Mobil Listrik Bukan Solusi Kurangi Emisi Karbon, Ini Alasannya

ADVERTISEMENT

Mobil Listrik Bukan Solusi Kurangi Emisi Karbon, Ini Alasannya

Noor Faaizah - detikEdu
Minggu, 03 Sep 2023 18:00 WIB
Ilustrasi mobil listrik Jaguar dicas. Foto: Jaguar.com
Foto: Jaguar.com/Ilustrasi mobil listrik
Jakarta -

Mobil listrik merupakan salah satu upaya dekarbonisasi global. Hadirnya kendaraan listrik diharapkan mampu mengurangi konsumsi minyak dan emisi karbon. Namun, ternyata mobil listrik masih menyisakan masalah di belakangnya.

Lucas Woodley, mahasiswa Universitas Harvard yang berkonsentrasi di bidang Ekonomi dengan gelar sekunder di bidang Psikologi dan Ashley Nunes, seorang peneliti senior di Harvard Law School dan dosen di Departemen Ekonomi, mengatakan pembelian mobil listrik masih menghasilkan emisi karbon.

Mereka melakukan penelitian yang berfokus melihat bagaimana dana publik dibelanjakan untuk mobil listrik, mengindikasikan bahwa insentif pembelian kendaraan listrik yang dilakukan oleh pemerintah seringkali gagal. Padahal awalnya digunakan untuk pemenuhan investasi lingkungan yang berkelanjutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan Solusi untuk Turunkan Emisi Karbon

Menurut mereka, sebuah kendaraan listrik harus memenuhi ambang batas jarak tempuh tertentu sebelum manfaat lingkungan dapat diwujudkan. Hal ini karena baterai yang menggerakan mobil listrik juga menghasilkan emisi yang sangat besar selama proses produksi.

Di Amerika Serikat, kendaraan listrik non-mewah pada umumnya harus menempuh jarak 28.000 untuk terhitung menurunkan emisi karbon. Bila jarak tempuh di bawah 68.160 mil maka belum mendapatkan manfaat emisi apa pun.

ADVERTISEMENT

Pada tahun 2022, penelitian Woodley menunjukkan bahwa penggunaan agregat kendaraan listrik di Amerika Serikat ada di bawah 55.749 mil. Hal ini mengindikasikan bahwa manfaat pengurangan emisi karbon gagal dihasilkan, dibandingkan kendaraan bertenaga gas.

Oleh karena itu, dapat dikatakan jika kendaraan listrik lebih 'kotor' untuk diproduksi tetapi lebih 'bersih' untuk dikendarai.

"Jika Anda adalah seseorang yang sering mengemudikan mobil, kemungkinan besar Anda cocok untuk mengendarai kendaraan listrik. Sebaliknya, jika Anda adalah seseorang yang jarang mengemudi, dan sebagian besar kendaraan akan disimpan di garasi, maka lebih baik Anda memiliki kendaraan bertenaga bensin," ujar Woodley, dikutip dari The Harvard Gazette.

Kebijakan Insentif pada Pembeli Kendaraan Listrik

Para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian insentif atas penggunaan mobil listrik harus pada individu yang menggunakan dalam jangka panjang.

Pada bulan April 2022, tepat setelah makalah mereka diterbitkan, Woodley dan Nunes mengeluarkan memo kebijakan untuk merekomendasikan perluasan pengadaan insentif hingga ke pasar barang bekas.

Dalam beberapa hari, Pemerintahan Biden pun mengumumkan kredit pajak untuk kendaraan listrik bekas mencapai $4.000 (60 juta rupiah) pada tahun 2023. Keputusan ini juga menjadi bagian dari Undang-Undang Pengurangan Inflasi Amerika Serikat.

Woodley akhirnya menggunakan tesisnya untuk meneliti dampak ekonomi dari kredit pajak. Dari penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar nilai kredit pajak kendaraan listrik bekas justru diperoleh dari individu yang menjual mobilnya.

Gagasan selanjutnya, Woodley membahas tentang optimalisasi pengeluaran pemerintah akan insentif kendaraan listrik. Salah satu usulannya menyatakan bahwa subsidi kendaraan listrik sebaiknya diberikan kepada para pekerja yang menempuh jarak jauh.

Termasuk pada pengemudi rideshare (kendaraan yang bisa dipesan online) dengan rata-rata tempuh 160 hingga 200 mil per hari. Sebab, pemberian insentif kepada pembeli yang salah pada akhirnya tetap mendorong peningkatan jejak karbon.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads