Sosok Azophi, Ilmuwan Muslim yang Diabadikan Jadi Nama Kawah Bulan

ADVERTISEMENT

Sosok Azophi, Ilmuwan Muslim yang Diabadikan Jadi Nama Kawah Bulan

Zefanya Septiani - detikEdu
Minggu, 23 Apr 2023 17:00 WIB
Sejumlah astronom menemukan satu lagi black hole terbesar di alam semesta. Dikatakan terbesar, karena mencapai 30 miliar kali lebih massa Matahari.
Ilustrasi luar angkasa Foto: ESA/Hubble, Digitized Sky Survey, Nick Risinger (skysurvey.org), N. Bartmann
Jakarta -

Pengungkapan akan misteri alam semesta tentunya sudah terjadi sejak dahulu. Azophi merupakan salah satu ilmuwan muslim yang berjasa ke dalam pengungkapan misteri alam semesta.

Ia merupakan seorang astronom pada abad pertengahan dan menuliskan pengamatannya akan alam semesta ke dalam bukunya. Hingga saat ini buku milik Azophi masih berpengaruh dan banyak digunakan.

Sebagai penghormatan atas jasa dalam bidang astronomi, nama Azophi disematkan pada kawah Bulan yang terletak di koordinat latitude 22,1o dan longitude 12,7o. Kawah ini memiliki diameter 47 kilometer.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Azophi memiliki nama asli yaitu Abd-al-Rahman Al Sufi atau Abr-ar Rahman as Sufi atau Abd al Rahman Abu al Husain lahir pada tahun 903. Diketahui, ia tinggal di Istana Emir Adud ad-Daula di Isfahan atau yang lebih dikenal sebagai Persia.

Melalui laman The European Southern Observatory (ESO), diketahui ia merupakan salah satu ahli astronomi praktis terkemuka di abad pertengahan.

ADVERTISEMENT

Azophi merupakan astronom pertama yang memberikan deskripsi "nebulositas" dari nebula di Andromeda yang dituliskan dalam salah satu bukunya.

Ajaibnya, Azophi melakukan pengamatan dan menyiapkan peta langit berdasarkan pengamatannya tersebut. Kendati demikian ia tetap berhati-hati untuk menilai besarnya yang disesuaikan dalam peta.

Kawah bulan (lingkar biru) dengan diameter 47 km yang dinamakan AzophiKawah bulan (lingkar biru) dengan diameter 47 km yang dinamakan Azophi Foto: dok. USGS.gov

Studi astronomi yang dikerjakan oleh Azophi, didasarkan pada karya Yunani seperti Almagest dari Ptolemeus. Ia memiliki perkiraan kecerahan atau magnitudonya sendiri yang berbeda dengan karya milik Ptolemeus seperti yang dituliskan dalam laman The Messier Catalog.

Hal tersebut menyebabkan Azophi kemudian melakukan koreksi pada daftar bintang Ptolomeus. Ia juga dikenal karena merupakan orang pertama yang menghubungkan bahasa Yunani dengan nama serta konstelasi bintang Arab tradisional.

Penggabungan tersebut dianggap menakjubkan karena sulit untuk dilakukan. Pasalnya, bahasa Yunani dengan konstelasi bintang Arab tidak memiliki keterkaitan satu sama lain serta tumpang tindih dengan cara yang rumit.

Mahakarya Azophi dalam Bidang Astronomi

Pada tahun 964 M, Azophi kemudian menerbitkan bukunya yang terkenal dan diberi judul 'Book of Fixed Stars'. Buku tersebut berisikan penjelasan akan karya miliknya yang dijelaskan dalam deskripsi teks dan gambar.

Melalui bukunya ia juga turut menjelaskan dan memberikan gambar dari Andromeda dan memasukan 'A Little Cloud' di dalamnya. Kemudian, diketahui bahwa 'A Little Cloud' merupakan Galaksi Andromeda M31.

Ia juga mengungkapkan bahwa galaksi tersebut terletak di depan mulut dari 'Big Fish' yang merupakan rasi bintang Arab. Diketahui, bahwa awan tersebut merupakan sesuatu yang umum diketahui oleh para ahli astronomi di Persia khususnya sebelum 905 M.

Pengamatan Azophi tersebut tidak dikenal di Eropa. Lebih dari 6 abad kemudian tepatnya pada 1612, Andromeda Nebula M31 ditemukan kembali secara terpisah oleh Simon Marius dengan teleskop.

Buku ini juga mencatatkan terkait gugus Omicron Belorum IC 2391 yang merupakan "bintang nebula". Selain itu dicatat juga sebuah tambahan "objek nebula" pada rasi Vulpecula. Gugusan yang terdiri 40 bintang itu kini dikenal sebagai Gugus Al Sufi atau Brocchi atau Collinder 399.

Azophi juga menyebutkan Awan Magellan Besar sebagai Al Bakr, Si Banteng Putih dari Arab Selatan.

Selain buku tersebut, Azophi juga menerbitkan buku lainnya, yaitu 'Kitab al-Kawatib al-Thabit al-Musawwar' yang merupakan sebuah mahakarya astronomi bintang. Uniknya, kitab tersebut tersedia dalam bahasa Arab asli dan diterjemahkan ke bahasa Prancis oleh Schjellerup.

Hingga saat ini kitab tersebut masih dianggap penting dan kerap digunakan untuk mempelajari variabel dari gerakan dan periode panjang. Ia juga memasukan theta Eridani, yang saat itu merupakan satu di antara 13 bintang paling terang.

Setelahnya, bintang tersebut ditemukan kembali oleh Ulugh Beg (Tamerlane) pada 1437 yang ditemukan sebagai magnitudo pertama dalam daftar bintang tetapnya. Sedangkan Edmond Halley dalam pelayarannya St. Halena pada awal abad ke-18 melihatnya sebagai bintang dengan magnitudo ketiga.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads