Setelah terjadi gerhana Matahari cincin yang muncul pada 14 Oktober 2023 kemarin, apakah detikers tahu kalau ternyata waktu gerhana dapat dihitung dan diperkirakan tanpa alat modern?
Posisi Matahari, Bulan, dan Bumi yang sejajar membentuk gerhana Matahari ini disebut dengan "cincin api". Para pengamat di Semenanjung Yucatan dan wilayah Meksiko Selatan mengikuti jejak suku Maya yang terkenal dengan keahlian astronomi mereka.
Sebagai penduduk pra-hispanik, suku Maya telah memanfaatkan pengetahuan para pendeta dan elit penguasa pada masanya untuk membuat sistem perhitungan yang kompleks.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suku Maya (merupakan) para pengamat hebat, (mereka) memiliki pengetahuan mendalam tentang mekanika angkasa dan memiliki tingkat kepastian yang tinggi dalam memprediksi gerhana," kata ahli archaeoastronomy dari Universitas Tepeyac, Ismael Arturo Montero GarcΓa, dikutip dari IFL Science.
Akan tetapi, mereka tidak selalu dapat memverifikasi perhitungan tersebut. Hal ini dikarenakan perhitungan tersebut muncul tanpa bantuan alat lain seperti teleskop.
Selain itu juga karena tempat pengamatan suku Maya ditentukan oleh rotasi Bumi sehingga mereka tidak dapat merekam peristiwa apapun yang tidak tampak dari rumahnya.
Bagaimana Suku Maya Mampu Memprediksi Gerhana?
Melansir laman Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Meksiko atau Instituto Nacional de AntropologΓa e Historia (INAH), diketahui suku Maya mampu memprediksi hingga 55% terjadinya gerhana.
Angka tersebut bukanlah angka yang kecil dan terhitung mengesankan untuk ukuran sebuah perhitungan yang datang dari peradaban tanpa teknologi modern.
"Kenapa mereka bisa memprediksinya? Karena tidak mungkin terjadi gerhana matahari kecuali pada saat Bulan Baru. Dan tidak dapat terjadi gerhana bulan kecuali pada saat Bulan Purnama," ujar GarcΓa.
Atas dasar ini, maka angka prediksi berkemungkinan ada di tingkat tertentu tertentu. Mengingat kelambanan teknologi yang dimiliki saat itu perlu melakukan penyesuaian.
Tanda Gerhana Dicatat dan Dikodifikasikan
Penyesuaian-penyesuaian yang dimaksud tercatat dalam Kodeks Dresden, yaitu manuskrip Maya Kuno yang berasal dari abad ke-11 atau ke-12. Manuskrip tersebut berisi serangkaian tabel astronomi yang digunakan untuk melacak pergerakan benda-benda langit.
Salah satu tanda gerhana dapat ditemukan di halaman 54 Koders Dresen, yang menunjukkan tanda gerhana terdiri dari pita langit, Matahari, dua tulang paha, dan bidang hitam putih yang menyerupai sayap kupu-kupu.
Peristiwa tersebut menurut bahasa Maya disebut sebagai "Pa'al K'in" yang berarti "Matahari yang pecah" atau dalam bahasa Nahua dari suku Aztec disebut sebagai "Tonatiuh qualo" yang berarti "Matahari dimakan".
Montero GarcΓa menekankan bahwa antara satu gerhana dan gerhana lainnya terjadi dalam periode 177 hari. Dalam Kodeks Dresden tersebut, terdapat tabel dan almanak yang dibagi menjadi interval 177 dan 148 hari. Tabel tersebut berhubungan dengan perhitungan gerhana Matahari dan perhitungan gerhana Bulan.
Keakuratan pembacaan ini membantu menjadi bukti kemahiran suku Maya di bidang astronomi. Perhitungan tersebut memahami sifat siklus peristiwa tertentu dengan tingkat detail yang cukup mengejutkan.
(faz/faz)