Riset di UI Bahas Kenaikan Cukai Rokok Jadi Salah Satu Solusi Stunting, Apa Kaitannya?

ADVERTISEMENT

Riset di UI Bahas Kenaikan Cukai Rokok Jadi Salah Satu Solusi Stunting, Apa Kaitannya?

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 17 Feb 2023 07:00 WIB
Penyebab stunting dna dampaknya pada kecerdasan anak
Foto: Getty Images/iStockphoto/undefined undefined/stunting
Jakarta -

Pada awal tahun ini, pemerintah Indonesia resmi menetapkan kenaikan cukai rokok dengan rata-rata sebesar 10% sampai 15%. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2022 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot dan Tembakau Iris.

Soal ini, para peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) telah melakukan riset mengenai kenaikan cukai rokok sebagai salah satu solusi pencegahan stunting. Pada riset tersebut diungkap bahwa rokok bisa menyebabkan stunting atau kondisi gagal tumbuh karena kurang gizi. Maka, kenaikan cukai rokok dinilai sebagai salah satu solusi pencegahan stunting.

Ketua peneliti, Teguh Dartanto, PhD yang juga merupakan dekan FEB UI mengaku bahwa dia dan tim merupakan ekonom pertama yang mengeksplorasi kaitan antara rokok dan stunting. Selama ini, rokok disebutnya selalu dihubungkan dengan isu kesehatan saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kaitan Rokok dan Stunting

Menurut Teguh, hubungan antara rokok dan stunting bermula dari bagaimana perokok membelanjakan uang di keluarganya. Kepala keluarga yang merokok memprioritaskan uangnya untuk belanja rokok daripada kesejahteraan keluarga. Bahkan, saat menerima bantuan sosial dari pemerintah, bantuan itu juga dipakai untuk membeli rokok.

"Penelitian ini kami lakukan dengan mengikuti 7.000 lebih data orang tua dan anak selama puluhan tahun yang diperoleh dari Indonesia Family Life Survey 2018, ditambah dengan penelitian langsung yang kami lakukan di Demak Jawa Tengah," ujar Teguh melalui webinar komunitas SEVIMA, dikutip dari rilis laman kampus pada Kamis (16/2/2023).

ADVERTISEMENT

Teguh menyebut, dari riset mereka itu didapati bahwa orang tua yang merokok, anaknya cenderung stunting. Lebih memprihatinkannya lagi, menurutnya perokok tidak hanya 'membakar' uang pribadi dan pemerintah, tetapi juga masa depan anaknya sejak sebelum lahir. Pasalnya, perokok membuat ibu hamil sebagai perokok pasif.

"Bahkan ketika anak tumbuh dewasa, daripada untuk anaknya sekolah, uang malah digunakan untuk beli rokok," ujarnya.

"Saat turun langsung meneliti di Demak, saya terenyuh sekali melihat kondisi anak-anak yang mengalami stunting hanya karena keputusan orang tua yang tidak rasional memikirkan diri sendiri dibandingkan anaknya," ungkapnya lagi.

Teguh menegaskan, ada orang yang bersikap tidak rasional seperti itu karena rokok mengandung zat adiktif.

Dia berharap, masyarakat luas bisa paham filosofi kenapa cukai rokok perlu dinaikkan. Teguh menilai, saat harga rokok semakin mahal maka orang semakin tidak mau beli rokok.

Dekan FEB UI ini berpesan agar masyarakat memprioritaskan gizi dan pendidikan anak. Khususnya pada penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), sebab seluruh penerimanya menandatangani klausul bahwa bansos tidak boleh untuk merokok.

Teguh berharap sumber daya dari pemerintah jangan sampai untuk beli rokok. "Daripada duit dibakar dan mahal juga, lebih baik berhenti merokok saja, itulah tujuan utamanya dari kenaikan cukai," tegasnya.

Teguh juga menyebut, penelitiannya menunjukkan masih ada perokok yang rasional. Artinya, saat rokok mahal, ada yang berhenti atau mengurangi rokoknya sehingga tujuan akhirnya bisa tercapai, yaitu cukai rokok akan mengurangi stunting.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads