Peneliti Ungkap Belajar Terima Rasa Tak Nyaman Itu Penting, Begini Penjelasannya

ADVERTISEMENT

Peneliti Ungkap Belajar Terima Rasa Tak Nyaman Itu Penting, Begini Penjelasannya

Noor Faaizah - detikEdu
Sabtu, 18 Nov 2023 13:00 WIB
ilustrasi cemas di bandara/perjalanan/traveling/Hodophobia
Ilustrasi rasa tak nyaman Foto: Getty Images/iStockphoto/nicoletaionescu
Jakarta -

Rasa tidak nyaman seringkali terasa mengganggu ketika kita melakukan aktivitas. Tapi, tahukah detikers, jika emosi kompleks seperti perasaan stres dan canggung yang dirasakan sebagai bentuk ketidaknyamanan ternyata bentuk dari pembelajaran lo.

Menurut penelitian yang terbit di jurnal Psychological Science, perasaan tidak nyaman justru membantu motivasi pertumbuhan pribadi seorang individu.

Penelitian yang dilakukan oleh Kaitlin Woolley dari Cornell University dan Ayelet Fishbach dari University of Chicago, Amerika Serikat berusaha mengeksplorasi efek ketidaknyamanan melalui lima penelitian pada 2.163 orang dewasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelima 'indikator' ketidaknyamanan dalam studi tersebut meliputi kelas improvisasi, penjurnalan ekspresif, belajar topik-topik menantang seperti Covid-19, mengetahui sudut pandang politik yang berlawanan, dan kekerasan senjata.

"Orang-orang yang kami undang untuk menerima ketidaknyamanan lebih termotivasi; Mereka bertahan lebih lama dalam latihan improvisasi, lebih terlibat dalam latihan menulis ekspresif, dan membuka diri pada informasi yang menantang," tulis Woolley dan Fishbach, dikutip dari laman Psychological Science.

ADVERTISEMENT

Ketidaknyamanan Dorong Rasa Pencapaian yang Lebih Besar

Dilansir dari laman Psychological Science, studi pertama dilakukan Woolley dan Fishbach pada 557 siswa. Mereka diminta melakukan improvisasi secara kreatif dan bergantian dengan teman yang dipilih oleh mereka.

Melalui kegiatan yang disebut "Give Focus" ini peneliti menerima laporan bahwa siswa yang mengambil risiko untuk bergerak lebih lama dan bebas lebih berusaha menerima ketidaknyamanan tetapi memiliki rasa pencapaian yang lebih besar ketika selesai.

Hal serupa juga ditemukan pada studi perbandingan 265 peserta yang menyelesaikan bacaan tentang Covid-19 dan artikel tentang pembuatan kopi yang disusun lebih untuk nyaman dibaca.

Hasilnya, ketika mereka disuguhkan sinopsis artikel, partisipan melaporkan motivasi lebih tinggi ada ketika membaca tentang pandemi. Mereka memiliki keinginan lebih untuk membaca artikel versi lengkapnya.

"Mencari ketidaknyamanan lebih memotivasi membaca tentang krisis kesehatan yang mengerikan daripada berusaha mempelajarinya, namun manipulasi ini tidak memengaruhi motivasi untuk membaca berita yang tidak terkait dengan ketidaknyamanan yang ada," jelas Woolley dan Fishbach.

Belajar Navigasi Ketidaknyamanan

Pentingnya untuk belajar menerima rasa tidak nyaman juga diungkapkan oleh Profesor Vanessa de Oliveira Andreotti. Dalam Konferensi Komunitas EPALE 2022 di Helsinki, Finlandia, Andreotti mengungkapkan bahwa rasa tidak nyaman akan selalu membayangi berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Istilah-istilah seperti ketidakstabilan, ketidakpastian, kompleksitas, hingga ambiguitas menggambarkan banyaknya tantangan yang tidak bisa hilang dalam waktu dekat. Mulai dari perubahan iklim, kerusuhan politik, dan gejolak ekonomi saling berkaitan.

"Hidup dalam tantangan yang mudah berubah dan kompleks ini berarti kita, sebagai komunitas dan individu, harus belajar menghadapi hal-hal yang sangat tidak nyaman." jelas Andreotti, dikutip dari laman European Commission.

Menurutnya, melalui pendidikan seharusnya masyarakat diajarkan untuk bersiap menghadapi hal-hal yang sulit dan kompleks dalam jangka panjang.

Selain belajar untuk menghadapi sesuatu hal yang tidak nyaman, literasi tentang pengelolaan emosi yang kompleks juga menjadi perhatian baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.

Dilansir dari laman European Commission, di Finlandia, orang dewasa cenderung tidak mempunyai komunitas untuk mengekspresikan emosi kemarahan, kesedihan, atau frustrasi secara terbuka.

Mereka tumbuh dengan keyakinan bahwa kita harus mampu memendam perasaan kita yang sebenarnya ketika berada di ruang publik seperti kantor, sekolah, dan di mana pun.

Hanna NiittymΓ€ki, seorang profesional pendidikan orang dewasa, mengatakan bahwa mempelajari kasih sayang dan empati adalah keterampilan penting bagi orang dewasa jika kita ingin berjuang untuk masyarakat yang lebih damai.

Namun, di sisi lain, NiittymΓ€ki juga menekankan pentingnya belajar menghadapi hal-hal yang tidak nyaman tanpa bersikap defensif. Hal ini seperti hak istimewa bagi diri kita sendiri.

"Saat mencari ketidaknyamanan, orang secara spontan menilai kembali ketidaknyamanan sebagai isyarat positif, meski tidak secara eksplisit diminta untuk melakukannya," tulis Woolley dan Fishbach dalam penelitian mereka.




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads