Papeda atau bubur sagu adalah makanan pokok masyarakat Indonesia Timur yang kini terkenal di seluruh dunia. Bukan sebuah rahasia, bila Indonesia adalah negeri yang kaya, termasuk kaya akan pohon sagu.
Setiap tahunnya, pohon sagu dipanen untuk diekspor ke negara lain atau dimasak. Salah satu masakan yang terkenal adalah papeda.
Tak sekedar makanan, papeda dan sagu ternyata memiliki arti yang lebih besar bagi masyarakat Timur Indonesia lo, bahkan dipertahankan selama berabad-abad. Berikut ini penjelasannya, dikutip dari laman Indonesia.go.id.
Makna Papeda di Berbagai Wilayah Timur Indonesia
Menilik dari sisi sejarah, papeda terkenal luas dalam masyarakat adat Sentanu, Arab di Danau Sentani, Arso, dan Manokwari. Tak sembarangan, makanan ini kerap dihidangkan saat acara-acara penting di wilayah Papua, Maluku, dan sekitarnya.
Bukan hanya disantap sebagai makanan, sejarah papeda memiliki makna berbeda di berbagai suku-suku di wilayah Timur Indonesia, seperti:
1. Masyarakat Adat Papua
Diketahui masyarakat adat Papua begitu menghormati sagu lebih dari sekedar makanan. Mereka mengenal mitologi sagu dengan kisah penjelmaan manusia.
Oleh sebab itulah kehadirannya sangat spesial karena papeda kerap muncul pada upacara adat, Watani Kame. Upacara ini dilakukan sebagai tanda berakhirnya siklus kematian seseorang. Ketika disantap, papeda akan dibagikan paling banyak kepada orang yang sangat membantu kelancaran Watani Kame tersebut.
2. Raja Ampat
Masyarakat Raja Ampat juga menganggap sagu sebagai sesuatu yang begitu istimewa. Maka sebelum memanen sagu, mereka akan menggelar upacara khusus untuk mengucapkan rasa syukur dan penghormatan akan hasil panen yang melimpah.
3. Masyarakat Inanwatan, Papua Barat
Masyarakat Inanwatan, Papua Barat menyantap papeda dengan daging babi yang disajikan sebagai makanan wajib saat upacara kelahiran anak pertama. Papeda juga dimakan oleh wanita ketika proses pembuatan tato sebagai penahan rasa sakit.
4. Masyarakat Pulau Seram, Maluku dan Suku Nuaulu
Masyarakat ini menyantap papeda sebagai sonar monne atau makanan yang disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis. Suku Naulu dan Suku Huaulu juga melarang wanita yang sedang haid memasak papeda karena proses merebus sagu menjadi papeda dianggap tabu di wilayah tersebut.
Selain menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia, papeda adalah makanan pokok masyarakat Papua, Maluku, dan sekitarnya. Warisan kuliner ini memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan tubuh.
Papeda kaya serat, rendah kolesterol, penuh nutrisi esensial seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi dan lainnya. Papeda juga bisa meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh hingga mengurangi resiko kanker usus serta membersihkan paru-paru bila dikonsumsi rutin.
Untuk memakannya, ada sepasang sumpit atau garpu khusus yang digunakan. Caranya adalah dengan menggulung-gulung hingga bubur papeda melingkari sumpit atau garpu tersebut.
Bila sudah, letakan di piring dan siap disantap bersama kuah kuning. Disebabkan berasal dari sagu, papeda tak perlu dikunyah melainkan bisa langsung diseruput dan ditelan.
Apakah kamu pernah mencoba makan papeda?
(det/nah)