Garis Kemiskinan Jawa Barat pada September 2024 mengalami kenaikan dibanding periode sebelumnya. Tingginya kebutuhan masyarakat akan rokok menjadi salah satu penyebabnya.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat yang dirilis Rabu (15/1/2025), Garis Kemiskinan (GK) Jawa Barat naik 2,19 persen pada September 2024 jika dibandingkan Maret 2024. GK Jawa Barat saat ini menyentuh Rp535.509 per kapita per bulan. Naik dari sebelumnya Rp524.052 per kapita per bulan pada Maret 2024.
Garis Kemiskinan terdiri dari dua komponen pembentuknya, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Pada periode ini, sumbangan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan Jawa Barat mendominasi dengan angka 74,72 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada komoditi makanan, rokok menjadi penyumbang terbesar kedua penyebab tingginya Garis Kemiskinan Jawa Barat setelah beras. Di perkotaan, sumbangan beras pada Garis Kemiskinan mencapai 22,08 persen. Sementara rokok kretek filter berada di posisi kedua sebesar 12.09 persen. Pola serupa juga terjadi di desa, dimana beras menyumbang 25,52 persen dan rokok kretek menyumbang 8,79 persen di atas kebutuhan terhadap ayam dan telur.
Adapun perhitungan Garis Kemiskinan BPS mengacu pada pendekatan komponen kebutuhan dasar di kota maupun desa, yang diambil dari hasil Susenas. Melalui pendekatan ini, pengertian kemiskinan merujuk pada ketidakmampuan masyarakat dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Beberapa komoditas makanan lainnya yang menjadi penyumbang garis kemiskinan terbesar baik di perkotaan maupun pedesaan di Jawa Barat adalah daging ayam ras, telur ayam ras, kopi bubuk dan sachet. Sementara untuk komoditas non-makanan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.
Ketimpangan Meningkat
Pada September 2024, rasio ketimpangan pengeluaran penduduk atau gini ratio mengalami peningkatan menjadi 0,428 dari sebelumnya 0,421 pada Maret 2024. Angka ini termasuk ke dalam ketimpangan sedang.
Naiknya gini ratio menunjukan kesenjangan yang semakin tinggi antar kelompok penduduk berdasarkan golongan pengeluaran. Kepala BPS Jawa Barat Darwis Sitorus menyebutkan, di Jawa Barat peningkatan kesenjangan ini disebabkan meningkatnya pengeluaran masyarakat yang berada di kategori 20 persen teratas dari total jumlah masyarakat.
"Ketimpangan di sini terjadi ketika masyarakat yang 20 persen itu jumlah pengeluarannya meningkat. Kenaikan sedikit saja dari golongan ini akan sangat berpengaruh besar, karena jumlah pengeluaran mereka mendominasi total pengeluaran masyarakat sehingga akhirnya meningkatkan ketimpangan," ungkapnya.
Tak hanya itu, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40% terbawah di Jawa Barat pada September 2024 juga mengalami penurunan. Hal tersebut turut membuat ketimpangan pengeluaran antar kelompok masyarakat jadi meningkat.
Meski demikian, jumlah orang miskin di Jawa Barat secara umum mengalami pengurangan. Jumlah penduduk yang masuk ke dalam kategori miskin per September 2024 adalah sebanyak 3,67 juta orang atau 7,08 persen dari total penduduk. Angka tersebut turun sebesar 0,38 persen poin dibandingkan dengan periode Maret 2024 yang sebanyak 3,85 juta orang.
(orb/orb)