Ternyata, kekerasan kepada anak dapat menyebabkan gangguan pada emosional mereka saat dewasa atau yang disebut sebagai alexithymia. Para peneliti dari Universitas Stanford menerbitkan studi pertama yang mensintesis bukti empiris dalam literatur global terkait hubungan alexithymia dewasa dengan semua bentuk kekerasan anak.
"Kita dapat mengatakan sekarang dengan lebih percaya diri bahwa fenomena ini (kekerasan anak dan alexithymia) sangat terkait satu sama lain," ungkap Anat Talmon, pengawas penelitian ini sebagai peneliti postdoctoral di Stanford University dan asisten profesor di Sekolah Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Paul Baerwald di Universitas Ibrani Yerusalem.
Sekilas Terkait Alexithymia
Dituliskan pada laman milik Stanford University, jutaan orang memiliki kesulitan dengan sifat kepribadiannya yang dikenal sebagai alexithymia, yang berarti 'tidak ada kata untuk perasaan'. Saat seseorang mengidap alexithymia, ia akan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan emosinya. Kondisi ini dapat merusak hubungan sosial dan kedekatan yang dimiliki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alexithymia juga dapat membuat mereka mengabaikan isyarat sosial sehingga gagal untuk mengenali atau memahami perasaan orang lain. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa riwayat kekerasan pada anak dapat berperan dalam mengembangkan alexithymia dewasa.
Diketahui, sekitar 10 persen dari populasi umum memiliki tingkat alexithymia yang relevan secara klinis. Tingkatannya pada wanita ialah sekitar 7 persen, sementara pada pria tingkatannya ialah sekitar 13 persen. Tingkatan alexithymia yang tinggi kerap dikaitkan dengan gangguan psikologis, seperti autisme, depresi, dan skizofrenia.
"Semakin jelas bahwa alexithymia dan kekerasan pada anak merupakan faktor risiko trans diagnostik, yang berarti bahwa kehadiran mereka menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan berbagai gangguan mental. Namun, yang belum jelas adalah bagaimana kedua faktor risiko ini terkait satu sama lain, dan mengapa sering terjadi bersamaan," jelas Profesor Psikologi James Gross dari School of Humanities and Sciences Stanford University.
Bentuk Kekerasan pada Anak
"Satu dari empat anak di seluruh dunia mengalami kekerasan, tetapi seringkali tidak diketahui," ungkap Julia Ditzer, penulis utama studi, peneliti pascasarjana di Stanford University, dan mahasiswa PhD dalam bidang psikologi di Technical University of Dresden.
Terdapat tiga jenis bentuk kekerasan pada anak yang merupakan penyebab kuat alexithymia, yaitu pengabaian emosional, pelecehan emosional, dan pengabaian fisik. Biasanya dalam bentuk kekerasan anak, pengabaian sosial dan pengabaian fisik terjadi secara bersamaan.
Selain itu, terdapat dua jenis lain bentuk kekerasan pada anak, yaitu pelecehan seksual dan pelecehan fisik. Diperkirakan dua bentuk kekerasan tersebut juga memiliki kaitan dengan alexithymia, tetapi kurang dapat diprediksi kaitannya.
Pengabaian emosional dapat terjadi ketika pengasuh gagal untuk memenuhi kebutuhan emosional anak, seperti keamanan dan kenyamanan. Pelecehan emosional akan terjadi ketika pengasuh mengejek, meremehkan, atau menyalahkan anak, serta membuat mereka bertanggung jawab atas masalah rumah tangga atau pengasuhan. Sementara, pengabaian fisik terjadi ketika pengasuh gagal dalam menyediakan makanan, pakaian, atau lingkungan yang aman.
"Pengabaian emosional dan pelecehan emosional adalah pengalaman yang sangat menghancurkan bagi seorang anak," jelas Talmon.
"Tidak ada yang memenuhi kebutuhan emosional Anda, tetapi Anda juga tidak memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengenali emosi Anda sendiri, yang meningkatkan kemungkinan mengembangkan alexithymia," tambahnya.
Kaitan Alexithymia dan Kekerasan pada Anak
Para peneliti kemudian memeriksa 78 sumber riset-jurnal ilmiah yang diterbitkan yang melaporkan rincian potensi kekerasan pada anak dan tingkat alexithymia di masa dewasa. Semua laporan riset-jurnal itu melibatkan total 36.141 orang. Studi ini dilakukan Laboratorium Psikofisiologi Stanford berkolaborasi dengan Hebrew University dan Adam Mickiewicz University.
Pengasuh memiliki peranan penting untuk memahami keterkaitan antara alexithymia dan kekerasan pada anak. Pasalnya, pengasuh menjadi model yang paling penting bagi anak-anak dalam perkembangan emosional mereka.
Kendati demikian, pengasuh juga merupakan pelaku kekerasan pada anak yang paling umum. Hal itu menyebabkan anak-anak yang mengalami kekerasan akan tumbuh dengan lebih sedikit contoh strategi koping positif di bawah tekanan dan lebih sedikit kesempatan untuk mengekspresikan emosi dengan tepat.
Bahkan beberapa anak yang mengalami kekerasan dapat berperilaku agresif atau kasar, beberapa lainnya dapat memiliki pengaruh atau disosiasi emosional yang datar. Penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa disosiasi masa kanak-kanak berupa keterpisahan dari perasaan terkait erat dengan kekerasan emosional atau pengasuh yang 'tidak hadir'.
"Anak-anak ini mungkin berkata, 'Saya tidak peduli. Saya hanya bertahan'," jelas Talmon.
"Mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan karena mereka tidak tahu suara hati mereka, dan apa keinginan mereka yang sebenarnya," tambahnya.
Sayangnya, beberapa bentuk kekerasan pada anak kerap tidak terlihat atau tidak diketahui. Pasalnya, pengasuh bisa saja memiliki maksud baik, tetapi kekerasan bisa terjadi karena pengasuh sakit kronis, depresi klinis, atau alasan lainnya sehingga tidak dapat mendukung anak secara emosional.
"Tidak seorang pun yang tinggal di lingkungan itu akan melihat apa yang terjadi sebagai kekerasan," jelas Talmon.
Terapi Alexithymia Bisa Membantu
Diperlukan intervensi terapeutik yang lebih baik untuk orang dewasa dengan alexithymia, demikian dituliskan dalam studi. Orang dalam pengobatan untuk depresi atau gangguan stress pascatrauma (Post Traumatic Stress Dissorder/PTSD) mungkin mendapat skor tinggi pada alexithymia, membuat mereka lebih sulit untuk introspeksi dan berhasil dalam terapi.
Terapis menilai kesulitan pasien dalam mengekspresikan dan mengidentifikasi emosi. Perawatan untuk orang dewasa dengan alexithymia sering melibatkan untuk membantu mereka mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan emosi mereka, memahaminya, dan menjelaskannya dengan cara yang nyata.
"Sebelum Anda dapat mengatur perasaan Anda, pertama-tama Anda harus memahami dan mengenali perasaan Anda," kata Talmon.
Anggota keluarga dan teman harus mencoba untuk memahami bahwa orang dengan alexithymia sering tidak mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan mereka semudah orang lain atau memahami perasaan orang lain. "Mereka tidak berusaha menjadi sulit. Mereka benar-benar bergumul dengan kesulitan ini." kata Ditzer.
(nwk/nwk)