Sempat DO Kuliah, Lulusan NUS Singapura Asal RI Bangkit dan Bangun Startup

ADVERTISEMENT

Sempat DO Kuliah, Lulusan NUS Singapura Asal RI Bangkit dan Bangun Startup

Fahri Zulfikar - detikEdu
Sabtu, 16 Des 2023 10:00 WIB
Christian Chonardo, lulusan NUS Singapura asal Indonesia yang kini bangun startup
Foto: Doc. Christian Chonardo
Jakarta -

Christian Chonardo sempat berjuang dengan kesehatan mental yang bermasalah saat duduk di bangku kuliah. Namun, ia akhirnya berhasil bangkit dan bisa melanjutkan pendidikan tinggi hingga berhasil membangun startup bidang kesehatan mental. Bagaimana kisahnya?

Sejak kecil hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), Christian menghabiskan waktu pendidikannya di Jakarta. Setelah lulus SMA, ia pergi melanjutkan studi ke Amerika, tepatnya di Princeton University.

Namun, setelah tiga tahun kuliah di Amerika, ia menghadapi isu kesehatan mental pada dirinya. Ia kemudian keluar dari Princeton University dan memutuskan pulang ke Jakarta untuk beristirahat dan pemulihan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena mental health issues karena depresi aku akhirnya pulang ke Jakarta untuk mengambil cuti. Cukup beruntung, aku bisa bangkit kembali, bisa memulihkan diri," ucapnya kepada detikEdu, melalui wawancara via zoom, Jumat (15/12/2023).

Saat ditanya mengenai bagaimana dia bisa bangkit, ia mengaku ada peran dari orang tua yang memberinya nilai-nilai penting dalam hidup.

ADVERTISEMENT

Salah satunya, harus belajar, memiliki integritas, dan paling penting, menurutnya, adalah bermanfaat bagi sekitar.

"Dari orang tua tekenin harus belajar, penting. Tapi yang lebih penting itu berdampak ke masyarakat, harus integritas tinggi. Nilai (hidup) yang penting si," terangnya.

Lanjut Studi ke NUS Singapura

Setelah perlahan bangkit, Christian kemudian melanjutkan studi sarjana yang sempat tertunda. Ia mendaftar ke National University of Singapore (NUS) dengan mengambil jurusan bisnis.

Tak lupa dengan nilai yang diberikan dari orang tua, Christian dengan semangat dan motivasi baru pun tetap berpegang untuk bisa bermanfaat bagi masyarakat.

Ia pun menggantungkan cita-cita itu dengan belajar dan mendalami bidang kewirausahaan sosial.

"Di NUS, aku di Business School majornya bisnis. Di situ aku belajar sangat banyak mengenai entrepreneurship, tapi yang lebih penting itu tentang entrepreneurship, yaitu cara mengembangkan bisnis secara sosial, yang memberi dampak ke masyarakat. Jadi di situ, passion untuk entrepreneurship aku terbentuk," terangnya.

Selama di NUS, ia semakin yakin dengan cita-citanya. Tak butuh waktu lama, setelah gelar sarjana didapatkan, ia lantas melanjutkan studi di NUS untuk gelar S2.

"Dan habis di NUS aku dapat sarjana, aku (terus) lanjut di NUS lagi ambil gelar S2 di bidang finance. Di situ, untuk memperdalam ilmu saya si. Habis itu aku baru lanjut kerja di perusahaan manajemen consultant," imbuhnya.

Dukungan dari NUS Singapura

Selama di NUS, Christian tak hanya belajar mengenai social entrepreneurship. Namun, ia mengaku, yang terpenting adalah mental dia yang terus membaik.

Hal ini terjadi karena salah satunya dukungan dari NUS Singapura dalam berbagai hal. Mulai dari pengajar hingga profesor yang suportif hingga komunitas yang sehat.

"Yang paling berdampak itu dari profesor aku, di NUS. Orangnya baik banget. Dia pernah ngomong (di kelas) mengenai 'what's the meaning of life?', tentang 'how you measure your life'. Dia kasih kita artikel dari Harvard Business School, namanya Clayton M. Christensen, dengan judul 'How will you measure your life'," paparnya.

Di NUS Business School, Christian mengaku mendapatkan pelajaran penting tentang bisnis yang tidak hanya soal uang atau pencapaian, tetapi tentang bagaimana membuat dampak yang terus menerus, berkelanjutan, dan efektif menjangkau sekitar.

Nilai itu yang akhirnya membuat Christian yakin untuk membangun bisnis dengan nilai utama yakni berdampak untuk masyarakat.

"Jadi meski ada kendala atau api, yang penting aku bisa ngebantu orang. Yang lagi depresi bisa bangkit, yang pengen bunuh diri (maaf), jadi gak jadi, langsung lanjut dengan kehidupannya, juga move on dengan kesulitan mereka. Jadi itu sesuatu yang menurut saya lebih berdampak daripada sekedar menghasilkan uang," ujarnya.

Di sisi lain, menurutnya, profesor-profesor di NUS itu terus membangun mahasiswanya menjadi punya nilai.

Selain itu, ada juga komunitas-komunitas yang sangat mendukung karena saling berbagi inovasi dan motivasi. Terlebih, ada mentor juga yang mengajari bagaimana cara pitching, angle innovation, dan lain-lain.

"Salah satu yang penting di NUS, ada yang namanya ISCF (Indonesian Students Christian Fellowship), itu komunitas mahasiswa kristen di NUS. Karena strugglenya (di sana) mirip-mirip kayak pendewasaan, cari jati diri, bingung apa yang harus dilakukan dalam hidup. Dari situ juga terbentuk passion untuk bagaimana sih kita bisa berkembang untuk bisa bantu orang lain dan bisa memberi perubahan yang positif," ungkap Christian.

Bangun Startup Bidang Kesehatan Mental

Atas pengalaman yang telah dilalui dan dorongan cita-citanya untuk berdampak, Christian kemudian memberanikan diri untuk mulai membangun startup.

Ia mengaku beruntung, telah berhasil melewati depresi dan mendapatkan kesempatan untuk bisa mengakses perawatan medis.

Namun, baginya, tak semua orang seberuntung itu. Hal ini yang kemudian membuatnya menciptakan startup bidang kesehatan mental untuk membantu banyak orang.

"Karena dulu pas dari Princeton drop out karena mental health, aku cukup beruntung untuk mendapatkan kesempatan: mendapatkan treatment, mendapatkan medical care," ujar Christian.

"Tapi, banyak orang Indonesia yang belum ada that opportunity, karena kalau depresi, kalau cemas, disuruhnya kayak 'oh kamu mental tempe atau apa gitu misalnya. Kamu kurang berdoa, kamu kurang bersyukur'. Jadi awareness tentang mental health masih kurang banget ya di Indonesia," imbuhnya.

Akhirnya, ia membangun Teduh.io, yaitu startup mental health yang fokus di bidang terapi, mindfulness meditation, dan lain lain.

Ia bahkan telah melakukan pendekatan tersendiri terhadap orang-orang di Indonesia. Seperti meningkatkan kesadaran kesehatan mental hingga bekerja sama dengan kampus di Indonesia.

Salah satunya adalah Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI).

"Kita nggak hanya approach lewat app store, tapi kita lewat B2B juga, B2 Institution. Contoh, kita adalah salah satu vendor resminya Universitas Indonesia, untuk memberikan mental healthcare ke anak-anak mahasiswa UI, dosen, staff, researcher, bahkan untuk partnernya (istri atau suami mereka)," tutur Christian.

Kini, dengan berbagai perjuangan yang telah ia lalui, startup Teduh.io miliknya, telah menjangkau 35 ribu orang melalui aplikasi yang sudah diunduh.

Bahkan belum lama ini, aplikasi Christian mendapatkan pengakuan sebagai 'best hidden gems' dari Google Play Store Indonesia.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads