Dulu Bumi Sempat 19 Jam Sehari Selama 1 Miliar Tahun, Begini Studinya

ADVERTISEMENT

Dulu Bumi Sempat 19 Jam Sehari Selama 1 Miliar Tahun, Begini Studinya

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 19 Jun 2023 09:30 WIB
Bumi dan Bulan
Foto: Sky & Telescope
Jakarta -

Pada zaman dahulu kala sekali, ada saat ketika Bumi mengalami segala macam perlambatan. Aktivitas tektonik mereda, bahkan evolusi paling sederhana pun tidak terlalu berdampak di planet ini.

Para ilmuwan menyebut masa tersebut sebagai "boring billion". Pada waktu itu, planet Bumi mengalami rotasi yang stabil. Saat itu, satu hari di Bumi hanyalah 19 jam.

Ada studi dari dua ahli geofisika yang menunjukkan, 19 jam sehari di Bumi berlangsung kurang lebih selama 1 miliar tahun. Pada waktu itu, Bulan lebih dekat dengan Bumi dan berada di jarak yang konstan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seiring waktu, Bulan mencuri energi rotasi Bumi untuk mendorongnya ke orbit yang lebih jauh," kata Ross Mitchell dari Chinese Academy of Sciences dan Uwe Kirscher dari Curtin University dalam penelitian mereka, dikutip dari Science Alert.

Sebagai hasilnya, rotasi Bumi pun melambat dan durasi Bumi disinari Matahari jadi lebih lama.

ADVERTISEMENT

Durasi Planet Bumi Meningkat

Ada banyak penelitian yang telah mempelajari bagaimana hari-hari di planet Bumi perlahan jadi lebih panjang, dengan lebih dari 0,000015 detik per tahun, seperti perkiraan baru-baru ini.

Sebagian besar model penelitian mengenai rotasi Bumi memprediksi durasi hari di planet kita terus meningkat selama 3 hingga 4 miliar tahun terakhir. Sebuah studi pada 2018 lalu misalnya, menemukan bahwa satu hari di Bumi 1,4 miliar tahun lalu adalah 18 jam.

Namun sejak 1987, ada kubu peneliti lain yang berspekulasi bahwa durasi satu hari di Bumi kemungkinan konstan sebelum pada akhirnya meningkat dengan lambat dan menjadi 24 jam seperti sekarang ini.

Sayangnya, jejak geologis yang memperlihatkan rotasi Bumi sulit didapat. Panjang hari bisa didapat melalui panjang stromarolit yang miring ke arah Matahari dan ritme pasang surut laut, yaitu pola sedimen lumpur yang terbentuk oleh pasang surut dan diawetkan dalam batuan.

Pada penelitian mereka, Mitchell dan Kirscher mendapat keuntungan dari banyaknya data geologi baru yang muncul dalam beberapa tahun terakhir.

Analisis statistik mereka menunjukkan garis datar panjang hari Bumi antara 2 dan 1 miliar tahun yang lalu, di tengah zaman Proterozoikum. Periode ini mencapai klimaks dengan adanya "Snowball Earth" dan mendahului ledakan Kambrium.

Tambahan Ozon Ikut Jadikan Bumi 19 Jam

Mitchell dan Kirscher mempertanyakan apa yang mungkin membuat Bumi purba mengalami periode yang relatif stabil. Mereka pun melihat ke peristiwa besar lainnya dalam sejarah planet Bumi.

Jika waktunya tepat, durasi hari mengikuti fluktuasi kondisi atmosfer Bumi purba, khususnya Peristiwa Oksidasi Hebat atau The Great Oxidation Event ketika kadar oksigen naik dan menciptakan lapisan ozon sebelum kemudian turun lagi.

Mitchell dan Kirscher mengatakan penambahan ozon ini dapat menyerap lebih banyak sinar matahari daripada uap air. Hal ini kemudian meningkatkan pasang surut matahari saat siang hari.

Pasang atmosfer surya tidak sekuat pasang samudera yang diakibatkan tarikan gravitasi Bulan. Namun, ketika planet Bumi berputar lebih cepat di masa lalu, tarikan Bulan menjadi lebih lemah, kira-kira seperempat dari kekuatannya saat ini.

Dan jika pasang surut atmosfer dipercepat dengan tambahan ozon dan sinar matahari, maka diperkirakan cukup untuk dapat menidurkan Bumi ke dalam periode stabil yang sangat panjang dengan 19 jam sehari.

"Pada titik resonansi, torsi pasang surut samudera dan atmosfer akan seimbang, serta menstabilkan laju rotasi Bumi dengan durasi hari yang konstan," jelas Mitchell dan Kirscher.

Tentu saja, lebih banyak penelitian diperlukan untuk menguji dan menentukan periode resonansi, catat Mitchell dan Kirscher.

Walau demikian keduanya menyimpulkan bahwa hasil studi mereka konsisten dengan gagasan bahwa kenaikan kadar oksigen dan kehidupan kompleks di Bumi tertunda sampai resonansinya lantas amburadul oleh perubahan iklim yang tiba-tiba.

"Hari yang lebih panjang lantas dapat memberi bakteri fotosintetik sinar matahari yang cukup untuk meningkatkan kadar oksigen guna mendukung kehidupan Metazoan yang besar," tulis mereka.

Namun, jika pemahaman tentang "boring billion" berkembang, perkirakan rotasi harian awal Bumi ini bisa bergeser seiring lebih banyak bukti terungkap.

Beberapa peneliti dalam beberapa tahun terakhir bahkan berpendapat bahwa "boring billion" sebenarnya jauh lebih dinamis daripada namanya. Tanahnya yang subur juga memberi suntikan untuk kehidupan kompleks hingga saat ini.




(nah/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads