Riset 'Lidah Elektronik' Berbasis AI, Bantu Identifikasi Rasa

ADVERTISEMENT

Riset 'Lidah Elektronik' Berbasis AI, Bantu Identifikasi Rasa

Noor Faaizah - detikEdu
Sabtu, 07 Okt 2023 12:00 WIB
Sensor lidah elektronik yang dikembangkan Penn State University, Amerika Serikat
Sensor "lidah elektronik" yang dikembangkan Penn State University, Amerika Serikat Foto: Penn State University
Jakarta -

Perkembangan mutakhir artificial intelligence(AI) telah memungkinkan teknologi ini dapat merespons rangsangan sensorik seperti sentuhan, penglihatan, penciuman, hingga suara.

Di sisi lain, perilaku manusia itu kompleks. Perilaku tersebut mencakup interaksi samar antara kebutuhan fisiologis dan dorongan psikologis. Meskipun kecerdasan buatan telah mengalami kemajuan besar, namun sejauh ini sistem AI tidak dapat memasukkan sisi psikologis dalam programnya.

Hal tersebut mendorong pada penelitian dari para ahli teknik mekanika di Pennsylvania State University. "Fokus utama dari pekerjaan kami adalah bagaimana kami dapat membawa bagian emosional dari kecerdasan ke dalam AI," kata Saptarshi Das, profesor ilmu teknik dan mekanik di Penn State.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communication pada (27/9/2023), Saptarshi Das bersama rekan-rekannya, mencatatkank ebiasaan makan manusia adalah contoh yang baik dari kecerdasan emosional dan interaksi antara keadaan fisiologis dan psikologis tubuh.

Proses pengecapan yang menggunakan indera perasa akan membantu kita memutuskan apa yang akan dikonsumsi berdasarkan preferensi rasa. Hal ini berbeda dengan rasa lapar, yang merupakan alasan fisiologis manusia untuk makan.

ADVERTISEMENT

Reseptor rasa di lidah manusia telah mengubah data kimia menjadi impuls listrik yang dikirim oleh neuron pada korteks pengecapan otak. Dalam tempat sirkuit kortikal itu, jaringan neuron yang kompleks akan membentuk persepsi kita terhadap rasa.

Reseptor Kombinasi dari Kimiatransistor

Dikutip dari laman Penn University, para peneliti telah mengembangkan versi biomimetik sederhana dari proses pengecapan reseptor manusia. Termasuk "lidah" elektronik dan "korteks pengecapan" elektronik dibuat dengan bahan 2D dengan ketebalan satu hingga beberapa atom.

Kombinasi sensor ultra-tipis ini menjadi sensor elektronik berbasis graphene yang disebut kimiatransistor yang dapat mendeteksi molekul gas atau kimia. Kimiatransistor tersebut digabungkan dengan memtransistor yang dibuat dengan molibdenum disulfida yang mampu mensimulasikan neuron. Kedua komponen tersebut bekerja bersama-sama untuk mensimulasikan kemampuan "mencicipi" input molekuler.

"Kami menggunakan dua bahan terpisah karena meskipun graphene adalah sensor kimia yang sangat baik, namun tidak bagus untuk sirkuit dan logika, yang diperlukan untuk meniru sirkuit otak," ujar Andrew Pannone, dalam rilis Penn State.

"Oleh karena itu, kami menggunakan molibdenum disulfida yang juga merupakan semikonduktor. Dengan menggabungkan bahan nano ini, kami memanfaatkan kekuatan masing-masing bahan untuk menciptakan sirkuit yang meniru sistem pengecapan," tambah Pannone.

Bermanfaat Untuk Pengembangan Kecerdasan Emosional

Cara kerja sistem AI ini seperti ketika lidah kita yang mengecap suatu rasa tertentu. Garam misalnya, ketika lidah elektronik diberi input natrium klorida maka akan mendeteksi keberadaan ion natrium. Desain teknologi berupa sirkuit sederhana ini dirasa cukup fleksibel ketika diterapkan pada lima profil rasa dasar yaitu asin, asam, pahit, manis, dan umami.

Dilansir dari Popular Science, secara hipotetis, para peneliti dapat menyusun rangkaian perangkat graphene yang mencerminkan sekitar 10.000 reseptor rasa berbeda, seperti reseptor yang terletak di lidah manusia.

"Contoh yang saya pikirkan adalah orang yang melatih 'lidah'-nya dan menjadi pencicip wine. Mungkin di masa depan kita bisa memiliki sistem AI yang bisa Anda latih untuk menjadi pencicip wine yang lebih baik lagi," kata Das dalam pernyataannya.

Selanjutnya para peneliti ingin membuat bagian lidah, sirkuit pengecap, dalam bentuk satu chip saja untuk lebih menyederhanakannya. Mereka membayangkan konsep kecerdasan emosional pengecapan dalam sistem AI yang diterjemahkan ke indra lain. Misalkan, kecerdasan emosional visual, audio, sentuhan, dan penciuman mampu membantu pengembangan AI ke depan.

"Kami ingin memperkenalkan indera lain dan hal itu memerlukan modalitas yang berbeda. Mungkin bahan atau perangkat juga berbeda. Sirkuit sederhana ini bisa lebih disempurnakan dan dibuat agar lebih mirip dengan perilaku manusia. Selain itu, saat kita lebih memahami cara kerja otak kita, hal itu akan memungkinkan kita menjadikan teknologi ini lebih baik lagi," kata Pannone.




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads