Apakah Kecanduan Belanja Online Termasuk Gangguan Mental? Ini Kata Pakar

ADVERTISEMENT

Apakah Kecanduan Belanja Online Termasuk Gangguan Mental? Ini Kata Pakar

Nikita Rosa - detikEdu
Kamis, 05 Okt 2023 18:00 WIB
Online payment. Hands of woman using mobile smartphone and laptop computer for online shopping.
Apakah Kecanduan Belanja Online Termasuk Gangguan Mental? (Foto: Getty Images/iStockphoto/oatawa)
Jakarta -

Tidak harus bertemu langsung, kini pembeli bisa melakukan transaksi belanja secara online. Era digital telah membuat aktivitas jual-beli semakin mudah dan cepat.

Perkembangan ini menunjukkan peningkatan frekuensi belanja secara kompulsif. Dengan adanya fenomena tersebut, apakah kecanduan belanja online termasuk gangguan mental?

Dosen Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya menyebut kebiasaan belanja kompulsif ini tanpa disadari, jika sering dilakukan akan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dikontrol atau kecanduan. Perilaku kecanduan dalam hal ini serupa dengan kecanduan judi, game online, narkoba. dan kecanduan lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah Kecanduan Belanja Termasuk Gangguan Mental?

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), belanja kompulsif tidak terdaftar sebagai kecanduan atau masalah kesehatan mental. Akan tetapi, gejala yang ditunjukkan memiliki karakteristik umum yang biasanya terjadi pada gangguan kecanduan.

"Gangguan belanja compulsive biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit mental lainnya seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan," ujar Uswatun dalam laman UM Surabaya.

ADVERTISEMENT

Bentuk Kecanduan Belanja

Menurut Uswatun, beberapa bentuk kecanduan belanja seperti:

1. Pembelian Impulsif

Pembelian ini dilakukan tanpa direncanakan. Tindakan membeli barang cenderung spontan dan bahkan masih banyak barang yang dibeli belum sempat dibuka dan menumpuk.

2. Merasa Sangat Senang Saat Membeli

Kedua merasa sangat senang saat membeli sesuatu. Kegembiraaan tersebut muncul bukan karena barang yang dibeli, namun pada tindakan membeli.

Setelah merasakan euforia yang dirasakan dari belanja, pembeli cenderung akan mengulangi kegiatan belanja itu.

3. Atasi Stres

Selanjutnya, berbelanja untuk mengatasi stres atau perasaan yang tidak menyenangkan. Suasana hati yang tidak nyaman ini dialihkan dengan berbelanja.

4. Rasa Bersalah

Keempat, adanya rasa bersalah karena tidak mendapatkan barang yang memang dibutuhkan. Rasa bersalah ini kemudian dilampiaskan dengan membeli barang lainnya.

5. Pembayaran Non Tunai

Terakhir, pembayaran dengan kartu kredit, debit atau pembayaran non tunai lainnya menjadikan seseorang tidak menyadari telah melakukan kebiasaan belanja kompulsif. Hal ini lantaran mereka merasa tidak melakukan transaksi dengan uang tunai.

Dampak Belanja Kompulsif

Dampak panjang yang dapat muncul akibat kecanduan belanja meliputi:

  • Perasaan menyesal, malu, dan bersalah
  • Masalah keuangan
  • Kesulitan antar pribadi
  • Kesulitan dalam menghentikan kebiasaan belanja

Tips Agar Terhindar dari Belanja Kompulsif

Uswatun mengingatkan tips agar seseorang bisa menekan kebiasaan belanja. Menurutnya, seseorang perlu melakukan identifikasi bagaimana kebiasaan belanja yang dilakukan menjadi sebuah kecanduan.

"Cari tahu pemicu yang menyebabkan munculnya kebiasaan belanja, apakah karena emosi negatif, perasaan kesepian, peningkatan harga diri atau bahkan ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial," pungkasnya.




(nir/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads