"Melalui Ditjen Kebudayaan, apa pun produk budaya yang memiliki hak cipta bisa mengajukan gugatan melalui kantor HAKI Kemenkum HAM Malaysia, kami bisa memfasilitasi ini," demikian dikatakan Irjen Kemendikbudristek Chatarina Girsang.
Hal itu dikatakan Chatarina dalam Dialog Media tentang Selayang Pandang Merdeka Belajar serta Pembagian Pusat dan Daerah oleh Kemendikbudristek di Hotel Mercure Jakarta TB Simatupang, Jakarta Selatan, Sabtu (16/9/2023).
Chatarina menambahkan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud tentu tidak bisa mengawasi semua yang terjadi di media atau YouTube. Pengawasan ini butuh peran serta masyarakat.
"Kementerian bisa melaporkan kondisi ini ke Ditjen HAKI Kemenkum HAM (Malaysia) sesuai dengan ketentuan yang ada, bila pemegang hak cipta mau, ini bisa kita fasilitasi," tegas mantan jaksa ini.
'Halo Kuala Lumpur' dari kanal YouTube Laku Kanak TV diduga telah melanggar hak cipta atas karya lagu 'Halo, Halo Bandung' ciptaan Ismail Marzuki karena dianggap telah mengambil musik dan mengubah lirik aslinya.
Lagu 'Halo, Halo Bandung', pertama kali diumumkan pada 1 Mei 1946 dan sudah tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor permohonan EC00202106966.
Di Indonesia, perlindungan hak cipta atas karya cipta lagu berlaku selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta). Pencatatan hak cipta di Indonesia tidak diwajibkan, akan tetapi para kreator didorong untuk mencatatkannya di DJKI sebagai bagian dari upaya defensif apabila suatu ketika terjadi klaim dari pihak lain yang merugikan pencipta atau pemegang hak cipta.
DJKI Kemenkum HAM sebelumnya angkat bicara bahwa karya seseorang tidak bisa diubah seenaknya.
DJKI menjelaskan, apabila ada orang maupun pihak lain yang mengambil musik atau pun mengubah lirik dari suatu karya lagu tanpa meminta izin dan tidak mencantumkan nama penciptanya, maka hal tersebut patut diduga sebagai bentuk pelanggaran hak cipta atas hak moral.
Kemudian, apabila lagu tersebut diunggah ke platform digital tentunya tindakan itu juga akan merugikan pencipta dan pemegang hak cipta baik dari sudut pandang hak moral maupun hak ekonomi.
DJKI menjelaskan, upaya penegakan hukum pelanggaran hak cipta di negara lain, diatur dalam Konvensi Bern, memakai asas independence of protection, yang artinya, perlindungan dan penegakan hukum Hak Cipta mengimplementasikan aturan hukum di negara karya hak cipta tersebut dilanggar. Dalam hal ini, menggunakan hukum Malaysia.
Indonesia dan Malaysia merupakan anggota Konvensi Bern. Indonesia meratifikasi Konvensi Bern lewat Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For the Protection of Literary and Artistic Work, telah diundangkan pada 7 Mei 1997 silam.
"Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang Undang Hak Cipta di negara tersebut," kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Min Usihen, dikutip dari detikNews.
Selanjutnya, Min menerangkan jika pencipta atau pemegang hak ciptanya sudah meninggal dunia maka ahli waris sebagai pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk melarang atau mengizinkan pihak lain dalam melaksanakan hak cipta miliknya.
Namun apabila terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan alternative dispute resolution (ADR), yakni suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. ADR ini adalah semacam musyawarah.
DJKI sebagai pemangku kepentingan mengenai kekayaan intelektual Indonesia dapat mengambil peran menjadi pihak netral yang menjembatani penyelesaian sengketa tersebut.
(nah/nah)