Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Selain itu, ada lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun yang mengalami depresi.
Gangguan kesehatan mental pada remaja dan dewasa sejatinya perlu jadi perhatian orang tua dan lingkungan sekitar. Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FKKMK UGM, Prof Dra Yayi Suryo Prabandari, MSi, PhD, menyampaikan orang tua, guru, sampai lingkungan perlu mengetahui tanda gejala awal orang yang mengalami gangguan kesehatan mental.
Gejala Awal Gangguan Kesehatan Mental
Prof Yayi Suryo menyebut, gejala awal gangguan kesehatan mental bisa dilihat melalui munculnya beberapa penyakit tertentu hingga menimbulkan stres karena adanya perasaan tertekan, cemas, dan tegang sehingga membuat tubuh seseorang melakukan penyesuaian.
"Dalam kondisi stres yang berkepanjangan perlu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan yang profesional," ujar Prof Yayi saat menjadi narasumber Sekolah Wartawan dengan tajuk Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental, dikutip dari rilis situs resmi UGM pada Kamis (16/2/2023).
Penyebab stres ini menurut Yayi bisa karena pekerjaan, ekonomi, sampai hubungan dengan pasangan dan orang tua yang tidak harmonis. Menurutnya, gangguan kesehatan mental bisa berdampak secara fisik, pikiran, dan emosional.
"Hampir 50 persen pasien yang datang ke dokter itu berhubungan dengan psikologi," kata dia.
Prof Yayi menerangkan, gejala umum stres yang ditemui pada fisik seseorang adalah kelelahan, pusing, tekanan darah naik, diare, mual, sakit di dada, sakit perut, sulit tidur, susah bernapas, sampai peningkatan detak jantung, dan gatal-gatal di kulit.
Selanjutnya, gangguan pikiran bisa tampak melalui sulitnya konsentrasi, sulit mengambil keputusan, mudah lupa, distorsi, sulit mengingat, berpikir irasional, paranoia, sulit menyelesaikan masalah, sampai gagal fokus.
Pada gangguan emosional dan tindakan, gejala yang terlihat di antaranya mudah marah, banyak absen (tidak hadir), menarik diri, sering terlambat, terlalu sensitif, makan secara kompulsif, menyelesaikan masalah dengan pelarian minum minuman keras, merokok, atau obat. Gangguan pada hubungan interpersonal dan perubahan pola tidur serta makan juga salah satu gejala umum stres.
Apabila dibiarkan berlarut-larut, menurut Yayi tingkat stres berlebihan bisa menjurus ke depresi. Penyakit ini ditunjukkan dengan rasa sedih berlebihan, hilang minat dan kesenangan, merasa tidak berguna, gangguan tidur dan selera makan, tidak bersemangat, konsentrasi rendah, dan merasa tidak berdaya.
"Depresi ini sangat berbahaya jika punya ide bunuh diri, dimulai dari mengurung diri maka bisa memunculkan seseorang untuk ide bunuh diri," tegas Prof Yayi.
Dia juga menekankan, gejala awal gangguan kesehatan mental seharusnya disosialisasikan kepada orang tua dan guru-guru di sekolah. Tujuannya supaya bisa mendeteksi jika ada remaja yang mengalami gangguan kesehatan mental.
"Bisa identifikasi, gejala depresi ringan dan sedang bisa konsultasi dengan profesional. Sayangnya di tidak semua daerah punya psikolog di puskesmas, apalagi ini belum menjadi program prioritas nasional," paparnya.
Ketua Health Promoting University (HPU) UGM ini juga mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan banyak kampus lain yang tergabung dalam jejaring kampus sehat untuk melakukan pengabdian edukasi dan sosialisasi dalam menjaga kesehatan mental di masyarakat.
"Apalagi Fakultas Psikologi di Indonesia itu ada lebih dari 100," ujarnya.
(nah/pal)