata-rata adalah 47 menit dan setara dengan hampir 4 jam perjalanan per minggu jika bekerja 5 hari. Dari hasil survei didapatkan bahwa seperempat dari 23.415 responden mengalami gejala depresi berdasarkan skor indeks mereka.

Hubungan antara perjalanan lebih dari satu jam dengan kesehatan mental ini terlihat lebih buruk pada pria yang belum menikah, bekerja lebih dari 52 jam per minggu, dan tidak memiliki anak. Sedangkan di antara kaum wanita, gejala depresi karena perjalanan jauh tersebut terlihat pada mereka yang bekerja berpenghasilan rendah, pekerja shift, dan memiliki anak.

"Dengan lebih sedikit waktu luang, orang bisa kekurangan waktu untuk meredakan stres dan lelah dengan tidur, melakukan hobi, atau lainnya," demikian dituliskan para peneliti dalam Korean Biomedical Review.

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan, seperti usia, jam kerja mingguan, pendapatan, pekerjaan, dan kerja shift, serta riwayat keluarga.

"Hubungan antara waktu perjalanan yang lama dengan gejala depresi ini ditemukan lebih kuat pada pekerja dengan penghasilan rendah," jelas para peneliti.

"Mengurangi waktu dan jarak perjalanan melalui peningkatan transportasi dapat memberikan lingkungan perjalanan yang lebih baik bagi orang dan mampu meningkatkan kesehatan mental mereka," demikian kesimpulan dari para peneliti.

Sementara berkaitan dengan jenis moda transportasinya, menurut studi tahun 2018 di Inggris, dinyatakan bahwa pengguna transportasi aktif seperti sepeda atau berjalan kaki dapat meningkatkan kesehatan mental.




(nwk/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads