Para ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memiliki rencana mengirimkan data dengan muatan penuh ke Bulan untuk menguji kemungkinan penyimpanan cadangan.
Rencana ini adalah bagian dari proyek Artemis yang akan mendaratkan astronaut di permukaan Bulan untuk pertama kalinya sejak tahun 1972, seperti dikutip dari BBC Science Focus.
NASA tak sendiri untuk mengerjakan misi tersebut. Mereka berkolaborasi dengan perusahaan start up komputasi di Florida bernama Lonestar dan pemerintah Isle Man.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data yang dikirim ke Bulan dengan menggunakan blockchain untuk memastikan data aman dan terlindungi dari gangguan. Namun hal penting dalam penggunaan blockchain ini adalah sebagai bukti bahwa data informasi yang disimpan itu asli.
Blockchain adalah teknologi berupa buku besar yang terdesentralisasi sebagai fasilitas untuk kripto. Sebelumnya blockchain ini sudah digunakan dalam arsip Archangel, dan ini pertama kalinya digunakan di Bulan.
Misi ini dijadwalkan akan dilaksanakan pada Februari 2024 dari wilayah Amerika Serikat. Rencananya setelah kubus data mendarat di Bulan, maka NASA akan mengambil data mengenai asal usul Bulan untuk dikirim kembali ke Bumi. Data ini selanjutnya akan dirakit dalam blockchain untuk diverifikasi.
"Ini menjadi tantangan yang sangat menarik bagi kita dan NASA," kata Kurt Roosen, kepala inovasi digital Isle Man kepada BBC Science Focus.
Dalam hal ini Isle Man juga turut andil dalam uji coba mengirim data ke Bulan. Mereka menggunakan perangko untuk digunakan sebagai data uji yang diluncurkan pada kubus data. Perangko tersebut tidak sembarangan karena dibuat oleh NASA dan berisi informasi tentang orang berikutnya yang akan ke Bulan.
Tujuan NASA dalam Misi
NASA melakukan misi ini dengan tujuan untuk melindungi penemuan dan kreasi terpenting umat manusia agar tidak hilang akibat bencana di Bumi. Salah satu kemungkinannya adalah disebabkan oleh bencana perubahan iklim dan perkiraan Bumi tidak dapat ditinggali lagi.
"Dalam sejarah kita sudah sering melihat banyak kumpulan pengetahuan dan budaya telah hilang," jelas Roosen.
Salah satunya yang hilang tersebut adalah Perpustakaan Alexandria yang legendaris di Mesir kuno hilang secara misterius dan hancur pada tahun 500 Masehi.
Namun kini data manusia lebih berbentuk digital dan berbeda dengan data zaman dahulu. Pertanyaannya adalah bagaimana melindungi data digital tersebut dengan benar? Jawabannya adalah dengan meletakkan di Bulan.
Meski begitu, ada beberapa pihak yang kurang setuju dengan misi ini. Prof Peter Bentley, ilmuwan komputer dari Universitas College London mengungkapkan bahwa menyimpan data di Bulan akan jauh lebih sulit dibandingkan di Bumi. Kemungkinan akan terkena suhu dan radiasi yang ekstrem, sehingga bisa menimbulkan kesalahan atau kerusakan pada data.
"Apa yang salah dengan lokasi Bumi, seperti dasar tambang yang sudah tidak terpakai? Anda tidak perlu pesawat ruang angkasa untuk mencapainya," jelas Bentley.
Seberapa Amankah?
Kubus data yang digunakan NASA ini berbeda dengan hard drive biasanya. Kubus data ini berbentuk persegi panjang berwarna hitam seukuran buku dan menyimpan data sebesar satu terabyte.
Unit ini didukung oleh energi surya dan diketahui tidak perlu sumber daya tambahan atau teknologi pendingin, sehingga lebih ramah lingkungan dan awet. "Unit ini bisa bertahan di Bulan selamanya" kata Roosen.
Menurut Roosen, kualitas inilah yang membuatnya aman dari peretasan dan kecerdasan buatan (AI), sebab unit ini tidak menggunakan internet. Ia juga berpendapat warga Bumi tidak ikut campur tangan, sehingga tidak ada masalah.
Namun, Bentley tidak sependapat dengan Roosen terkait peretasan data tersebut. "Peretasan data tidak ada hubungannya dengan kedekatan. Jika seseorang dapat terhubung kesana maka lewat enkripsi dan keamanan, maka data bisa diambil," jelasnya.
Oleh karena itu peretasan atau virus kemungkinan masih bisa terjadi pada data tersebut, kecuali negara membiarkannya tidak terhubung.
Menyimpan Data Rahasia
Setiap negara memiliki undang-undang yang mengatur tentang penyimpanan data nasional yang bersifat rahasia dan perlindungan data. Misi ini pada masa depan juga akan menyimpan data nasional yang lebih sensitif tersebut.
Data tersebut dapat mencakup informasi budaya, catatan keuangan, kesehatan manusia, data genomik yang rahasia, dan lainnya. "Pemerintah adalah pemegang data pribadi terbesar di negaranya, ada kewajiban untuk melindungi data dengan baik," kata Roosen.
Penyimpanan data ini seperti satelit yang mendarat di Bulan, di mana secara efektif menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian terpencil dari yurisdiksi hukum negara.
"Misi ini adalah kombinasi menarik dan tampak gila, namun ternyata ada gunanya," tutur Roosen.
(pal/pal)