Ada Orang di Dunia yang Tak Tahu Malu, Pakar Ungkap Alasannya

ADVERTISEMENT

Ada Orang di Dunia yang Tak Tahu Malu, Pakar Ungkap Alasannya

Novia Aisyah - detikEdu
Sabtu, 21 Okt 2023 16:00 WIB
Anak takut atau malu
Ilustrasi malu Foto: Thikstock
Jakarta -

Merasa malu adalah sesuatu yang manusiawi. Menurut sudut pandang evolusi, para psikolog dan antropolog berpendapat bahwa menjadi bagian dari suatu kelompok sangat penting bagi kelangsungan hidup nenek moyang kita, dan rasa malu membantu mereka untuk menyesuaikan diri serta mengikuti aturan kelompok.

Neurosaintis kognitif Dr Christian Jarrett mengungkapkan perasaan malu akan bertahan lama dan lebih kuat daripada rasa bersalah yang hanya sesaat. Namun, besarnya ketidaknyamanan emosional karena perasaan bersalah dapat memotivasi untuk melakukan perbaikan dan berkomitmen kembali pada aturan kelompok untuk melepaskan diri dari rasa malu.

Hal ini dapat membuat seseorang kembali diterima dalam kelompok, sehingga pada akhirnya meningkatkan peluang untuk bertahan hidup. Hanya saja setiap manusia memiliki kerentanan yang berbeda-beda dalam menghadapi emosi seperti rasa takut, marah, dan jijik. Begitu juga dengan rasa malu yang kita rasakan, jelas Jarrett.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, orang yang lebih mudah dan sering mengalami rasa malu cenderung lebih berisiko mengalami depresi, kecemasan (terutama kecemasan sosial), obsessive compulsive disorder, gangguan makan, masalah kecanduan, dan gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian ambang dan kondisi lainnya.

Rasa malu merupakan salah satu dari apa yang disebut 'emosi sadar diri'. Ada beberapa jenis emosi lainnya dalam kategori ini, seperti rasa bangga, malu, iri hati, dan rasa bersalah. Semua emosi ini berkaitan dengan cara kita berpikir tentang diri kita sendiri dan apa yang kita yakini orang lain pikirkan tentang kita.

ADVERTISEMENT

Pada dasarnya, orang sering tertukar antara rasa bersalah dan malu, atau menggunakannya secara bergantian. Namun, para psikolog membedakan keduanya dengan jelas.

Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman yang dirasakan saat yakin telah melakukan kesalahan. Sementara, rasa malu adalah perasaan tidak nyaman yang muncul karena meyakini ada sesuatu yang pada dasarnya buruk, rusak, atau salah pada diri kita. Rasa malu mungkin disebabkan karena sesuatu yang telah kita lakukan, tetapi bisa juga karena alasan lain, misalnya karena telah dianiaya oleh orang lain .

Mengapa Ada Orang yang Tidak Tahu Malu?

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara psikopati dan rendahnya kecenderungan rasa malu. Terlebih, ada juga yang namanya 'psikopat sukses'.

Psikopati adalah salah satu ciri kepribadian dalam "dark triad traits" bersama dengan narsisme dan Machiavellianisme. Ciri khasnya adalah memiliki pesona yang hanya di permukaan, impulsif, kepercayaan diri yang ekstrem (dan kecemasan yang rendah), dan berhati dingin. Dua ciri yang terakhir tersebut khususnya, berkontribusi pada rendahnya rasa malu.

Psikopat yang sukses mendapat nilai tinggi dalam hal kepercayaan diri yang ekstrem dan dingin hati, tetapi tidak terlalu rentan terhadap impulsivitas dan tindakan kriminalitas yang kejam. Rasa bebas dari rasa malu juga dapat berpengaruh terhadap kesuksesan mereka, sebab ada kemampuan untuk mengambil risiko sosial yang terkadang membuahkan hasil.

Psikolog yang berpikiran evolusioner menyebut pendekatan hidup semacam ini sebagai suatu "strategi curang". Psikolog Minna Lyons di Universitas Liverpool dalam Journal of Psychology pernah menjelaskan mengenai hal ini.

"Psikopati telah disebut sebagai strategi penipu yang evolusioner dan dipengaruhi secara genetik, yang terdiri dari keterampilan dan defisit yang mendukung manipulasi sosial," jelas Lyons.

Temuan Lyons sendiri menunjukkan rendahnya kecenderungan rasa malu di antara mereka yang mendapat skor psikopati tinggi. Seperti yang dia katakan, kurangnya rasa malu (dan rasa bersalah) dapat membuat individu dengan sifat psikopati tinggi kemampuan untuk mengeksploitasi orang lain tanpa merasa menyesal.

Dalam era sekarang, di mana orang sering menjadi sasaran rasa malu di dunia maya, terkadang hanya karena pelanggaran yang sepele, akan sangat mengherankan jika kita bertemu dengan individu yang sepertinya sama sekali tidak terpengaruh oleh risiko dan ketidaknyamanan karena dipermalukan.

Memang benar, menurut Jarrett seperti yang diungkapkan oleh peneliti Amerika Serikat, Jeremy Sherman, penulis buku "What's Up With A**Holes?" (2021), ada konsep yang disebut "meta-tidak tahu malu". Ini terlihat pada individu yang tidak hanya tidak tahu malu, tetapi juga merasa senang dengan sikap mereka yang tidak tahu malu ketika hal tersebut diketahui.

Seperti yang dijelaskan oleh Sherman, jika ketiadaan rasa malu adalah suatu bentuk "pembebasan", maka konsep meta-tidak tahu malu adalah seperti memberikan diri wildcard dan kartu truf.

Dalam konteks ini, Anda merasa memiliki kebebasan mutlak untuk melakukan apa pun, dan apa pun yang Anda lakukan dianggap benar dan tak terbantah, sesuatu yang dapat dipertontonkan tanpa rasa malu.




(nah/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads