Kisah Psikolog Viktor Frankl Bertahan di Kamp Nazi, Temukan Kunci Makna Hidup

ADVERTISEMENT

Kisah Psikolog Viktor Frankl Bertahan di Kamp Nazi, Temukan Kunci Makna Hidup

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 13 Apr 2023 19:00 WIB
OSWIECIM, POLAND - JANUARY 26: A visitor walks among barbed wire and prison barracks at the former Auschwitz I concentration camp on January 26, 2020 in Oswiecim, Poland. International leaders as well as approximately 200 survivors will gather at Auschwitz tomorrow to commemorate the 75th anniversary of the camps liberation. The Nazis killed an estimated one million people, mostly Jews, at the camp during World War II.   (Photo by Sean Gallup/Getty Images)
Foto: Getty Images/Sean Gallup/Kamp Nazi
Jakarta -

Viktor Emil Frankl psikiater dan psikoterapis Austria yang mengembangkan pendekatan psikologis yang dikenal sebagai logoterapi yakni cara memaknai kehidupan.

Dasar dari teori Frankl adalah bahwa motivasi utama individu adalah pencarian makna dalam hidup dan bahwa tujuan utama psikoterapi seharusnya membantu individu menemukan makna itu.

Di balik teori tentang memaknai hidup itu, terdapat kisah tragis yang dilihat Frankl ketika harus bertahan di kamp konsentrasi yakni penjara keji tempat Nazi Jerman memenjarakan yang dianggap musuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut kisah Viktor Frankl yang dikutip dari Britannica.


Fokus Mempelajari Depresi dan Bunuh Diri

Sebelum dikirim ke kamp konsentrasi Nazi, Frankl adalah psikolog yang menaruh minat khusus untuk mempelajari depresi dan bunuh diri. Dia memiliki pusat konseling remaja di Wina dalam upaya untuk mengurangi bunuh diri remaja di kota itu.

ADVERTISEMENT

Sejak muda, Frankl sudah menunjukkan minat awal pada psikologi dan di sekolah menengah dia belajar psikologi dan filsafat.

Saat remaja, dia melakukan korespondensi dengan Sigmund Freud, yang meminta izin untuk menerbitkan salah satu makalahnya.

Ketika dia menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Wina, Frankl mempelajari teori-teori Alfred Adler dan memberikan kuliah tentang psikologi individu.

Setelah mendapatkan gelar doktor di bidang kedokteran pada tahun 1930, Frankl bergabung dengan staf rumah sakit jiwa Am Steinhof di Wina, di mana dia mengepalai program pencegahan bunuh diri wanita dari tahun 1933 hingga 1937.

Dikirim ke Kamp Konsentrasi, Tempat Ayahnya Meninggal

Setelah membuka praktik pribadi, Frankl terpaksa harus menutupnya setelah Nazi Jerman menganeksasi Austria pada tahun 1938, karena dia orang Yahudi.

Ia kemudian pindah untuk bekerja dan menjadi kepala neurologi di Rumah Sakit Rothschild Wina, yang melayani penduduk Yahudi.

Namun, pada tahun 1942, Frankl dan keluarganya dikirim ke kamp konsentrasi Theresienstadt (atau juga disebut TerezΓ­n), tempat ayahnya meninggal.

Dua tahun kemudian, Frankl yang masih bisa bertahan hidup dibawa ke Auschwitz dan di sana lah ibunya meninggal. Sementara istrinya, meninggal di kamp konsentrasi Bergen-Belsen.

Bertahun-tahun Frankl menghadapi kebrutalan dan kehilangan, tapi ia masih sanggup bertahan.

Menemukan Teori Memaknai Hidup

Ketika Frankl mengamati kebrutalan dan degradasi di sekitarnya, dia berteori bahwa para narapidana yang memiliki makna dalam hidup mereka lebih mungkin untuk bertahan hidup.

Tahun-tahun yang dihabiskan di sana sangat memengaruhi pemahamannya tentang realitas dan makna kehidupan manusia.

Frankl kemudian melakukan penelitian yang menunjukkan hubungan yang kuat antara "ketidakberartian" (hidup) dan perilaku kriminal, kecanduan, dan depresi.

Menurutnya, orang yang tanpa makna akan mengisi kekosongan dengan kesenangan hedonistik, kekuasaan, materialisme, kebencian, kebosanan, atau obsesi dan kompulsi neurotik.

Penemuan ini membuat Frankl mengabdikan hidupnya untuk mempelajari, memahami, dan mempromosikan 'makna'.

Dia juga menulis buku yang terkenal yakni Man's Search for Meaning, yang menceritakan tentang bagaimana dia selamat dari Holocaust (kamp Nazi) dengan menemukan makna pribadi dalam pengalaman tersebut, yang memberinya keinginan untuk menjalaninya.

Tidak hanya itu, dia juga mendirikan sekolah terapi eksistensial baru yang disebut logoterapi, berdasarkan premis bahwa motivator mendasar manusia dalam hidup adalah "keinginan untuk bermakna", bahkan dalam keadaan yang paling sulit.




(faz/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads