Riset detikEDU: Kebijakan PSBB Bisa Perbaiki Kualitas Udara

ADVERTISEMENT

Riset detikEDU: Kebijakan PSBB Bisa Perbaiki Kualitas Udara

Pasti Liberti Mappapa - detikEdu
Rabu, 02 Agu 2023 20:00 WIB
Sejumlah kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari dimulai pada 10 April hingga 23 April 2020.  ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.
Situasi saat pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta beberapa waktu lalu Foto: ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN
Jakarta -

Dalam beberapa hari terakhir kualitas udara di Jakarta terpantau kurang sehat. Bahkan pada Selasa 25 Juli siang menurut situs IQAir, kualitas udara Jakarta jadi yang paling berpolusi. Salah satu indikatornya adalah tingginya kandungan partikel halus atau particulate matter 2.5 (PM2.5) di udara di sejumlah wilayah Ibu Kota.

Particulate matter 2.5 adalah partikel udara yang ukurannya kurang dari 2,5 mikron (mikrometer). PM2.5 menjadi indikator utama polusi udara yang memiliki risiko terbesar terhadap kesehatan manusia.

Misalnya pada Kamis 27 Juli 2023 di wilayah Jakarta Selatan menurut data Nafas ID kandungan PM2.5 mencapai 76 alias tidak sehat. Di Jakarta Pusat pada hari yang sama berdasarkan aplikasi JAKI kandungan PM2.5 mencapai 107. Begitu juga di Jakarta Timur dengan kandungan PM2.5 sebesar 127.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tingginya polusi udara perlu menjadi perhatian serius. Sebab menurut data terbaru dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), polusi udara menjadi penyebab penyakit dan kematian dini terbesar di dunia.

Belum lama ini Erwin Dariyanto Redaktur Pelaksana detikEDU melakukan riset terkait langkah yang bisa dilakukan untuk menurunkan kadar kandungan PM2,5 di udara. Hasil riset detikEDU tayang dalam Jurnal Kebijakan Ekonomi Universitas Indonesia Vol. 17 No. 1 April 2022.

ADVERTISEMENT

Erwin menguji dampak penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di masa pandemi COVID-19 terhadap konsentrasi particulate matter 2.5 (PM2.5). Penelitian fokus pada lima kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya dengan periode pengamatan berlangsung selama 1 Maret sampai dengan Desember 2020.

Metode yang digunakan untuk menguji dampak pemberlakuan kebijakan PSBB terhadap konsentrasi PM2.5 adalah dengan menggunakan fixed effects model. Fixed Effects Model adalah salah satu teknik pengolahan data kuantitatif.

Penggunaan fixed effects model memungkinkan peneliti secara akurat menguji dampak sebuah kebijakan, dalam hal ini dampak PSBB terhadap penurunan konsentrasi PM2.5. Sebab, dalam fixed effects, heterogenitas spesifik dari kota, konsentrasi polutan tahun-tahun sebelumnya, dan faktor iklim telah dikendalikan.

Hasilnya kebijakan PSBB berperan dalam memperbaiki kualitas udara. Saat diberlakukan kebijakan ini dampaknya sangat signifikan terhadap penurunan PM2.5 hingga sebesar 1,210 ΞΌg/m3.

Ketika dilakukan pengujian dampak PSBB per level, dari 4 level PSBB, PSBB level 3 yang signifikan menurunkan konsentrasi PM2.5. Sementara PSBB level 1, PSBB level 2 dan PSBB level 4 bisa berdampak pada menurunnya konsentrasi PM2.5, namun tidak signifikan.

Erwin berharap penelitian ini bisa memberikan kontribusi kepada pengambil kebijakan sebagai pertimbangan saat membuat keputusan terkait dengan pengendalian kualitas udara di Indonesia. "Apalagi akhir-akhir ini polusi udara di Jakarta sedang tinggi-tingginya karena kandungan PM2.5 di Ibu Kota yang tinggi," kata dia.

Menurut Erwin jika mengacu pada data terbaru UNFCCC bahwa polusi udara menjadi penyebab penyakit dan kematian dini terbesar di dunia, maka pemerintah daerah dalam hal ini Jakarta perlu segera membuat kebijakan untuk memperbaiki kualitas udara. "Akan lebih baik jika kebijakan tersebut diambil dengan melibatkan akademisi," kata alumni Pascasarjana Universitas Indonesia ini.




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads