Gawat! Bumi Sudah Menunjukkan Tanda-tanda Kritis, Ilmuwan Sebut karena Manusia

ADVERTISEMENT

Gawat! Bumi Sudah Menunjukkan Tanda-tanda Kritis, Ilmuwan Sebut karena Manusia

Nimas Ayu - detikEdu
Minggu, 29 Okt 2023 11:00 WIB
Tanggal 22 April kerap diperingati sebagai Hari Bumi. Berikut potret kondisi bumi yang kini tengah berjibaku menghadapi krisis.
Foto: Getty Images/Ilustrasi perubahan iklim Bumi
Jakarta -

Dunia yang memasuki tahap pendidihan global dan bencana alam yang meningkat tampaknya belum menjadi kepentingan nomor satu bagi manusia di Bumi. Terlebih, laporan ilmuwan menemukan bahwa manusia yang aktif dalam menghadapi krisis iklim masih sedikit.

Ahli ekologi di Oregon State University, Bill Ripple, mengatakan bahwa semakin hari, hanya ada kemajuan yang minim dari umat manusia untuk menghadapi krisis iklim seperti meningkatnya suhu Bumi.

"Umat manusia sedang gagal, terus terang saja," katanya, dilansir dari Scientific American.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kegagalan ini, menurut Ripple, bisa terlihat dari produksi emisi gas rumah kaca. Bukannya mengurangi habis-habisan, justru manusia masih meningkatkan emisi.

"Jadi kami tidak melakukannya dengan baik saat ini," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Aktivitas Manusia Sudah Mencapai Titik Ekstrem

Sebuah penelitian yang terbit di BioScience, dengan salah satu penulisnya yakni Ripple, telah membahas mengenai status 35 tanda vital Bumi.

Para peneliti menganalisis bahwa manusia sudah mencapai titik ekstrem baru dalam 20 pengukuran tanda vital. Termasuk di antaranya produk domestik bruto global, subsidi bahan bakar fosil, polusi karbon tahunan, dan penipisan gletser.

Dalam penelitiannya, Ripple dan rekan-rekan penulis juga mempertimbangkan aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan dan konsumsi daging.

Selain itu, juga meneliti bagaimana respons Bumi terhadap aktivitas tersebut, termasuk karakteristik seperti hilangnya es dan perubahan suhu.

Variabel lain yang juga diamati adalah kondisi populasi yang mengalami kekurangan gizi secara global. Meski terkadang masalah tersebut disebabkan oleh hal politis, tapi terdapat faktor iklim pula seperti kekeringan dan banjir.

Kondisi Bumi yang Gawat

Berdasarkan analisis yang baru ini, digambarkan bahwa kondisi yang suram atau gawat tengah menerpa Bumi.

"Banyak rekor terkait iklim telah dipecahkan dengan selisih yang sangat besar pada tahun 2023," jelas Ripple. Sebagai contoh bulan Juli menjadi bulan terpanas dan September adalah bulan dengan suhu paling anomali.

Dalam hal ini, peneliti juga menunjukkan adanya peningkatan tajam pada bencana global, seperti iklim, banjir, kebakaran hutan, gelombang panas, dan tanah longsor.

Ripple dan rekannya mengidentifikasi terdapat 14 bencana sejak Oktober 2022, yang dinilai semakin buruk karena perubahan iklim.

Data ini juga menunjukkan terjadinya gelombang panas di Amerika Utara dan Eropa. Bahkan bencana tersebut menewaskan ribuan orang dan kerugian lebih dari 1 miliar dollar.

"Apa yang kami perhatikan adalah ketika suhu meningkat, bencana terkait iklim pun akan meningkat. Kita mengalami lonjakan besar dalam bencana iklim," papar Ripple.

Hal ini menjadi memprihatinkan ketika bencana menimpa masyarakat negara yang kurang mampu. Bencana Amerika Utara tersebut mempengaruhi Amerika Selatan dan Asia Tenggara yang dilanda panas terik serta Libya dan India Utara dilanda banjir.

"Negara kurang mampu yang tidak terlibat dalam perubahan iklim justru menjadi paling rentan terkena bencana," terang Ripple.

Upaya yang Harus Dilakukan Manusia di Seluruh Dunia

Terkait masalah bencana ini memang tidak dapat dihentikan secara langsung, namun menurut Ripple, ada cara yang bisa dilakukan pada aspek lain.

Misalnya pada kendali subsidi pemerintah untuk bahan bakar fosil yang telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada tahun 2022.

"Pemerintah memberikan subsidi pada industri bahan bakar fosil yang tampaknya sedikit kontraproduktif," ujar Ripple

"Saat ini kami tidak dapat melakukan banyak hal untuk menghentikan bencana, namun kami bisa memiliki kendali atas subsidi ini," imbuhnya.

Hal ini perlu dilakukan sebab apabila tidak ada peralihan cepat dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, maka karbon dioksida akan meningkat, permukaan air laut terus meningkat, es mencair, gelombang panas, dan lautan menjadi lebih asam.

Secara keseluruhan, temuan 35 tanda vital menurut Ripple dapat digunakan para ilmuwan untuk memahami bagaimana planet berubah seiring dengan berkembangnya krisis iklim.

Sebuah proyek pada September 2023 lalu juga telah menunjukkan bahwa manusia telah melewati enam dari sembilan tanda vital planet, di mana akan sulit untuk mendukung masyarakat dibangun kembali di masa depan.

Batasannya mencakup seperti keanekaragaman hayati, aliran nutrisi, deforestasi, dan pengasaman laut yang belum masuk dalam analisis.

Ripple berharap para pihak berwenang atas masyarakat dapat menanggapi analisis ini dengan serius.

"Kehidupan di planet Bumi sedang dikepung. Apakah anda melihat batas planet atau tanda vital planet, hal serupa menceritakan kisah yang sama bahwa hal ini perlu perhatian besar umat manusia dan perubahan besar," tutur Ripple.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads