Penguapan menjadi fenomena alam yang kerap kita jumpai. Mulai dari air di pakaian basah yang menghilang karena paparan sinar Matahari hingga keringat yang mendinginkan tubuh. Namun, temuan baru menunjukkan hal lain tentang penguapan.
Secara tak terduga, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), menemukan sumber penguapan baru dari cahaya.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PNAS pada (30/10/2023), diketahui cahaya yang bertemu dengan udara dapat langsung menyebabkan penguapan tanpa memerlukan panas, dan bahkan lebih efisien daripada panas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah melalui berbagai eksperimen, para peneliti melihat bahwa suhu tinggi bukan satu-satunya kekuatan yang dapat menyebabkan molekul air melayang-layang di udara.
Percobaan Menggunakan Hidrogel, Bahan Seperti Spons
Dilansir dari laman Science Alert, sejak zaman Yunani Kuno, para filsuf dan ahli matematika telah merenungkan bagaimana tetesan cairan dapat melayang di udara ketika Matahari mulai terbit.
Oleh karena itu, para peneliti MIT melakukan beberapa eksperimen hingga menemukan bahwa mereka dapat mencapai tingkat penguapan 278 persen lebih tinggi dari batas termal air cair.
Penemuan ini memecahkan teka-teki yang dihadapi para ahli matematika selama beberapa tahun terakhir terkait laju penguapan air yang tidak bertambah.
Para peneliti menemukan bahwa produksi cahaya tanpa panas, menggunakan aliran foton, dapat menguapkan air cair di laboratorium.
Dalam uji laboratorium, efek penguapan ditunjukkan menggunakan bahan hidrogel yaitu bahan seperti spons yang diisi dengan air.
Eksperimen dilakukan dengan menyinari hidrogel tersebut menggunakan berbagai lampu berwarna dan kemudian mengukur berapa banyak massa air yang hilang. Lampu-lampu tersebut dilindungi sehingga tidak dapat memancarkan panas.
Namun, para peneliti tetap mengamati hembusan kondensasi yang mengepul dari material tersebut. Sebagai perbandingan, tim juga memanaskan hidrogel tanpa cahaya menggunakan listrik.
Hasilnya, jumlah air yang menguap dari panas tidak pernah melebihi batas termal, sedangkan hidrogel yang dikenai lampu dan pemanas dapat melampaui batas termal.
Efek Fotomolekuler Ini Membantu Produktivitas Desalinasi
Para peneliti dari MIT memutuskan untuk menyebut fenomena tersebut sebagai efek fotomolekuler.
"Di sini, kami berhipotesis bahwa foton dapat membelah gugus air dari antarmuka air-uap dan menyebut proses ini sebagai efek fotomolekuler, analogi dengan efek fotolistrik yang terkenal," tulis peneliti dalam artikel jurnal.
Berdasarkan eksperimen tersebut, peneliti melihat bahwa cahaya tanpa panas benar-benar mampu memicu penguapan.
Melalui temuan tersebut, banyak proses industri yang mungkin akan terbantu akan peran penting cahaya dalam proses penguapan.
Misalkan proses desalinasi air dapat memanfaatkan pengetahuan ini sehingga produktivitas industri dapat meningkat tiga hingga empat kali lipat dibanding sebelumnya.
"Hal ini berpotensi menghasilkan desalinasi yang murah," kata Gang Chen, ahli teknik mesin dari MIT.
Menurut Yaodong Tu, profesor teknik mesin MIT, menjelaskan proses desalinasi standar biasanya dilakukan melalui dua langkah, yaitu menguapkan air dengan uap lalu mengembunkan air tersebut sehingga menjadi air tawar.
Namun dengan penemuan ini, "kita berpotensi mencapai efisiensi tinggi di sisi evaporasi," ujar Tu, dikutip dari laman MIT.
Tu menambahkan bahwa fenomena ini berpotensi juga dimanfaatkan dalam proses pendinginan evaporatif, dengan menggunakan perubahan fasa untuk menyediakan sistem pendingin surya yang lebih efisien.
Kini tim peneliti dari MIT bekerja sama dengan berbagai kelompok penelitian lainnya untuk mencoba mereplikasi temuan tersebut.
Mereka mempelajari bagaimana efek fotomolekuler dapat digunakan untuk meningkatkan sistem desalinasi dan pemodelan perubahan iklim.
(faz/faz)











































