Manusia Zaman Pemburu-Pengumpul Ternyata Terbiasa Melakukan Kekerasan

ADVERTISEMENT

Manusia Zaman Pemburu-Pengumpul Ternyata Terbiasa Melakukan Kekerasan

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 24 Sep 2023 17:00 WIB
Professor John Verano of Tulane University
Foto: Helen Chavarria/Tulane University
Jakarta -

Masyarakat masa pemburu-pengumpul rupanya memiliki kehidupan yang terpisahkan dari budaya kekerasan. Hal ini terungkap melalui sebuah studi yang ditulis oleh para peneliti Universitas Tulane.

Ilmuwan mencari tanda-tanda trauma pada sisa-sisa kerangka berusia 10.000 tahun dari sebuah situs pemakaman di Chile utara. Penemuan tersebut dipublikasikan di jurnal PLOS ONE.

Bukti arkeologi menunjukkan bahwa kekerasan antarindividu dan peperangan memainkan peran penting dalam kehidupan kelompok pemburu-pengumpul dari waktu ke waktu. Namun, masih ada banyak pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan populasi manusia di Chile bagian utara mencakup rentang waktu 10.000 tahun, sehingga memberikan peluang berharga untuk mempelajari pola kekerasan masyarakat pemburu-pengumpul dari waktu ke waktu.

Riset arkeologis ini dilakukan oleh John Verano, seorang antropolog biologi dan profesor di Tulane School of Liberal Arts yang mengkhususkan diri dalam meneliti kerangka manusia purba dan modern. Dia berkolaborasi dengan Vivien Standen dari Universitas TarapacΓ‘, Chile untuk menyelidiki potensi kasus patah tulang tengkorak dan waktu terjadinya.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari Tulane University, mereka menganalisis apakah luka tersebut telah sembuh atau mungkin berakibat fatal dan menentukan apakah luka tersebut tidak disengaja atau disebabkan oleh kekerasan antarindividu.

Diduga karena Tak Ada Politik Terpusat

Para peneliti memeriksa tanda-tanda trauma kekerasan pada sisa-sisa kerangka 288 orang dewasa di situs pemakaman di sepanjang pantai Gurun Atacama dari 10.000 tahun lalu hingga tahun 1450 Masehi. Mereka juga menganalisis pola persenjataan dan penggambaran artistik dari kekerasan saat itu.

Ilmuwan menemukan bahwa tingkat kekerasan bersifat statis dari waktu ke waktu. Namun, ada peningkatan signifikan dalam hal kekerasan yang mematikan selama Periode Formatif dimulai sekitar tahun 1000 SM.

Tren serupa juga ditemukan dalam penelitian di wilayah Andes. Data dari isotop strontium menunjukkan bahwa kekerasan interpersonal ini terjadi antarkelompok lokal, bukan antara populasi lokal dan asing.

Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekerasan merupakan bagian yang konsisten dalam kehidupan masyarakat purba selama ribuan tahun. Tidak adanya sistem politik terpusat saat itu diduga menyebabkan terjadinya ketegangan yang terus menerus disertai kekerasan.

Ada kemungkinan juga bahwa kekerasan terjadi karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya di lingkungan gurun yang ekstrem. Kekerasan kemudian menjadi lebih buruk ketika pertanian menjadi sesuatu yang menonjol dan meluas.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads