Suara Misterius Muncul di Gunung Everest Saat Malam, Apa Penyebabnya?

ADVERTISEMENT

Suara Misterius Muncul di Gunung Everest Saat Malam, Apa Penyebabnya?

Zefanya Septiani - detikEdu
Rabu, 10 Mei 2023 18:30 WIB
Gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest, tercatat bertambah tinggi 86 centimeter dibanding sebelumnya.
Para pendaki melaporkan Gunung Everest mengeluarkan suara yang menyeramkan saat malam hari. Apa penyebabnya? Foto: AP Photo
Jakarta -

Tahukah kalian bahwa Gunung Everest yang merupakan gunung tertinggi di dunia akan mengeluarkan suara misterius saat malam hari. Asal mula suara tersebut menjadi pertanyaan.

Oleh sebab itu, tim peneliti yang dipimpin oleh ahli glasiologi, Evgeny Podolskiy mencari penyebab di balik hiruk pikuk suara yang terdapat di Gunung Everest seperti yang disebutkan dalam laman Daily Mail.

Suara mengerikan yang dikeluarkan oleh Gunung Everest pada malam hari juga disebutkan oleh David Hahn, seorang pemimpin ekspedisi yang telah menaklukkan puncak Everest sebanyak 15 kali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain suara-suara aneh yang didengar saat akan beristirahat, ia mengakui juga mendengar suara seperti es dan batu yang jatuh di berbagai tempat sekitar lembah.

Suara yang Dihasilkan Terjadi Akibat Perubahan Suhu

ADVERTISEMENT

Tim penelitian menemukan suara menggelegar yang berupa paduan suara benturan dan pecahan gletser di dataran tinggi. Hal ini disebabkan oleh penurunan tajam suhu setelah gelap yang menyebabkan es retak.

Penelitian tersebut merupakan salah satu penelitian awal yang menunjukkan aktivitas seismik dalam jumlah besar karena kerusakan termal dalam es. Kendati demikian, penelitian dilakukan di atas penelitian akan perilaku gletser yang disebabkan efek perubahan iklim.

Penemuan tersebut didapatkan pada tahun 2018 setelah menguji aktivitas seismik dari sistem Gletser Trakarding-Trambau dalam waktu seminggu dan dilakukan melalui perjalanan menuju Himalaya, Nepal.

Pada awalnya, Dr Podolskiy dan rekannya tidak yakin penyebab suara malam yang dikeluarkan oleh Gunung Everest. Namun, setelah kembali mereka kemudian memeriksa data seismografi dari gunung tersebut.

Ketika akan menguji aktivitas gletser Trakarding-Trambau, Dr Podolskiy dan timnya mendarat di salah satu gletser sekitar 4,8 km di atas permukaan laut dengan pemandangan Everest yang memiliki tinggi sekitar 29.000 kaki.

"Ini adalah pengalaman yang luar biasa karena merupakan area yang luar biasa untuk bekerja" ungkap Dr Podolskiy yang bekerja di Pusat Penelitian Arktik di Universitas Hokkaido, Jepang.

Akibat suhu yang normal pada siang hari, tim peneliti dapat bekerja dengan nyaman menggunakan kaos. Sayangnya, pada malam hari suhu dapat turun menjadi sekitar -15o C yang menyebabkan cuaca sangat dingin.

Setelah gelap, tim peneliti mendengar ledakan keras dan memperhatikan bahwa gletser akan meledak dengan retakan. Oleh sebab itu, tim menempatkan sensor di atas es untuk mengukur getaran jauh dalam gletser, menggunakan teknologi yang sama untuk mengukur besarnya gempa.

Hubungan antara perubahan suhu yang menjadi penyebab gemuruh pada malam hari tersebut ditemukan tim peneliti dengan mengumpulkan data seismik pada getaran dan membandingkannya dengan data suhu dan angin.

"Es lokal ternyata sangat sensitif terhadap tingkat perubahan (suhu) yang tinggi ini," tulis Dr Podolsky dan rekannya dalam jurnal Geophysical Research Letters.

Manfaat Penelitian: Membantu Untuk Memahami Perilaku Gletser

Penelitian yang dilakukan oleh Dr Podolsky dan rekannya, dapat membantu lebih banyak tim ahli glasiologi dan ahli iklim untuk memahami perilaku gletser di daerah terpencil seperti jauh di dalam Himalaya, yang memiliki salah satu penyimpan es terbesar di Bumi.

Selama empat dekade terakhir, lapisan es masif di wilayah Himalaya telah menyusut 10 kali lebih cepat dibandingkan tujuh abad sebelumnya. Es glasial ini mencair dengan kecepatan yang dapat menghancurkan sehingga membahayakan jutaan orang dan ekonomi negara-negara Asia Selatan.

Studi lainnya pada tahun 2021 yang diterbitkan pada jurnal Scientific Reports mengungkapkan bahwa gletser Himalaya telah kehilangan sekitar 40 persen wilayahnya selama beberapa ratus tahun terakhir atau sekitar 390 hingga 586 kilometer kubik es.

Diketahui, es yang menghilang dari kawasan Himalaya cukup untuk menaikkan permukaan laut global sekitar 0,92 hingga 1,38 milimeter.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads