Alam acap kali disebutkan memiliki pengaruh yang baik bagi kesehatan mental kita. Namun, studi terbaru telah mengungkapkan adanya peningkatan biofobia atau fobia terhadap unsur alam di seluruh dunia.
Peningkatan fobia terhadap alam terjadi terutama pada negara-negara dengan populasi perkotaan yang lebih besar. Hal itu mendukung gagasan bahwa kehidupan perkotaan mungkin terkait dengan rasa takut dan jijik terhadap hal yang berhubungan dengan alam.
Data Didapat dari Pencarian Internet
Sayangnya, informasi terkait peningkatan biofobia pada populasi modern hingga saat ini masih sangat minim untuk diketahui. Hal tersebut menyebabkan para peneliti menggunakan sumber informasi lain, yaitu pencarian internet, seperti yang dilansir dari laman Science Daily.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian yang dipimpin oleh Universitas Turku di Finlandia, dilakukan dengan menilai minat pencarian internet untuk 25 bentuk biofobia yang berbeda. Selain itu, penelitian juga melibatkan kelompok perbandingan berupa 25 fobia lain yang tidak terkait dengan alam.
Mereka menemukan adanya peningkatan minat dalam biofobia di seluruh dunia untuk 17 dari 25 biofobia yang diteliti. Namun, peningkatan fobia ini tetap lebih lambat jika dibandingkan dengan fobia khusus lain yang juga mengalami peningkatan pencarian.
Untuk diketahui, jumlah biofobia dengan minat pencarian yang dicatat pada tingkat negara, memiliki kaitan positif dengan jumlah spesies berbisa negara tersebut dan proporsi populasi negara yang tinggal di daerah perkotaan, tetapi berkaitan negatif dengan pertumbuhan populasi perkotaan.
Biofobia Bermanfaat bagi Evolusi
Naturalis terkenal E O Wilson, mengungkapkan manusia memiliki insting bawaan untuk terhubung dengan alam dan makhluk lainnya, ini merupakan konsep yang umumnya dikenal sebagai biofilia.
Namun, beberapa orang justru menunjukkan reaksi sebaliknya. Pasalnya, mereka akan memanifestasikan rasa takut naluriah dan terkadang irasional terhadap organisme tertentu atau elemen alam.
Bentuk fobia terkait alam yang paling umum terjadi adalah Arachnophobia (ketakutan terhadap laba-laba) dan ophidiophobia (ketakutan terhadap ular).
"Beberapa bentuk biophobia dianggap memiliki manfaat evolusi, karena dapat membantu leluhur kita menghindari pertemuan dengan organisme yang berpotensi berbahaya," ungkap Dr Stefano Mammola, seorang ahli ekologi dari Dewan Penelitian Nasional Italia dan penulis bersama studi ini.
"Namun, banyak juga yang menunjukkan respons takut terhadap organisme yang tidak menimbulkan ancaman nyata, sehingga berpotensi menyebabkan kecemasan berlebihan dan menghindari interaksi dengan alam," jelasnya.
Biofobia Meningkat pada Masyarakat Modern
Dr Mammola mengungkapkan bahwa fobia terkait alam cenderung meningkat dalam masyarakat modern. Beberapa peneliti berasumsi peningkatan ini dikarenakan dengan semakin terputusnya hubungan dengan alam akibat kehidupan perkotaan. Sayangnya, luas dan faktor pendukung yang pasti dari perubahan tersebut belum sepenuhnya dipahami.
"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa prevalensi berbagai biofobia lebih tinggi di negara-negara yang memiliki populasi perkotaan yang besar dan sudah lama berdiri," ungkap Dr Correia.
"Hasil penelitian ini mendukung hipotesis sebelumnya yang mengaitkan kehidupan perkotaan dengan keterputusan dari alam, yang dipicu oleh hilangnya pengalaman alam," tambahnya.
Dr Correia juga mengungkapkan terputusnya hubungan dengan alam tercermin pada rasa takut dan jijik terhadap makhluk lain yang berada di alam.
Reaksi tersebut dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan manusia, tetapi memiliki konsekuensi bagi cara orang melihat dan mendukung pelestarian alam di sekitar mereka.
(nah/nah)