Suhu Global Capai Rekor Tertinggi, NASA Bakal Luncurkan Misi Ini

Fahri Zulfikar - detikEdu
Selasa, 25 Jul 2023 07:00 WIB
Foto: REUTERS/Igor Petyx/Gelombang panas
Jakarta -

Beberapa tahun terakhir diketahui suhu global terus meningkat. Terbaru, pada 4 Juli 2023 suhu rata-rata global mencapai rekornya hingga 17,18 derajat celsius. Rekor suhu panas ini memecahkan suhu terpanas pada Agustus 2016 dan Juli 2022.

Merespons fenomena yang terjadi, ilmuwan NASA membuka diskusi untuk menguraikan solusi utama yang telah mereka kerjakan dalam rangka mengurangi dampak mengerikan pemanasan global.

Solusi ini mulai dari misi pesawat tak berawak hingga data satelit ultra-presisi. Hatapannya, upaya tersebut bisa menjadi inovasi untuk melindungi planet kita.


Gelombang Panas Picu Kebakaran Hutan, Apa Solusinya?

Saat gelombang panas terus menyapu Bumi, kebakaran hutan terjadi di Amerika Utara. Sementara itu, bencana alam seperti angin topan semakin parah.

Semua konsekuensi dari perubahan iklim tersebut disebabkan oleh manusia. Berangkat dari masalah tersebut, NASA terus memperhatikan dan mencari cara untuk dapat membantu mengurangi efek pemanasan planet.

"Juni (2023) lalu adalah bulan Juni terhangat dalam catatan. Kami mengantisipasi, dengan pemahaman tentang apa yang terjadi setiap hari, Juli kemungkinan akan menjadi bulan absolut terpanas yang pernah tercatat," kata Gavin Schmidt, Direktur Institut Studi Antariksa Goddard NASA, dikutip dari Space.

Untuk memulainya, Schmidt menjelaskan upaya NASA untuk memerangi perubahan iklim, termasuk misi untuk meningkatkan pemahaman tentang bagaimana pemanasan global mengubah sistem biologis.

Ilmuwan melihat ke teknologi generasi berikutnya seperti pesawat tak berawak untuk memantau mekanisme respons kebakaran hutan dan menyebarkan satelit untuk melacak emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.

Bahkan ada beberapa pembicaraan awal tentang bagaimana kecerdasan buatan dan pembelajaran mendalam yang bisa membantu mendapatkan data iklim seakurat mungkin.

"Ilmu kita belum selesai sampai kita mengkomunikasikannya," ucap Karen St. Germain, Direktur Divisi Ilmu Bumi NASA.

Menurutnya, hal ini menjadi sangat penting dan menarik. Sebab, NASA Earth Science memiliki kemampuan end-to-end untuk menjelaskan informasi, observasi, dan teknologi terkait Bumi.

"Kemampuan end-to-end itu memungkinkan kita untuk menyampaikan sains dan informasi yang dapat ditindaklanjuti sehingga lebih banyak orang dapat melihat Bumi seperti yang kita lihat," imbuhnya.

Berusaha Bantu Spesies di Laut

Carlos Del Castillo, Kepala Laboratorium Ekologi Laut di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA mengatakan, NASA tidak hanya berfokus pada pengelolaan krisis untuk melindungi umat manusia, tetapi juga untuk membantu spesies di darat dan di laut.

"Perairan di sekitar Florida lebih dari 90 derajat Fahrenheit, yang mengancam bagi spesies laut seperti terumbu karang, tumbuhan laut, dan hewan laut. Semua CO2 yang kita keluarkan ke udara menyebabkan suhu itu - sebagian besar masuk ke laut," ujarnya.

Sebagai gambaran, dia mengatakan manusia telah meningkatkan keasaman laut sekitar 25% sejak Revolusi Industri. Hampir di mana-mana, terutama di lautan, suhu permukaan laut telah memecahkan rekor, bahkan di luar daerah tropis.

Ilmuwan memperkirakan kondisi itu akan terus berlanjut karena manusia terus memasukkan gas rumah kaca ke atmosfer.

"Sampai kami berhenti melakukannya, suhu akan terus meningkat," tutur Schmidt.

Dua Misi NASA Diluncurkan 2024 dan 2025

Atas segala persoalan suhu yang meningkat ini, Misi PACE NASA dijadwalkan diluncurkan pada awal 2024. Kemudian misi GLIMR-nya, diperkirakan akan dimulai pada tahun berikutnya.

Kedua misi tersebut diharapkan akan membantu para ilmuwan menguraikan cara mengatasi masalah terutama pada sektor kelautan.

Keduanya adalah sistem berbasis satelit. Namun PACE, yang merupakan singkatan dari Plankton, Aerosol, Cloud, ocean Ecosystem, akan lebih fokus untuk mendeteksi perubahan warna laut, awan, dan aerosol.

Sementara GLIMR, yang merupakan singkatan dari Geostationary Littoral Imaging and Monitoring Radiometer, akan mengidentifikasi hal-hal seperti ganggang berbahaya dan tumpahan minyak.

Keduanya akan memberi gambaran lengkap tentang bagaimana perubahan iklim memengaruhi lautan dan organisme di dalamnya.

"Mereka akan menambah lebih dari dua lusin misi terkait iklim yang sudah dimiliki NASA di orbit, seperti Orbiting Carbon Observatories 2 dan 3 yang mengukur emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar di Eropa awal tahun ini," tutur Del Castillo.



Simak Video "Video: Melihat Dampak Perubahan Iklim yang Semakin Nyata"

(faz/twu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork