Alam kita memiliki kekayaan flora dan fauna yang sangat menakjubkan. Namun, jika kita melakukan kontak dengan alam liar kita harus terus waspada agar tidak bertemu dengan racun yang ada di sana.
Saat berada di alam liar, kita harus berhati-hati terhadap ular yang berbisa dan tidak memakan buah beracun. Meskipun keduanya sama-sama melibatkan racun, tetapi kita lebih sering menyebutkan bisa untuk hewan dan racun untuk buah-buahan
Lantas, apa yang menjadi pembeda antara racun dan bisa? Yuk, detikers kita simak informasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbedaan Cara Infeksinya
Ternyata perbedaan racun dan bisa, lebih terkait dengan cara menginfeksinya daripada komposisi atau sifat yang dimiliki. Secara sederhana, bisa akan disuntikan secara langsung oleh hewan, sedangkan racun akan menyerang secara pasif, seperti dengan menyentuh atau memakan, seperti yang dilansir dari laman Live Science.
"Jika kamu menggigitnya dan kamu jadi sakit, itu beracun. Jika itu menggigit atau menyengat dan kamu jadi sakit, maka itu berbisa," ungkap Jason Strickland, seorang ahli biologi di University of South Alabama yang mempelajari racun.
Melalui studi yang diterbitkan tahun 2013, para ilmuwan mengusulkan kategori ketiga dari racun alami, yaitu 'toxungen'. Racun ini akan aktif dengan disemprotkan atau dilemparkan ke arah korban tanpa disuntikkan. Misalnya, ular meludah dapat menyemburkan racun dari giginya.
Miliki Cara Kerja yang Berbeda
Untuk kita ketahui, racun dan bisa tidak selalu bekerja dengan cara yang sama. Seperti yang diungkap oleh Departemen Ekologi dan Konservasi Satwa Liar dari University of Florida, bisa tidak akan menyakiti seseorang kecuali masuk ke dalam aliran darah.
Tidak peduli bagaimana cara mereka menginfeksi, bahan beracun ini merupakan senjata yang sangat efektif dalam perlombaan evolusi antara predator dan mangsa. Bahkan, dalam beberapa kasus, hewan dapat menggunakan bahan beracun miliknya untuk menyerang ataupun bertahan.
Hal itu tercermin pada spesies ular meludah berleher hitam (Naja nigricollis) dan ular meludah Filipina (Naja philippinensis). Mereka akan menyemburkan racun untuk pertahanan diri saat menghadapi ancaman dan menyuntikkan racun ke dalam mangsanya untuk berburu. Kemampuan tersebut membuat mereka menjadi makhluk toxungenous dan berbisa.
Selain ular, salamander api (Salamandra salamandra) juga akan mengkombinasikan dua metode berbeda. Mereka akan membela diri dengan racun pada kulitnya dan akan menyemprotkan racun dari matanya.
Manfaat Racun pada Hewan
Dapat kita ketahui, racun telah berevolusi secara mandiri lebih dari 100 kali, pada makhluk yang beragam seperti ular, kalajengking, laba-laba, dan siput kerucut. Bahkan diperkirakan sekitar 15% dari semua spesies hewan di Bumi adalah berbisa.
Di alam terdapat banyak racun alami yang terdiri dari senyawa-senyawa yang bekerja dengan cara yang berbeda. Misalnya, neurotoksin (racun ular mamba) akan menyerang sistem saraf. Di sisi lain hemotoksin (racun ular kepala tembaga) akan berperang melawan darah hewan tersebut.
Namun, beberapa jenis bisa ular Mojave (Crotalus scutulatus) sebenarnya memiliki neurotoksin dan hemotoksin. Diungkap oleh Strickland, hal ini menyebabkan spesies tersebut sangat berbahaya apabila menggigit kita.
Setiap hewan akan memiliki mode serangan yang berbeda untuk menyerang musuhnya. Hal ini mencerminkan penggunaan bisa yang berbeda pada setiap hewan.
Sebagai contoh, semut berbisa akan menggunakan racunnya sebagai mekanisme pertahanan, sehingga menyebabkan rasa sakit yang langsung untuk mengusir penyusup. Di sisi lain, bisa milik ular akan membuat korbannya tidak sadarkan diri sehingga ular dapat makan.
(nah/nah)