Aliansi Jurnalis Indipenden (AJI) melaporkan data kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak 2006 hingga 2023. Ketua Divisi Advokasi AJI Erick Tanjung melaporkan, kasus kekerasan terhadap jurnalis kian di tahun politik dan jelang Pemilu 2024.
Erick menjabarkan, ada 61 kasus serangan pada jurnalis sepanjang tahun 2022. Sedangkan hanya pada Januari-Juli 2023, kasus serangan pada jurnalis sudah mencapai 58 kasus.
Ancaman dan serangan terhadap jurnalis sepanjang Januari-Juli 2023 yang terdata yakni:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Kekerasan fisik (12 kasus)
2. Ancaman (10 kasus)
3. Serangan digital (8 kasus)
4. Teror dan intimidasi (7 kasus)
5. Penghapusan hasil liputan (6 kasus)
6. Pelarangan liputan (5 kasus)
7. Kekerasan seksual/berbasis gender (5 kasus)
8. Perampasan alat (3 kasus)
9. Penuntutan hukum (1 kasus)
10. Pelecehan (1 kasus)
Sedangkan pada 2022, 61 kasus serangan menimbulkan 97 korban dari jurnalis dan pekerja media, serta 14 organisasi media. Data AJI menunjukkan serangan paling banyak yakni berupa kekerasan fisik dan perusakan alat kerja jurnalis dan media (20 kasus), disusul kekerasan digital (15), kekerasan verbal (10), penyensoran (8), penangkapan dan pelaporan pidana (5), dan kekerasan berbasis gender (3).
"Kekerasan digital terbanyak tahun 2022 (dibanding tahun-tahun sebelumnya)" tambah Erick dalam Diskusi Publik Keamanan Jurnalis, Tanggung Jawab Siapa? yang digelar AJI bersama Usaid dan Internews di The Icon Hotel Morrissey, Jl. KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2023).
Siapa Pelaku Kekerasan pada Jurnalis?
Erick melaporkan, pelaku kekerasan terhadap jurnalis terdiri dari aktor negara dan aktor non-negara. Berdasarkan pelaku, 13 aksi kekerasan pada jurnalis dilancarkan pelaku tidak dikenal, 11 kasus kekerasan dilancarkan polisi, 9 kasus oleh warga, dan 6 kasus oleh aparat pemerintah.
Lebih lanjut, 5 kasus kekerasan pada jurnalis dilakukan perusahaan, 4 kasus oleh pekerja profesional, 4 kasus oleh ormas, masing-masing 2 kasus oleh TNI dan birokrat, serta masing-masing 1 kasus oleh jaksa dan partai politik.
Erick mengatakan, sejak UU ITE lahir pada 2008 dan direvisi pada 2016, sebanyak 38 jurnalis dipidanakan memakai pasal-pasal bermasalah di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Empat jurnalis di antaranya dipenjara karena dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Mitigasi Risiko Keamanan Liputan
Mengantisipasi ancaman dan serangan kekerasan terhadap jurnalis, AJI menyarakankan pengunaan perangkat penilaian risiko. Pihak media dan jurnalis dapat memeriksa risiko keamanan dan keselamatan sebelum liputan yang dapat diakses di https://advokasi.aji.or.id/perangkat-penilaian-risiko/.
"Dalam dua bulan terakhir, kasus kekerasan pada jurnalis masif di bulan Juli. Terbaru itu terkait liputan pemilu, jurnalis CNN Indonesia dan Kompas TV alami kekerasan saat liputan diskusi Partai Golkar. Kita melihat liputan pemilu ini cukup rentan. Kita berharap tools ini bisa jadi langkah mitigasi," kata Erick.
Sebelumnya pada 26 Juli 2023 lalu, massa melarang peliputan Diskusi Generasi Muda Partai Golkar oleh para jurnalis. Kameramen Kompas TV yang sedang merekam peristiwa didorong. Sedangkan ponsel milik jurnalis CNN Indonesia diambil dan dilempar.
"Kamera dipukul, sama dagu saya kena pukul," kata kameramen berinisial JPP tersebut, dikutip dari laman AJI Jakarta.
Keributan massa yang tidak dikenal dengan penanggung jawab diskusi terus terjadi selama hampir 1 jam sejak pukul 14.08 WIB. Massa lalu mendatangi ruangan yang sedianya jadi ruang diskusi, kemudian membanting peralatan liputan, termasuk tripod jurnalis televisi.
(twu/nwk)