Prasasti Batutulis merupakan salah satu bukti sejarah yang kita miliki dan merupakan peninggalan dari Kerajaan Sunda. Cagar budaya ini terletak di seberang Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat yang merupakan tempat peristirahatan milik Presiden Sukarno.
Penemuan akan prasasti tersebut sangat penting bagi kita untuk mengetahui sejarah masa lampau. Istilah prasasti berasal dari bahasa Sanskerta. Isinya biasanya berupa maklumat resmi dari seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan akan penetapan daerah atau aspek kehidupan sosial budayanya. Prasasti sering disebut juga dengan istilah lain yakni inskripsi yang berasal dari bahasa Latin inscriptio.
Seperti dituliskan dalam artikel Prasasti Batutulis Bogor karya Hasan Djafar dimuat dalam jurnal AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 29 No. 1 Juni 2011, prasasti Batutulis merupakan salah satu peninggalan arkeologi yang berasal dari masa Kerajaan Sunda. Saat itu Kerajaan Sunda beribukota di Pakuan-Pajajaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasasti Batutulis dipahatkan pada sebuah lempengan batu pipih berbentuk meruncing seperti "gugunungan" yang terdapat dalam wayang. Bertuliskan aksara tipe Jawa Kuno dalam 9 baris dan berbahasa Sunda Kuna.
Ternyata, prasasti ini pertama kali ditemukan oleh ekspedisi pasukan VOC, dipimpin oleh Kapten Adolf Winkler pada 25 Juni 1690. Pada masa itu, diketahui bahwa prasasti Batutulis ditemukan di daerah pedalaman di selatan Batavia yang saat ini dikenal sebagai Batutulis, Bogor.
Hingga saat ini, prasasti Batutulis disimpan pada tempat asalnya atau insitu. Bentuknya merupakan sebuah lempengan batu pipih yang dibentuk meruncing seperti gugunungan yang terdapat dalam wayang.
Kapten Winkler, menuliskan laporan akan penemuan prasasti tersebut. Laporan tersebut kemudian disusul oleh laporan dari ekspedisi VOC lainnya yang masih berisikan terkait penemuan prasasti Batutulis.
Melalui bukunya yang berjudul The History of Java, II Thomas Stamford Raffles turut menuliskan tentang prasasti ini. Uniknya, penulisan akan prasasti Batutulis tersebut disertai dengan sebuah faksimil.
Setelah itu, penerbitan karya tulis akan prasasti Batutulis terus berlanjut dan diterbitkan oleh beberapa peneliti. Mereka akan menuliskan transliterasi dan terjemahannya dalam bahasa Belanda serta pertanggalan prasasti Batutulis.
Hingga pada tahun 1921, seorang epigraf terkemuka, yaitu R.Ng. Poerbatjaraka menerbitkan tulisan yang berjudul De Batoe Toelis nabij Buitenzorg. Setelahnya, tulisan akan prasasti ini masih diterbitkan oleh para sejarawan maupun ahli filologi Sunda.
Isi Prasasti Batutulis
Menurut Hasan yang memperdalam studi epigrafi atau ilmu prasasti dan sejarah kuno Indonesia di Instituut Kern, Rijksuniversiteit Leiden, Belanda, prasasti Batutulis isinya dapat dibagi menjadi 3 bagian.
Bagian manggala atau pembukaan pada prasasti Batutulis berisikan seruan pada Dewa untuk memohon perlindungan dan keselamatan.
Kemudian berlanjut sambandha atau bagian alasan dan tujuan akan menuliskan tujuan dibuatnya prasasti tersebut.Prasasti ini bertujuan untuk memperingati Prebu Retu yang dinobatkan sebagai raja dengan nama Prebu Guru Dewata Prana dan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Ia berjasa dalam pembangunan era tersebut dengan membangun parit pertahanan di sekeliling ibukota Pakuan Pajajaran, monumen peringatan berupa gugunungan, membuat jalan dari batu, membuat hutan larangan dan membuat telaga yang diberi nama Telaga Warna Mahawijaya.
Bagian terakhir dari prasasti Batutulis adalah titimangsa berisikan terkait tahun candrasengkala. Sayangnya, hingga saat ini masih belum terdapat kesepakatan akan penafsiran dan nilai kata-kata yang menjadi unsur angka tahunnya.
(pal/pal)