Sebuah studi menunjukkan, nyaris separuh pengguna Twitter yang merupakan pegiat lingkungan telah meninggalkan platform yang kini bernama X tersebut. Fenomena ini terjadi sejak Elon Musk mengambil alih.
Berdasarkan sampel studi terhadap 380.000 pengguna yang berorientasi lingkungan, hampir 47,5% di antaranya tidak lagi aktif di Twitter/X setelah dijual pada Oktober 2022.
Beberapa hari setelah akuisisi Twitter oleh Elon Musk pada 28 Oktober 2022, analis industri melaporkan bahwa lebih dari satu juta pengguna tidak lagi aktif di platform ini. Meningkatnya penyalahgunaan dan ujaran kebencian di X yang disebabkan aturan Musk dalam mengubah moderasi konten, diperkirakan mendorong fenomena ini. Temuan terbaru juga menunjukkan bahwa ujaran kebencian meningkat secara substansial setelah penjualan Twitter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan pada antarmuka pemrograman X dan penurunan layanan disebut telah menghambat akses para relawan dan peneliti ke data real-time Twitter. Hal ini rupanya memiliki konsekuensi di dunia nyata, misalnya menimbulkan hambatan untuk mendapatkan informasi dari banyak orang selama gempa bumi di Turki dan Suriah.
Tata kelola platform yang sudah dimodifikasi juga mengakibatkan pembayaran yang terlambat ke vendor layanan cloud seperti Google Cloud. Hal ini disertai pembatasan akses pengguna ke berbagai postingan, sehingga berdampak negatif pada pengalaman pengguna dan pengalaman berbagi informasi.
Perubahan sejak akuisisi Twitter kemungkinan memiliki efek riak untuk segmen lain, seperti bidang kebijakan iklim atau tanggap bencana di masa mendatang setelah peristiwa cuaca ekstrem.
"Twitter telah menjadi platform media sosial yang dominan untuk berbagai pelaku lingkungan dalam berkomunikasi dan mengatur tujuan advokasi, bertukar ide dan penelitian, serta peluang baru kolaborasi," kata peneliti Pomona College, Charlotte Chang dan rekannya, dikutip dari Sci.News.
"Twitter telah digunakan untuk melacak beragam topik yang penting untuk penelitian konservasi dan lingkungan, mulai dari konservasi keanekaragaman hayati, interaksi manusia dan alam, keyakinan-keyakinan mengenai perubahan iklim, respons bencana cuaca ekstrem, preferensi kebijakan lingkungan, serta menyebarluaskan informasi dan memobilisasi kepentingan publik oleh LSM lingkungan dan lembaga publik," bebernya.
Dalam studinya, para peneliti menganalisis 380.000 pegiat lingkungan, segmen masyarakat yang sering membahas mitigasi perubahan iklim dan konservasi keanekaragaman hayati. Pengguna dianggap aktif jika mereka memposting setidaknya sekali dalam periode 15 hari.
Para ilmuwan menemukan bahwa dalam 6 bulan setelah Musk mengambil alih Twitter, hanya 52,5% dari pegiat lingkungan ini yang masih aktif menggunakan X. Tingkat drop off-nya jauh lebih besar daripada komunitas online yang sebanding, termasuk para pengguna yang bicara soal politik secara umum.
"Saat ini tidak ada platform yang setara dengan Twitter," kata mereka.
"Dengan demikian, setiap perubahan dalam keterlibatan oleh pengguna yang berwawasan lingkungan, akan menimbulkan pertanyaan serius tentang di mana harus melacak wacana tentang pelestarian lingkungan dan bagaimana memobilisasi segmen publik yang pro lingkungan," ungkap para peneliti.
Ke depannya, penulis akan meminta para ilmuwan untuk mengambil peran aktif dalam transisi ke berbagai mode komunikasi lingkungan. Beberapa mode yang dimaksud itu entah mengadvokasi perubahan di dalam Twitter untuk membantu menjadikannya platform yang berguna bagi pecinta lingkungan lagi, ataukah secara kolektif beralih ke platform lain seperti Mastodon atau Utas.
Mereka juga merujuk pada komunitas Coalition for Independent Technology Research, yang menyatukan orang-orang untuk menyuarakan keprihatinan kepada perwakilan Twitter dan para pembuat kebijakan.
"Kita perlu membuat kolaborasi lintas industri, sektor nirlaba, dan akademisi untuk melacak keterlibatan publik dengan lingkungan di seluruh platform media sosial, untuk kepentingan penelitian utama, konservasi lingkungan terapan, dan mitigasi iklim," kata para peneliti.
Penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal Trends in Ecology and Evolution dengan judul "Environmental Users Abandoned Twitter after Musk Takeover".
(nah/nwk)