Saat musim hujan seperti beberapa hari terakhir, cuaca cenderung lebih dingin dari biasanya. Ketika suhu udara menurun, faktanya banyak sekali orang-orang menjadi pilek hingga berujung sakit.
Para ilmuwan mencoba menjelaskan situasi tersebut. Apakah karena perubahan perilaku musiman manusia seperti jarang berkumpul bersama-sama atau justru perubahan pada fisiologis tubuh kita.
Pada tahun 2022, ahli biologi kemudian mengungkapkan wawasan baru tentang bagaimana suhu dingin mengubah fisiologi kita pada tingkat molekuler.
Suhu Memengaruhi Kondisi Biokimia Tubuh
Berdasarkan penelitian yang terbit di The Journal of Allergy and Clinical Immunology, manusia mengalami perubahan fisiologi, terkhusus pada sistem imunitas antivirus hidung ketika mengalami kedinginan.
Para ahli sepakat jika suhu memengaruhi kondisi biokimia seluruh makhluk hidup. Misalkan, tulip hanya bisa menghasilkan bunga yang berwarna-warni pada saat musim semi di mana suhu rata-rata mencapai minus 48 derajat Celcius.
Selain itu, suhu juga memengaruhi umur hidup suatu organisme. Contohnya cacing, lalat, dan ikan cenderung lebih lama hidup pada suhu rendah.
Kita, manusia pun juga mengalami perubahan biokimia ketika mengalami kedinginan. Ketika suhu udara rendah, hidung kita akan mudah tersumbat.
Kondisi ini lah yang memengaruhi sistem pertahanan tubuh karena hidung menjadi titik kontak pertama antara udara luar dengan tubuh kita.
Setiap hari, ribuan liter udara melewati hidung, membawa semua virus dan bakteri jahat yang menyebabkan penyakit. Rongga hidung pun menjadi pendeteksi pertama untuk membersihkan patogen atau virus.
Setelah terdeteksi, sel akan beraksi bereaksi secara kimia dengan mengeluarkan ribuan kantung mikroskopis berisi cairan atau vesikel yang berisi senyawa penghancur virus. Senyawa ini mengikat virus dan mencegahnya menyerang sel.
Sistem Kekebalan pada Hidung
Menurut Benjamin Bleier, penulis studi sekaligus ahli otolaryngologist dari Mass General Hospital, menjelaskan bahwa rongga hidung memiliki sistem kekebalan sendiri bahkan sebelum virus memasuki sel.
"Ini adalah contoh di mana sistem kekebalan internal tubuh Anda benar-benar meninggalkan tubuh, dikeluarkan ke dalam lendir dan ruang udara, lalu mengikat serta menyerang patogen sebelum mereka sempat masuk ke dalam tubuh," kata Bleier dikutip dari Popular Mechanics.
Para peneliti mencoba menurunkan suhu rongga hidung dan menemukan bahwa hal tersebut memengaruhi kemampuan menangkal infeksi hingga setengahnya.
Jumlah vesikel penghancur virus turun 40 persen. Kemudian, jumlah reseptor penginderaan virus di dalam sel turun 20 hingga 70 persen.
"Mendinginkan hidung di musim dingin (berarti) menurunkan pertahanan pernafasan kita," kata Ron Eccles, Ph.D., ahli biologi yang menjabat sebagai direktur Common Cold Center di Universitas Cardiff.
Pada kondisi tersebut, pergerakan silia atau rambut-rambut kecil yang melapisi rongga hidung jadi lambat. Padahal, silia berperan untuk menjebak dan menyaring partikel yang terhirup dari udara eksternal.
Selain itu, leukosit atau sel darah putih yang bertugas menjadi antibodi untuk menyerang parasit-parasit mengalami perlambatan aktivitas ketika suhu udara dingin.
Virus Berkembang Biak Lebih Cepat pada Suhu Rendah
Para ilmuwan juga telah mengamati fenomena serupa di dalam sel-sel tubuh lainnya. Ahli biologi dari Yale School of Medicine, Dr. Ellen Foxman, menjelaskan bahwa setiap sel memiliki sistem kekebalan yang mampu mendeteksi dan merespons virus.
"Banyak orang tidak menyadari bahwa setiap sel dalam tubuh dapat melawan infeksi virus di dalam dirinya sendiri, untuk merasakan adanya virus di sana dan melawan dengan mengaktifkan pertahanan antivirus," ucap Dr. Foxman.
Melalui penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences pada tahun 2015, Dr. Foxman bersama rekan-rekannya menemukan protein interferon menjadi kurang aktif pada suhu rendah.
Sistem pertahanan sel yang disebut sebagai respons interferon, terdiri dari jaringan gen yang mengkode protein dan enzim untuk menghentikan proses replikasi virus.
Dr Foxman mengatakan ini temuan ini menjadi bukti bahwa suhu dingin menghambat sistem kekebalan seluler. "Itu cukup untuk membuat perbedaan besar dalam seberapa banyak virus dapat bereplikasi," tambahnya.
Selain itu, menurut ahli rhinologi Universitas Pennsylvania yang tidak terlibat dalam studi, Dr. Noam Cohen, mengemukakan gagasan bahwa virus bereplikasi lebih baik pada suhu udara rendah.
Banyak virus penyebab infeksi saluran pernafasan, seperti influenza, rhinovirus, dan virus corona yang bereplikasi lebih baik pada suhu yang lebih rendah terlebih pada saat sistem pertahanan tubuh melemah.
"Virus ini beradaptasi di hidung yang suhunya lebih dingin dibandingkan paru-paru. Mereka belum tentu ingin membunuh inangnya, tapi mereka ingin tetap berada di sana dan menyebabkan sedikit peradangan sehingga Anda bersin dan menyebarkan virus ke orang di sebelah Anda," jelas Dr Cohen.
Dengan pemahaman ilmiah tersebut, ilmuwan memperingatkan untuk lebih memperhatikan kelembapan dan suhu udara di sekitar kita agar dapat menentukan langkah-langkah mencegah penyakit pada saat musim dingin.
Simak Video "Video: Kenali Faktor Utama Penyakit Jantung Bawaan pada Anak"
(faz/faz)