Bangunan modern mungkin tidak menggunakan bahan utama kayu, namun mayoritas bangunan seperti rumah di pedesaan tetap banyak yang menggunakan kayu. Bahan utama kayu kerap disandingkan dengan semen atau baja.
Seperti yang diketahui, isu lingkungan menjadi persoalan serius dalam dekade ini. Hal ini lantaran perubahan iklim yang terus terjadi akibat ulah manusia terhadap alam.
Tak terkecuali penggunaan bahan utama bangunan seperti semen dan baja, yang ternyata memiliki dampak yang sangat merugikan bagi planet Bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, produksi semen menyumbang 2,3 miliar ton CO2 per tahunnya, sementara besi dan baja melepaskan 2,6 miliar ton CO2.
Jika diibaratkan sebagai sebuah negara, maka produksi semen dan baja akan menjadi negara penghasil karbon dioksida terbesar ketiga di seluruh dunia, setelah AS dan China.
Dampak terhadap lingkungan yang diberikan oleh baja dan semen menyebabkan sebagian orang menganggap kayu sebagai solusi yang lebih baik. Namun, ternyata kayu juga bukan merupakan pilihan yang ideal untuk mengatasi hal tersebut.
Permintaan Kayu Terus Meningkat
Dilansir dari laman ZME Science, di atas kertas penggunaan kayu memang terlihat lebih baik dibandingkan baja dan semen. Namun, para peneliti World Resources Institute (WRI) mengungkap konsumsi kayu menyumbang sekitar sepersepuluh emisi gas rumah kaca tahunan dunia.
Angka tersebut memang kurang dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pembangkit listrik dan panas, namun tetap lebih tinggi dari mobil penumpang.
Oleh sebab itu, meskipun lebih baik dibanding beton dan baja, kayu tetap bukan merupakan pilihan yang ideal.
Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan kayu juga tengah menjadi fokus perhatian. Pasalnya, permintaan global terhadap kayu akan meningkat sebesar 54% antara tahun 2010 dan 2050.
Meskipun penggunaan kayu untuk menggantikan beton dan baja dapat menghasilkan emisi yang lebih rendah, para peneliti menganggap hal tersebut tampak sulit untuk dicapai.
Bahkan saat ini, perkebunan cepat tumbuh yang dapat memasok kayu sudah dibutuhkan untuk memenuhi permintaan kayu yang semakin meningkat.
Bahan Bangunan Hanya Menggunakan Sepertiga Bagian Kayu
Pohon memiliki dampak yang baik bagi lingkungan karena saat mereka tumbuh, pohon akan mengubah karbon di udara menjadi karbohidrat. Proses yang dilakukan pohon tersebut dapat menghilangkan karbon dari atmosfer dan tersimpan dalam pohon.
Jika pohon digunakan sebagai bahan bangunan maka karbon akan tetap tersimpan selama beberapa dekade di dalamnya. Namun, bahan bangunan hanya menggunakan sepertiga bagian kayu, sisanya akan ditinggalkan di hutan seperti batang dan akarnya.
Kulit kayu, menyumbang 10-15% bagian kayu yang diambil dari hutan. Namun, kulit kayu tidak menjadi bagian yang digunakan dalam bahan bangunan, fungsinya yang dianggap tidak ada menyebabkan kulit kayu acap kali dibakar.
Selain itu, saat kayu diubah menjadi kayu lapis, sebagian besar kayu akan berubah menjadi serpihan atau serbuk kayu yang akan dibakar. Proses industri ini akan menghasilkan banyak karbon dioksida yang bisa dihindari jika hutan dipertahankan.
Kendati demikian terdapat sebuah klaim yang menyebutkan bahwa penggunaan kayu bersifat netral karbon selama hutan dipanen secara berkelanjutan.
Artinya, jumlah kayu yang diambil pada periode panen tahunan seimbang dengan pertumbuhan hutan pada periode yang sama.
Namun, para peneliti menganggap klaim tersebut tidak akurat karena pemanenan yang dilakukan pada pohon tetap akan meningkatkan produksi karbon meskipun hutan tetap memiliki jumlah pohon yang seimbang.
Penggunaan Kayu Dapat Meningkatkan Emisi Karbon
Studi ini juga mengungkap bahwa penggunaan kayu sebagai bahan bangunan bisa meningkatkan emisi karbon dibandingkan dengan penggunaan beton dan baja sebagai bahan bangunan.
Hal itu disebabkan karena permintaan kayu yang meningkat hingga 54% pada pertengahan abad ini dapat menyebabkan penebangan sekitar 4,8 juta km lahan hutan. Luas tersebut nyaris setara dengan luas daratan Amerika Serikat.
Kemungkinan hasil emisi yang dihasilkan penggunaan kayu untuk bahan bangunan akan berkisar antara 3,5 hingga 4,2 miliar ton CO2 setiap tahunnya. Emisi tersebut kurang lebih setara dengan emisi akibat pembabatan hutan untuk pertanian.
Para peneliti juga memperkirakan penggunaan penggunaan kayu untuk kayu lapi, kerta, dan tujuan lain selain bahan bakar akan meningkat hingga 90% lebih tinggi pada tahun 2050 dibandingkan dengan tahun 2010.
Pada studi ini, para peneliti turut menyarankan untuk membatasi penggunaan kayu yang ditebang dan mendorong penggunaan kayu yang lebih efisien, seperti mengurangi pembakaran kayu untuk pemanas dan memasak.
Selain itu, para peneliti juga menganjurkan kita untuk mencari solusi yang lebih menjanjikan untuk menggantikan beton dan baja dalam sektor konstruksi dibandingkan hanya mengandalkan kayu.
(faz/faz)